Pesawat Boeing 777 milik maskapai Korea Selatan, Asiana Airlines celaka di Bandara Internasional San Francisco, Amerika Serikat. Burung besi itu terhempas di ujung landasan.
Sementara di dalam pesawat, suasana di dalam kabin Penerbangan 214 luar biasa kacau. Ketika jet hancur itu terisi dengan asap, 2 perosotan karet justru mengembang di dalam kabin, alih-alih ke luar, bahkan menjepit 2 pramugari ke lantai.
Manajer kabin, Lee Yoon-hye adalah orang terakhir yang meninggalkan pesawat yang terbakar. Ia mengambarkan bagaimana kru mengempeskan perosotan itu dengan kampak, untuk menyelamatkan rekan-rekannya yang terhimpit.
Lee juga mendeskripsikan beberapa momentum dramatis dalam evakuasi luar biasa itu. Yang berhasil menyelamatkan 305 dari 307 orang yang saat itu berada di pesawat.
Salah satunya, ketika seorang pramugrari menggendong seorang bocah yang ketakutan di punggungnya, lalu meluncur di atas perosotan. "Seorang pilot yang menolong pramugari yang terluka di dalam pesawat, saat semua penumpang telah dievakuasi," kata dia seperti dimuat News.com.au, Selasa (9/7/2013).
Lee bekerja keras memadamkan api, mengantar penumpang ke tempat aman, dan berdiri dalam jumpa pers di sebuah hotel di San Francisco -- dalam kondisi tulang ekor patah. Ia mengaku tak menyadari cedera yang ia alami, hingga dokter dari rumah sakit setempat yang merawatnya memberitahukan soal cederanya itu.
Lee (40), yang hampir 20 tahun mengabdi di Asiana mengaku, beberapa detik sebelum kecelakaan terjadi, ia sudah merasa ada yang tak beres dengan pesawatnya.
"Sesaat sebelum menyentuh landasan, aku merasa pesawat mencoba terbang kembali. Saat itu aku berpikir, 'apa yang terjadi?' Lalu, aku merasakan benturan," kata Lee.
"Benturan itu jauh lebih keras dari pendaratan normal, sangat mengejutkan. Setelah itu, kejutan yang lebih besar terjadi, pesawat berayun ke kiri, lalu ke kanan," kata Lee.
Setelah pesawat jatuh berdebam, kapten memerintahkan evakuasi. Dan Lee tahu apa yang harus ia lakukan. "Aku sama sekali tak sempat berpikir, tubuhku secara otomatis melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk evakuasi," kata dia. "Aku hanya berpikir bagaimana menyelamatkan penumpang lain."
Ketika melihat pesawat terbakar setelah kecelakaan, Lee mengaku tak panik. "Aku hanya bergerak untuk melakukan prosedur penyelamatan secepatnya. Aku tak punya waktu untuk khawatir kobaran api bakal menyakitiku."
Lee adalah orang terakhir yang tertinggal di pesawat, saat itu ia mencoba mendekati bagian ekor pesawat. Namun, ia terhalang asap hitam beracun. "Sepertinya langit-langit pesawat ambrol."
Sementara, pihak koroner San Mateo, Robert Foucrault mengatakan, dua orang tewas dalam kecelakaan tersebut. Keduanya siswi 16 tahun asal China.
Sebaliknya, lebih dari sepertiga orang yang ada di dalam pesawat tak perlu menjalani perawatan rumah sakit. Hanya segelintir yang cedera parah.
Kepala pemadam kebakaran San Francisco, Joanne Hayes-White memuji Lee yang sempat ia ajak bicara usai evakuasi.
"Ia pergi setelah memastikan memastikan semua orang pergi dari pesawat yang terbakar. Lee seorang pahlawan," kata dia. (Ein/Sss)
Sementara di dalam pesawat, suasana di dalam kabin Penerbangan 214 luar biasa kacau. Ketika jet hancur itu terisi dengan asap, 2 perosotan karet justru mengembang di dalam kabin, alih-alih ke luar, bahkan menjepit 2 pramugari ke lantai.
Manajer kabin, Lee Yoon-hye adalah orang terakhir yang meninggalkan pesawat yang terbakar. Ia mengambarkan bagaimana kru mengempeskan perosotan itu dengan kampak, untuk menyelamatkan rekan-rekannya yang terhimpit.
Lee juga mendeskripsikan beberapa momentum dramatis dalam evakuasi luar biasa itu. Yang berhasil menyelamatkan 305 dari 307 orang yang saat itu berada di pesawat.
Salah satunya, ketika seorang pramugrari menggendong seorang bocah yang ketakutan di punggungnya, lalu meluncur di atas perosotan. "Seorang pilot yang menolong pramugari yang terluka di dalam pesawat, saat semua penumpang telah dievakuasi," kata dia seperti dimuat News.com.au, Selasa (9/7/2013).
Lee bekerja keras memadamkan api, mengantar penumpang ke tempat aman, dan berdiri dalam jumpa pers di sebuah hotel di San Francisco -- dalam kondisi tulang ekor patah. Ia mengaku tak menyadari cedera yang ia alami, hingga dokter dari rumah sakit setempat yang merawatnya memberitahukan soal cederanya itu.
Lee (40), yang hampir 20 tahun mengabdi di Asiana mengaku, beberapa detik sebelum kecelakaan terjadi, ia sudah merasa ada yang tak beres dengan pesawatnya.
"Sesaat sebelum menyentuh landasan, aku merasa pesawat mencoba terbang kembali. Saat itu aku berpikir, 'apa yang terjadi?' Lalu, aku merasakan benturan," kata Lee.
"Benturan itu jauh lebih keras dari pendaratan normal, sangat mengejutkan. Setelah itu, kejutan yang lebih besar terjadi, pesawat berayun ke kiri, lalu ke kanan," kata Lee.
Setelah pesawat jatuh berdebam, kapten memerintahkan evakuasi. Dan Lee tahu apa yang harus ia lakukan. "Aku sama sekali tak sempat berpikir, tubuhku secara otomatis melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk evakuasi," kata dia. "Aku hanya berpikir bagaimana menyelamatkan penumpang lain."
Ketika melihat pesawat terbakar setelah kecelakaan, Lee mengaku tak panik. "Aku hanya bergerak untuk melakukan prosedur penyelamatan secepatnya. Aku tak punya waktu untuk khawatir kobaran api bakal menyakitiku."
Lee adalah orang terakhir yang tertinggal di pesawat, saat itu ia mencoba mendekati bagian ekor pesawat. Namun, ia terhalang asap hitam beracun. "Sepertinya langit-langit pesawat ambrol."
Sementara, pihak koroner San Mateo, Robert Foucrault mengatakan, dua orang tewas dalam kecelakaan tersebut. Keduanya siswi 16 tahun asal China.
Sebaliknya, lebih dari sepertiga orang yang ada di dalam pesawat tak perlu menjalani perawatan rumah sakit. Hanya segelintir yang cedera parah.
Kepala pemadam kebakaran San Francisco, Joanne Hayes-White memuji Lee yang sempat ia ajak bicara usai evakuasi.
"Ia pergi setelah memastikan memastikan semua orang pergi dari pesawat yang terbakar. Lee seorang pahlawan," kata dia. (Ein/Sss)