Ultimatum Hizbullah: Israel Harus Tarik Diri Sepenuhnya dari Lebanon Paling Lambat 18 Februari

Penyiar publik Israel mengatakan pada Rabu (12/2/2025), AS telah mengizinkan kehadiran pasukan Israel di Lebanon selatan untuk jangka panjang.

oleh Khairisa Ferida Diperbarui 18 Feb 2025, 08:02 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2025, 08:02 WIB
Pemimpin Hizbullah Naim Qassem.
Pemimpin Hizbullah Naim Qassem. (Dok. AP/Hussein Malla)... Selengkapnya

Liputan6.com, Beirut - Pemimpin Hizbullah mengatakan pada Minggu (16/2) bahwa pasukan Israel harus menarik diri sepenuhnya dari wilayah Lebanon pada batas waktu 18 Februari. Dia menegaskan Israel tidak memiliki alasan untuk mempertahankan kehadiran militernya di pos-pos di Lebanon selatan.

Di bawah gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS) pada November, pasukan Israel diberikan waktu 60 hari untuk menarik diri dari Lebanon selatan, tempat mereka telah melakukan serangan darat melawan Hizbullah sejak awal Oktober.

Batas waktu itu kemudian diperpanjang hingga 18 Februari. Namun, menurut sejumlah sumber kepada Reuters pekan lalu, militer Israel meminta agar tetap mempertahankan pasukan di lima pos di Lebanon selatan.

"Israel harus menarik diri sepenuhnya pada 18 Februari, tidak ada alasan, tidak ada lima pos atau hal lainnya ... ini adalah kesepakatan," ungkap Sekretaris Jenderal Hizbullah Naim Qassem dalam videonya yang ditayangkan di televisi, seperti dikutip dari Al Arabiya.

Qassem mengatakan bahwa setiap kehadiran militer Israel di tanah Lebanon setelah 18 Februari akan dianggap sebagai kekuatan pendudukan.

"Semua orang tahu bagaimana pendudukan diperlakukan," kata Qassem, tanpa secara eksplisit mengancam bahwa kelompoknya akan melanjutkan serangan terhadap Israel.

 

Permintaan Hizbullah

Naim Qassem.
Pemimpin Hizbullah Naim Qassem. (Dok. AP)... Selengkapnya

Selama siaran pidato Qassem, setidaknya tiga serangan udara Israel menghantam Lembah Bekaa di timur Lebanon. Militer Israel mengatakan serangan dilakukan setelah mereka mengidentifikasi aktivitas Hizbullah di situs-situs yang berisi peluncur roket dan senjata lainnya.

Qassem juga meminta pemerintah Lebanon mempertimbangkan kembali larangan penerbangan Iran mendarat di Beirut.

Pemerintah Lebanon melarang penerbangan tersebut mendarat hingga 18 Februari setelah Israel menuduh Iran menggunakan pesawat sipil untuk menyelundupkan uang ke Beirut untuk mempersenjatai Hizbullah.

Keputusan itu membuat puluhan warga Lebanon terdampar di Iran, di mana mereka sedang melakukan ziarah agama dan berencana kembali melalui maskapai Mahan Air milik Iran. Lebanon mengirim dua pesawatnya sendiri untuk menjemput mereka, namun Iran melarang pesawat tersebut mendarat di Teheran.

Hizbullah mengorganisir protes di luar bandara Beirut pada hari Sabtu, di mana para pendukungnya diterjang gas air mata oleh pasukan Lebanon.

Qassem menyebut larangan Lebanon terhadap pesawat Iran sebagai pelaksanaan perintah Israel.

"Biarkan pesawat itu mendarat dan kita akan lihat apa yang akan dilakukan Israel," imbuhnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya