Serang Pasukan Penjaga Perdamaian di Lebanon, Israel Melanggar Hukum Internasional dan Resolusi DK PBB

Dua hari berturut-turut, Israel menyerang pasukan penjaga perdamaian di Lebanon dan dunia hanya bisa mengutuk.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 12 Okt 2024, 20:14 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2024, 20:14 WIB
Ilustrasi pasukan penjaga perdamaian PBB.
Ilustrasi pasukan penjaga perdamaian PBB. (Marco Dormino/AP)

Liputan6.com, Beirut - Israel kembali berulah. Kali ini, militer Israel menembaki pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL) dua kali dalam waktu kurang dari 48 jam.

Yang perlu digarisbawahi adalah Israel merupakan anggota PBB dan selama ini hampir tidak pernah terdengar kabar negara anggota PBB membidik pasukan penjaga perdamaian PBB.

Apa yang terjadi?

Pada Kamis (10/10/2024) pagi, pasukan Israel dengan tank Merkava menembaki menara observasi UNIFIL di Naqoura, kota kecil di daerah perbatasan di Lebanon selatan tempat UNIFIL bermarkas sejak 1978.

Dua pasukan penjaga perdamaian PBB asal Indonesia terkena tembakan langsung, menyebabkan mereka jatuh.

"Kali ini, luka-lukanya tidak serius, namun mereka masih dirawat di rumah sakit," demikian pernyataan PBB yang dikeluarkan pada Kamis, seperti dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (12/10).

Pernyataan tersebut menambahkan bahwa pada hari Rabu (9/10), tentara Israel telah dengan sengaja menembaki dan menonaktifkan kamera pemantau di markas besar UNIFIL.

Pada hari Jumat (11/10), UNIFIL merilis pernyataan kedua yang mengatakan dua pasukan penjaga perdamaian PBB lainnya asal Sri Lanka terluka ketika dua ledakan terjadi di dekat menara observasi yang sama. Satu orang dibawa untuk dirawat di sebuah rumah sakit di Kota Tyre, Lebanon, sementara yang lainnya dirawat di Naqoura.

Serangan Israel dikutuk oleh anggota masyarakat internasional, termasuk Indonesia, Italia, Prancis, Spanyol, Irlandia, Turki, Uni Eropa, dan Kanada.

Apa itu UNIFIL?

UNIFIL adalah pasukan penjaga perdamaian di Lebanon yang awalnya dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB pada bulan Maret 1978 setelah Israel pertama kali menginvasi Lebanon dalam apa yang kemudian dikenal sebagai Konflik Lebanon Selatan.

Pada tahun 1978, Israel mengerahkan pasukannya di sepanjang perbatasan dengan Lebanon setelah anggota Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) memasuki Israel dari Lebanon melalui laut.

UNIFIL didirikan untuk mengawasi penarikan pasukan Israel dari Lebanon dan memulihkan perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut.

Setelah perang 34 hari di Lebanon antara Hizbullah dan Israel pada tahun 2006, yang menewaskan 1.100 warga Lebanon, mandat UNIFIL diperluas untuk memantau penghentian permusuhan dan mendukung angkatan bersenjata Lebanon yang dikerahkan di seluruh Lebanon selatan.

Hingga 2 September, 10.058 tentara UNIFIL dikerahkan di Lebanon - jumlahnya dilaporkan bertambah menyusul serangan kedua Israel. Mereka berasal dari 50 negara.

Jumlah terbesar pasukan penjaga perdamaian UNIFIL – 1.231 – berasal dari Indonesia. Italia, India, Nepal, dan China juga menyumbangkan sejumlah besar tentara untuk pasukan penjaga perdamaian PBB.

Kejahatan Perang

Pasukan Sementara PBB di Lebanon
Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL) meningkatkan patroli pasca rerangan Israel di Lebanon. (JOSEPH EID/AFP)

Dari tahun 1948 hingga akhir Agustus 2024, tercatat 4.398 pasukan penjaga perdamaian PBB yang menjalankan misi di seluruh dunia tewas.

Menurut data PBB yang dilansir Al Jazeera, dari jumlah kematian tersebut, 1.629 disebabkan oleh penyakit, 1.406 disebabkan oleh kecelakaan, 1.130 oleh tindakan jahat, dan 233 disebabkan oleh alasan lain.

UNIFIL tercatat paling banyak menelan korban. Selama 46 tahun, 337 prajurit UNIFIL tewas disusul oleh Misi Stabilisasi Terpadu Multidimensi PBB di Mali (MINUSMA), yang telah menelan korban sebanyak 311 orang.

