Pada Kamis, 4 November 2010 lalu, insiden menegangkan terjadi di Batam. Tiba-tiba, warga mendengar suara ledakan. Beberapa saat kemudian, ditemukan serpihan pesawat di 17 titik di Batam Kota. Mengenai mobil, sejumlah bangunan, merusak atap SD 007 Eden Park Batam Center. Bahkan melukai guru dan muridnya.
Panik tak hanya terjadi di darat. Di angkasa, burung besi superjumbo Airbus milik maskapai Qantas rute Singapura-Sydney dengan nomor penerbangan QF32 berjuang untuk melakukan pendaratan darurat, kembali ke Bandara Changi Singapura, dengan kondisi satu mesin rusak.
Asap hitam menyembur dari badan pesawat itu saat menyentuh landasan. Untungnya, pukul 11.45 waktu Singapura, peswat berhasil mendarat, tanpa harus ada nyawa yang dikorbankan. Sebanyak 469 orang di dalamnya selamat.
Buntut insiden itu, seluruh pesawat Airbus A380 dilarang terbang sementara, termasuk 6 unit yang dimiliki Qantas.
Kini, hampir 3 tahun berlalu, bukti baru akhirnya terkuak. Lembaga pengawas transportasi Australia mengatakan, ledakan di tengah penerbangan di langit Indonesia disebabkan pipa penyalur bahan bakar tidak sesuai dengan spesifikasi desain.
Seperti dimuat News.com.au, Kamis (27/6/2013), Biro Keselamatan Transportasi Australia (ATSB), yang merilis laporan ketiga dan yang terakhir Kamis ini, menemukan bahwa pipa rintisan penyalur minyak ke mesin Nomor 2 tidak sesuai dengan spesifikasi desain.
Pipa yang ada dalam mesin-mesin Trent 900 A380, yang diproduksi oleh Rolls Royce Plc, terlalu tipis, karena mesin bor tak disesuaikan dengan spesifikasi yang diminta.
Pipa yang tipis itu retak di bawah tekanan, membuat bahan bakar bocor di tengah penerbangan. Kebakaran internal tak terelakkan.
Tak sampai di situ. Api memanaskan mesin, dan memisahkan cakram turbin bertekanan tinggi dari tempatnya.
Cakram-cakram yang kendur dan berputar amat cepat, merobek mesin pesawat, menghamburkan puingnya di atas Pulau Batam. Setelah kejadian, Rolls Royce telah melakukan sejumlah tindakan untuk mengkaji kejadian ini.
Sementara, laporan ATSB juga membebaskan awak pesawat dari beban kesalahan. Menyebut, kru telah melakukan yang semestinya, dalam kondisi gagal sistem, dan kemudian dengan aman mendarat di Bandara Changi.
Tidak ada yang terluka secara fisik, tetapi sekelompok anggota awak QF32 telah melayangkan gugatan class action terhadap Rolls Royce Holdings Plc di Mahkamah Agung New South Wales, mengklaim menjadi korban trauma psikologis.
Tanggapan Qantas
Sementara, seorang juru bicara Qantas mengaku, pihaknya menyambut baik rilis terakhir ATSB.
"Laporan ini sekali lagi menggarisbawahi ketenangan dan tindakan terampil kru Qantas yang berhasil mengembalikan pesawat dan penumpangnya dengan selamat ke Singapura."
Dia menambahkan, setelah kejadian, pihaknya tak menerbangkan armada A38, sampai mereka 100 persen yakin, pesawat itu aman diterbangkan.
"Ini merupakan peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dan sebagai mana ditegaskan dalam laporan , semua langkah yang mungkin telah diambil untuk memastikan bahwa hal itu tidak pernah terjadi lagi." (Ein/Mut)
Panik tak hanya terjadi di darat. Di angkasa, burung besi superjumbo Airbus milik maskapai Qantas rute Singapura-Sydney dengan nomor penerbangan QF32 berjuang untuk melakukan pendaratan darurat, kembali ke Bandara Changi Singapura, dengan kondisi satu mesin rusak.
Asap hitam menyembur dari badan pesawat itu saat menyentuh landasan. Untungnya, pukul 11.45 waktu Singapura, peswat berhasil mendarat, tanpa harus ada nyawa yang dikorbankan. Sebanyak 469 orang di dalamnya selamat.
Buntut insiden itu, seluruh pesawat Airbus A380 dilarang terbang sementara, termasuk 6 unit yang dimiliki Qantas.
Kini, hampir 3 tahun berlalu, bukti baru akhirnya terkuak. Lembaga pengawas transportasi Australia mengatakan, ledakan di tengah penerbangan di langit Indonesia disebabkan pipa penyalur bahan bakar tidak sesuai dengan spesifikasi desain.
Seperti dimuat News.com.au, Kamis (27/6/2013), Biro Keselamatan Transportasi Australia (ATSB), yang merilis laporan ketiga dan yang terakhir Kamis ini, menemukan bahwa pipa rintisan penyalur minyak ke mesin Nomor 2 tidak sesuai dengan spesifikasi desain.
Pipa yang ada dalam mesin-mesin Trent 900 A380, yang diproduksi oleh Rolls Royce Plc, terlalu tipis, karena mesin bor tak disesuaikan dengan spesifikasi yang diminta.
Pipa yang tipis itu retak di bawah tekanan, membuat bahan bakar bocor di tengah penerbangan. Kebakaran internal tak terelakkan.
Tak sampai di situ. Api memanaskan mesin, dan memisahkan cakram turbin bertekanan tinggi dari tempatnya.
Cakram-cakram yang kendur dan berputar amat cepat, merobek mesin pesawat, menghamburkan puingnya di atas Pulau Batam. Setelah kejadian, Rolls Royce telah melakukan sejumlah tindakan untuk mengkaji kejadian ini.
Sementara, laporan ATSB juga membebaskan awak pesawat dari beban kesalahan. Menyebut, kru telah melakukan yang semestinya, dalam kondisi gagal sistem, dan kemudian dengan aman mendarat di Bandara Changi.
Tidak ada yang terluka secara fisik, tetapi sekelompok anggota awak QF32 telah melayangkan gugatan class action terhadap Rolls Royce Holdings Plc di Mahkamah Agung New South Wales, mengklaim menjadi korban trauma psikologis.
Tanggapan Qantas
Sementara, seorang juru bicara Qantas mengaku, pihaknya menyambut baik rilis terakhir ATSB.
"Laporan ini sekali lagi menggarisbawahi ketenangan dan tindakan terampil kru Qantas yang berhasil mengembalikan pesawat dan penumpangnya dengan selamat ke Singapura."
Dia menambahkan, setelah kejadian, pihaknya tak menerbangkan armada A38, sampai mereka 100 persen yakin, pesawat itu aman diterbangkan.
"Ini merupakan peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dan sebagai mana ditegaskan dalam laporan , semua langkah yang mungkin telah diambil untuk memastikan bahwa hal itu tidak pernah terjadi lagi." (Ein/Mut)