Kisah Beruntung Bocah Israel 4 Tahun: Pecahkan Guci Usia 3.500 Tahun di Museum tapi Dimaafkan

Tidak sedikit kasus serupa menuntut ganti rugi dengan jumlah fantastis.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 31 Agu 2024, 20:44 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2024, 20:44 WIB
Penampakan kondisi guci langka berusia 3.500 tahun di Museum Hecht, Israel, yang dijatuhkan oleh seorang bocah laki-laki pada Jumat (23/8/2024).
Penampakan kondisi guci langka berusia 3.500 tahun di Museum Hecht, Israel, yang dijatuhkan oleh seorang bocah laki-laki pada Jumat (23/8/2024). (Dok. Staf Hecht Museum via AP)

Liputan6.com, Tel Aviv - Seorang bocah laki-laki berusia 4 tahun yang secara tidak sengaja memecahkan guci langka berusia 3.500 tahun di sebuah museum di Israel sungguh beruntung. Pasalnya, dia "dimaafkan" dan bahkan diundang kembali ke museum itu.

Alex Geller, ayah anak laki-laki itu, mengatakan putranya — yang termuda dari tiga bersaudara — penuh rasa ingin tahu dan saat dirinya mendengar bunyi benda jatuh pada Jumat (23/8/2024), dia pun bergumam, "Tolong jangan biarkan itu terjadi pada anakku".

"Dia bukan anak yang biasanya menghancurkan barang, dia hanya ingin melihat apa yang ada di dalamnya," kata Geller seperti dilansir kantor berita AP, Sabtu (31/8).

Direktur Museum Hecht, yang terkait dengan Universitas Haifa di Israel utara, Inbar Rivlin menjelaskan bahwa guci dari Zaman Perunggu itu adalah salah satu dari banyak artefak yang dipamerkan di tempat terbuka sebagai bagian dari visi museum untuk membiarkan pengunjung menjelajahi sejarah tanpa penghalang kaca.

Guci itu dipajang di pintu masuk museum dan setelah peristiwa guci jatuh, keluarga Geller pun segera pergi tanpa menyelesaikan kunjungan mereka.

Rivlin kemudian menyatakan ingin memanfaatkan musibah ini untuk memberi edukasi soal restorasi artefak. Dia juga ingin memastikan bahwa keluarga Geller merasa diterima kembali di Museum Hecht.

Dengan menggunakan teknologi 3D dan video beresolusi tinggi, para ahli berencana menyelesaikan restorasi dalam hitungan hari. Guci itu dapat dipajang kembali paling cepat pekan depan.

"Itulah yang sebenarnya menarik bagi anak-anak saya yang lebih tua, proses bagaimana mereka merestorasinya, dan semua teknologi yang mereka gunakan di sana," kata Geller.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Bagian dari Liburan Musim Panas

Geller dan keluarganya tinggal di Kota Nahariya di Israel utara, hanya beberapa kilometer di selatan perbatasan dengan Lebanon, daerah yang telah menjadi sasaran tembakan roket Hizbullah selama lebih dari 10 bulan dalam konflik yang terkait dengan perang di Jalur Gaza.

"Kami menghabiskan liburan musim panas dengan mengunjungi museum dan melakukan perjalanan sehari di sekitar Israel untuk menghindari ketegangan," tutur Geller.

Ada banyak anak-anak di museum hari itu dan ketika Geller menyadari apa yang disebabkan putranya, dia sangat terkejut.

"Istri saya merespons lebih cepat dari saya, dia meraih putra kami untuk membawanya keluar dan menenangkannya serta menjelaskan bahwa apa yang telah terjadi tidak baik," ungkap Geller.

Dia lantas pergi ke petugas keamanan untuk memberi tahu mereka apa yang telah terjadi dengan harapan bahwa itu adalah model dan bukan artefak sungguhan.

"Kami bilang, kalau kami perlu membayar, kami akan membayar berapa pun yang akan kami bayar. Namun, mereka menelepon dan mengatakan bahwa guci tersebut diasuransikan dan setelah mereka memeriksa kamera dan melihat bahwa itu bukan vandalisme, mereka mengundang kami kembali."


Kata Ahli Restorasi

Guci, yang telah dipajang di museum selama 35 tahun, adalah satu-satunya wadah dengan ukuran dan zamannya yang masih lengkap saat ditemukan. Kemungkinan besar digunakan untuk menyimpan anggur atau minyak, dan sudah ada sejak tahun 2200 hingga 1500 SM.

Roee Shafir, seorang ahli restorasi di museum tersebut, menjelaskan bahwa proses perbaikan guci akan cukup mudah karena pecahan-pecahannya berasal dari satu guci yang utuh. Para arkeolog sering kali menghadapi tugas yang lebih berat, yaitu memilah-milah tumpukan pecahan dari beberapa objek dan mencoba menyatukannya.

Dia memaparkan bahwa restorasi akan memakan waktu beberapa hari karena mereka menggunakan lem khusus untuk menyambungkan beberapa bagian saja dalam satu waktu. Proses ini akan didokumentasikan untuk tujuan edukasi.

Bagaimanapun, Shafir mengatakan dia tetap ingin agar artefak-artefak dapat diakses publik, sekalipun terjadi "kecelakaan". Dia meyakini penting bagi pengunjung untuk menyentuh artefak karena hal itu dapat menginspirasi minat yang lebih dalam terhadap sejarah dan arkeologi.

"Saya suka orang-orang menyentuh. Jangan sampai rusak, tetapi menyentuh sesuatu itu penting," imbuhnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya