Liputan6.com, Teheran - Mantan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menilai Amerika Serikat (AS) bertanggung jawab atas kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Ebrahim Raisi dan rombongannya menyusul sanksi terhadap industri penerbangan negara itu.
"Salah satu penyebab kejadian memilukan ini adalah AS, yang dengan memberikan sanksi terhadap industri penerbangan Iran menyebabkan syahidnya presiden dan rombongannya. Kejahatan AS akan terekam dalam benak rakyat dan sejarah Iran," kata Zarif pada Senin (20/5/2024) seperti dilansir kantor berita IRNA, Rabu (22/5).
Baca Juga
Lebih lanjut, Zarif menuturkan, "Bangsa Iran telah menghadapi peristiwa besar dalam 45 tahun ini dan menurut pemimpin tertinggi Revolusi Islam, mereka akan mengatasi peristiwa tragis ini."
Advertisement
Dia menyampaikan belasungkawa atas kematian Presiden Raisi; Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Hossein Amir-Abdollahian; Gubernur Provinsi Azarbaijan Timur Malek Rahmati; kepala tim pengawal Raisi, Mehdi Mousavi; perwakilan pemimpin tertinggi Iran di Provinsi Azerbaijan Timur Mohammad Ali Al-e-Hashem; dan kru helikopter.
"Perang agresi diktator Irak Saddam Hussein terhadap Iran, kesyahidan 72 sahabat Imam Khomeini, kesyahidan presiden populer Mohammad-Ali Rajaee, dan sanksi kejam terhadap Iran adalah bagian dari kondisi sulit yang berhasil diatasi oleh Republik Islam," tambahnya.
Rusia Ikut Salahkan AS
Tidak hanya Zarif, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan pada hari Selasa (21/5) bahwa sanksi AS telah memperburuk keselamatan penerbangan.
Media Iran melaporkan bahwa gambar dari situs kecelakaan tersebut menunjukkan helikopter Bell 212 buatan AS yang ditumpangi Raisi terhempas ke puncak gunung. Penyelidikan atas penyebab kecelakaan sudah dimulai.
Melansir Reuters, Iran adalah pembeli utama helikopter Bell di bawah pemerintahan Shah sebelum Revolusi Islam tahun 1979, meskipun asal muasal pesawat yang jatuh tersebut tidak jelas. Sanksi yang diterapkan selama beberapa dekade telah mempersulit Iran mendapatkan suku cadang atau meningkatkan kemampuan pesawatnya.
"Kenyataannya, negara-negara lain yang terkena sanksi AS tidak menerima suku cadang untuk peralatan AS, termasuk penerbangan," kata Lavrov soal kecelakaan helikopter Raisi.
"Kita bicara tentang sengaja menyebabkan kerusakan ... jika suku cadang tidak tersedia, hal ini berhubungan langsung dengan penurunan tingkat keselamatan."
Advertisement
Respons AS
Gedung Putih pada hari Senin menolak klaim bahwa sanksi AS adalah penyebab jatuhnya helikopter yang mengangkut Presiden Raisi, Menlu Amir-Abdollahian dan pejabat lainnya.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby menyebut tuduhan itu sama sekali tidak berdasar. Dia menyatakan AS belum menentukan penyebab kecelakaan hari Minggu tersebut meskipun sumber-sumber Iran menyebutkan adanya kabut tebal di area tempat pesawat itu jatuh.
"Sumber resmi Iran menyebutkan kondisi penerbangan yang buruk, khususnya kabut, sebagai penyebabnya. Dan setiap negara, tidak peduli siapa mereka, mempunyai tanggung jawab masing-masing, untuk menjamin keselamatan dan keandalan peralatannya, termasuk penerbangan sipil," tutur Kirby, seperti dikutip dari kantor berita Anadolu.
"Jadi, sekali lagi, tuduhan itu sama sekali tidak berdasar, tidak ada kebenarannya. Tidak mengherankan ... rezim Iran sekali lagi akan menemukan cara untuk mencoba menyalahkan AS atas masalah yang mereka buat sendiri," tambahnya.
Kecelakaan helikopter yang menewaskan Raisi dan rombongan terjadi pada Minggu (19/5) sore. Setelah operasi pencarian sepanjang malam terhambat oleh cuaca buruk dan medan yang terjal, lokasi kecelakaan ditemukan di daerah pegunungan di Provinsi Azerbaijan Timur pada Senin pagi dan seluruh kru serta penumpang helikopter dinyatakan tewas.
Rombongan Presiden Raisi dalam perjalanan ke Kota Tabriz usai meresmikan bendungan di perbatasan Iran-Azerbaijan Ketika kecelakaan terjadi.
Berdasarkan Pasal 131 Konstitusi Republik Islam Iran, dalam hal dan kondisi presiden meninggal dunia, wakil presiden pertama dengan persetujuan pemimpin tertinggi Iran akan mengambil alih kendali kekuasaan eksekutif. Kemudian dewan yang terdiri dari ketua parlemen, ketua kekuasaan yudikatif, dan wakil presiden pertama dibentuk dengan tujuan mempersiapkan platform yang diperlukan untuk menyelenggarakan pilpres dalam jangka waktu paling lama 50 hari.
Adapun sosok wakil presiden pertama yang menggantikan Raisi sementara Waktu adalah Mohammad Mokhber.