Kanada Janjikan 5.000 Visa untuk Penduduk Gaza yang Jadi Korban Perang

Visa dari pemerintah Kanada diprioritaskan bagi mereka yang tinggal di wilayah perang di Gaza

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 30 Mei 2024, 17:04 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2024, 17:04 WIB
Ilustrasi bendera Kanada (AFP/Geoff Robins)
Ilustrasi bendera Kanada (AFP/Geoff Robins)

Liputan6.com, Ottawa - Kanada mengatakan bahwa negaranya akan memberikan visa sementara kepada 5.000 penduduk Gaza di bawah program khusus.

Visa ini diprioritaskan bagi mereka yang tinggal di wilayah perang di Gaza, dikutip dari laman Japan Today, Kamis  (30/5/2024).

Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari sebelumnya yang hanya 1.000 visa, kata Kementerian Imigrasi Kanada dalam sebuah pernyataan.

"Meskipun pergerakan keluar dari Gaza saat ini tidak memungkinkan, situasinya dapat berubah sewaktu-waktu. Dengan peningkatan batas ini, kami akan siap membantu lebih banyak orang seiring dengan perkembangan situasi," kata Menteri Imigrasi Kanada Marc Miller.

Faktanya, bagi masyarakat yang ingin meninggalkan Gaza sangatlah sulit dan bergantung pada persetujuan Israel.

Dalam salah satu serangan terbarunya, serangan udara Israel memicu kebakaran besar yang menewaskan 45 orang di sebuah kamp tenda di kota Rafah, Gaza. Hal ini lantas memicu protes dari para pemimpin global.

Kanada telah membagikan nama-nama penduduk Gaza yang telah melewati pemeriksaan awal kepada otoritas setempat untuk menjamin keluarnya mereka.

Juru Bicara Kementerian Imigrasi Kanada mengatakan, 448 warga Gaza telah diberikan visa sementara, termasuk 254 orang berdasarkan kebijakan publik, dan 41 orang telah tiba di Kanada sejauh ini.

Serangan Israel ke Rafah Hantam Kamp Pengungsi

Serangan Udara Israel Gempur Jalur Gaza
Bola api terlihat setelah serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza, Palestina, Minggu (23/2/2020). Selain di Jalur Gaza, pasukan Israel juga melancarkan serangannya ke Damaskus di Suriah. (SAID KHATIB/AFP)

Petugas kesehatan Palestina mengatakan serangan udara Israel di Kota Rafah, Gaza selatan, menewaskan sedikitnya puluhan orang pada Minggu (26/5/2024). Serangan itu menghantam tenda-tenda pengungsi, sementara banyak lainnya terjebak dalam puing-puing yang terbakar.

Otoritas Kesehatan Jalur Gaza mengatakan perempuan dan anak-anak merupakan korban terbanyak yang tewas dan puluhan lainnya terluka.

Serangan pada Minggu terjadi dua hari setelah Mahkamah Internasional (ICC) memerintahkan Israel mengakhiri serangan militernya di Rafah, di mana lebih dari separuh dari 2,3 juta penduduk Jalur Gaza mencari perlindungan sebelum kota itu diserang Israel awal bulan ini. Puluhan ribu orang masih berada di wilayah tersebut, sementara banyak lainnya telah mengungsi.

Rekaman dari lokasi serangan udara menunjukkan kerusakan parah. Tentara Israel mengonfirmasi serangan tersebut dan mengatakan bahwa serangan itu mengenai instalasi Hamas dan menewaskan dua militan senior Hamas. Mereka mengaku sedang menyelidiki laporan bahwa warga sipil terdampak.

"Menteri Pertahanan (Israel) Yoav Gallant berada di Rafah pada hari Minggu dan diberi pengarahan tentang pendalaman operasi di sana," sebut pernyataan Kementerian Pertahanan Israel, seperti dilansir kantor berita AP, Senin (27/5).

Seorang juru bicara Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan jumlah korban tewas kemungkinan akan meningkat karena upaya pencarian dan penyelamatan terus berlanjut di lingkungan Tel al-Sultan di Rafah. Sumber yang sama menegaskan bahwa lokasi tersebut telah ditetapkan oleh Israel sebagai "kawasan kemanusiaan", yang tidak termasuk dalam wilayah yang mereka perintahkan untuk "dikosongkan" pada awal bulan ini.

Bantuan Masuk tapi Tetap Belum Jelas Distribusinya

Potret Anak-anak dan Pengungsi Palestina Rela Antre untuk Dapatkan Makanan Berbuka Puasa
Anak-anak menunggu sambil memegang panci kosong bersama pengungsi Palestina lainnya untuk mendapatkan makanan menjelang berbuka puasa selama bulan suci Ramadhan, di Rafah di Jalur Gaza Selatan pada 16 Maret 2024. (SAID KHATIB/AFP)

Serangan udara tersebut dilaporkan terjadi beberapa jam setelah Hamas menembakkan rentetan roket dari Jalur Gaza yang membunyikan sirene serangan udara hingga Tel Aviv untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir.

Tidak ada laporan mengenai korban jiwa dalam serangan roket jarak jauh pertama dari Jalur Gaza sejak Januari. Sayap militer Hamas mengaku bertanggung jawab.

Militer Israel mengatakan delapan proyektil melintasi Israel setelah diluncurkan dari Rafah dan sejumlah dicegat, serta peluncurnya hancur.

Sebelumnya pada hari Minggu, militer Israel mengklaim 126 truk bantuan masuk melalui persimpangan Kerem Shalom.

Namun, belum jelas apakah kelompok kemanusiaan dapat mengakses bantuan tersebut – termasuk pasokan medis – mengingat adanya pertempuran. Penyeberangan tersebut sebagian besar tidak dapat diakses karena serangan Israel di Rafah. Badan-badan PBB mengatakan biasanya terlalu berbahaya untuk mengambil kembali bantuan tersebut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan lalu Kembali memperingatkan bahwa perluasan serangan Israel di Rafah akan menimbulkan dampak bencana.

"Dengan operasi kemanusiaan yang hampir gagal, Sekjen PBB (Antonio Guterres) menekankan bahwa pemerintah Israel harus memfasilitasi pengambilan dan pengiriman pasokan kemanusiaan yang aman dari Mesir yang memasuki Kerem Shalom," kata juru bicara Guterres.

Mesir menolak membuka kembali sisi penyeberangan Rafah sampai kendali atas sisi Jalur Gaza diserahkan kembali ke Palestina. Mereka setuju untuk mengalihkan sementara lalu lintas melalui Kerem Shalom, terminal kargo utama Jalur Gaza, setelah adanya pembicaraan telepon antara Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi.

Israel merebut kendali perbatasan Rafah di sisi Jalur Gaza pada awal bulan ini.

Infografis DK PBB Loloskan Resolusi Gencatan Senjata di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis DK PBB Loloskan Resolusi Gencatan Senjata di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya