Liputan6.com, Gaza - Hamas mengatakan kepada para mediator bahwa mereka akan memboikot perundingan gencatan senjata bila Israel terus mengepung Jalur Gaza.
"Gerakan Hamas dan faksi-faksi Palestina tidak akan ambil bagian dari kebijakan ini dengan melanjutkan perundingan sehubungan dengan agresi, pembunuhan, pengepungan, kelaparan, dan genosida terhadap rakyat kami," kata Hamas dalam pernyataannya pada hari Kamis (30/5/2024), seperti dilansir Middle East Eye, Jumat (31/5).
Baca Juga
"Hari ini, kami memberi tahu para mediator tentang posisi jelas kami bahwa jika pendudukan menghentikan perang dan agresi terhadap rakyat kami di Jalur Gaza, kami siap mencapai kesepakatan lengkap yang mencakup kesepakatan pertukaran komprehensif."
Advertisement
Pernyataan Hamas muncul beberapa hari setelah Israel mengatakan pihaknya bersiap untuk terus melancarkan perang di Jalur Gaza selama tujuh bulan ke depan dan merebut Koridor Philadelphia, sebuah jalur strategis antara Jalur Gaza dan Mesir.
Sebelumnya, Middle East Eye melaporkan bahwa Hamas mengakhiri perundingan gencatan senjata dengan Israel kecuali mereka menarik diri dari Rafah dan membuka kembali penyeberangan Rafah.
Negosiasi gencatan senjata terhenti sejak 6 Mei, ketika Hamas menyetujui proposal yang diajukan Mesir dan Qatar. Israel menolak proposal tersebut dan malam itu juga melancarkan invasi ke Rafah, kota di mana sekitar 1,5 juta warga Palestina berlindung.
Nasib perundingan tersebut menjadi bahan perdebatan setelah CNN melaporkan bahwa seorang pejabat intelijen Mesir telah secara diam-diam mengubah ketentuan proposal tersebut, mengejutkan para perunding, termasuk Amerika Serikat (AS), dan menyebabkan Israel menolak perjanjian tersebut.
Namun, Middle East Eye melaporkan pada hari Kamis bahwa direktur CIA Bill Burns, yang memimpin mediasi di pihak AS, menyetujui proposal yang diterima Hamas sebelum diajukan ke pejabat Israel.
Hamas Fleksibel soal Pemerintahan Pasca Perang?
Pembicaraan mengenai gencatan senjata seharusnya dilanjutkan pekan ini, namun pembantaian Israel di kamp pengungsi Tel al-Sultan di Rafah pada hari Minggu (26/5), yang menewaskan sedikitnya 45 orang, mengubah pendirian Hamas.
Serangan Israel itu terjadi hanya dua hari setelah Mahkamah Internasional (ICJ) memerintahkan Israel menghentikan serangannya ke Rafah.
Menurut sejumlah sumber yang dekat dengan Hamas, kelompok tersebut ingin AS memberikan tekanan pada Israel agar menyetujui kesepakatan yang akan mengarah pada pertukaran sandera dan gencatan senjata.
Kelompok ini juga telah menunjukkan "fleksibilitas" mengenai pemerintahan masa depan Jalur Gaza, kata seorang sumber senior Palestina yang mengetahui kebijakan Hamas kepada Middle East Eye. Sumber yang sama mencatat bahwa tuntutan utama kelompok tersebut adalah agar pemerintahan pasca perang diselesaikan di antara faksi-faksi Palestina dan tidak dipaksakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, baik AS atau Israel.
Advertisement