Jumlah kematian pasukan penjaga perdamaian PBB tertinggi dalam satu tahun terjadi pada tahun 1993, ketika 252 pasukan penjaga perdamaian PBB tewas selama menjalankan misi di Somalia, Bosnia dan Herzegovina, Kamboja, dan lokasi lainnya.

Pada tahun 2010, jumlah kematian tertinggi kedua terjadi ketika 173 pasukan penjaga perdamaian PBB tewas. Mereka termasuk tiga pasukan penjaga perdamaian dari Misi Uni Afrika-PBB di Darfur (UNAMID) selama konfrontasi dengan penyerang tak dikenal.

Pada tahun yang sama, 43 anggota Misi Stabilisasi PBB di Haiti (MINUSTAH) tewas pada 12 Januari akibat gempa di Haiti. Sepuluh personel MINUSTAH lainnya tewas pada tahun 2010 akibat tindakan kekerasan.

Pada tahun 2017, PBB mengatakan bahwa serangan terhadap pasukan penjaga perdamaian PBB di Republik Demokratik Kongo diduga dilakukan oleh kelompok bersenjata Pasukan Demokratik Sekutu. Serangan itu menewaskan 14 pasukan penjaga perdamaian PBB asal Tanzania dan melukai 44 lainnya.

Menurut para pengamat, penargetan yang disengaja terhadap misi PBB merupakan kejahatan perang.

"Berdasarkan hukum perang, personel PBB yang terlibat dalam operasi penjaga perdamaian, termasuk anggota bersenjata, adalah warga sipil dan serangan yang disengaja terhadap mereka dan fasilitas penjaga perdamaian adalah melanggar hukum dan merupakan kejahatan perang," demikian penjelasan laporan dari Human Rights Watch (HRW).

HRW mengutip Pasal 8(2)(b)(iii) Statuta Roma, yang membentuk Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag. Statuta tersebut mencantumkan penargetan yang disengaja terhadap misi kemanusiaan dan penjaga perdamaian sebagai kejahatan perang.

Setelah serangan Israel ke markas besar UNIFIL, PBB menyatakan itu tidak hanya melanggar hukum internasional, "Ini adalah perkembangan yang serius dan UNIFIL menegaskan kembali bahwa keselamatan dan keamanan personel dan properti PBB harus dijamin serta keamanan tempat-tempat PBB harus dihormati setiap saat."

"Setiap serangan yang disengaja terhadap pasukan penjaga perdamaian merupakan pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 (2006)."

Bukan Hal Baru

Pasukan Sementara PBB di Lebanon
Kendaraan pengangkut personel Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL) berpatroli di dataran Lebanon selatan di wilayah Khiam di perbatasan dengan Israel pada 10 Oktober 2023. (JOSEPH EID/AFP)

Analis militer Elijah Magnier menuturkan kepada Al Jazeera bahwa insiden baru-baru ini bukanlah pertama kalinya UNIFIL diserang oleh Israel.

Pada tahun 1987, satu regu tank Israel menembaki sebuah desa tempat pos komando UNIFIL berada, menewaskan seorang penjaga perdamaian PBB asal Irlandia.

Pada tahun 1996, Israel menembaki batalion Fiji UNIFIL di Qana, Lebanon selatan. Lebih dari 120 warga sipil Lebanon tewas dan sekitar 500 lainnya terluka. Empat pasukan PBB juga terluka.

Pada akhir November 2023, pasukan Israel menembaki patroli UNIFIL di dekat Aitaroun di Lebanon selatan, namun tidak ada pasukan penjaga perdamaian PBB yang terluka.

Magnier menerangkan, "Serangan baru-baru ini terjadi karena Israel perlu melewati posisi UNIFIL di Naqoura dan memulai invasi ke Lebanon. Poros ini sangat penting bagi tentara Israel."

Dia menambahkan bahwa sejumlah besar tentara Israel siap memasuki Lebanon.

Pasukan UNIFIL dapat diidentifikasi dengan jelas karena mereka mengenakan helm biru dan posisi mereka diketahui oleh militer Israel.

Seberapa Jarang Anggota PBB Menyerang Pasukan Penjaga Perdamaian PBB?

Sangat jarang anggota PBB menyerang pasukan penjaga perdamaian. Sebagian besar cedera dan kematian pasukan penjaga perdamaian PBB disebabkan oleh baku tembak yang melibatkan kelompok bersenjata atau kelompok pemberontak.

HRW melaporkan bahwa pada tahun 1994, 10 tentara Belgia dalam Misi Bantuan PBB untuk Rwanda (UNAMIR) dibunuh oleh tentara Rwanda, yang merupakan negara anggota PBB.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya