Liputan6.com, Jakarta Sampai detik ini Indonesia menjadi salah satu negara yang belum juga mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau. Sejumlah pihak berpendapat, kalau Indonesia sampai mengaksesi FCTC, sama saja dengan menutup pintu rezeki para petani tembakau.
Jelas, pendapat itu dianggap oleh Dr. Imam Prasodjo sebagai bualan saja. Fakta yang ada, justru petani tembakau menghasilkan pendapatan yang tidak sepadan, sama halnya dengan petani cokelat.
"Sudah jelas-jelas yang diuntungkan itu pemiliknya. Lihat saja faktanya. Orang terkaya di Indonesia, didominasi oleh pemilik produsen rokok. Sedangkan petani tembakaunya, nasibnya tak beda jauh dari petani cokelat," kata pria yang dikenal sebagai Sosiolog dan Pengajar dari Universitas Indonesia, dalam diskusi media mengupas tentang mitos-mitos Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) bersama Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), di Bakoel Coffie, Cikini, Jakarta, Kamis (19/6/2014)
Menurut Imam, kontroversi terkait FCTC tidak akan pernah usai. Selalu saja ada pihak yang pro dan kontra terhadap kasus ini. Padahal, sudah jelas disebutkan, FCTC bukan untuk melarang produsen rokok menjajakan dagangannya, melainkan untuk mengontrol kesehatan para masyarakat di Indonesia.
"Sekarang ini jumlah perokok itu sangat besar. 3 per 4 dari pria berusia dewasa adalah perokok aktif. Sedangkan pada wanita, 7 persen di antaranya adalah perokok," kata Imam.
Bila FCTC ini tidak segera diaksesi, yang ditakutkan ke depannya, akan semakin banyak jumlah perokok di Indonesia. Tidak hanya pria dan wanita dewasa saja yang merokok, anak-anak kecil dan remaja pun dikhawatirkan akan melakukan hal yang sama.
"Kalau tidak segera dilakukan, tidak menutup kemungkinan, kita akan menjumpai para wanita hamil tengah menyusui atau tengah mengandung asyik mengisap rokoknya. Tidak mau dong hal seperti ini terjadi?," kata Imam menekankan.
Kontroversi FCTC, Yang Kaya Justru Pengusaha Rokok Bukan Petani
Sejumlah pihak berpendapat, kalau Indonesia sampai mengaksesi FCTC, sama saja dengan menutup pintu rezeki para petani tembakau.
diperbarui 19 Jun 2014, 22:00 WIBDiterbitkan 19 Jun 2014, 22:00 WIB
Sejumlah pekerja menyelesaikan proses pelintingan rokok di pabrik rokok PT. Djarum, Kudus, Jateng, Selasa (8/4). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Lewat Active Day 2024, BCA-AIA Ajak Masyarakat Wujudkan Gaya Hidup Sehat dan Terproteksi
Ultah ke-17 TOPGOLF dengan Par-Tee Ment, Gabungkan Fun dan Mewahnya Dunia Golf
Cukai Rokok 2025 Tak Naik, Serikat Pekerja Bilang Begini
Spesifikasi Tecno Spark Go 1 dan Spark 30C, HP Rp 900 Ribuan yang Tahan Banting
7 Variasi Resep Perkedel Kentang Simpel yang Dijamin Anti Hancur
Caretaker Timnas Inggris Kembali Abaikan Bek Mahal Manchester United, Bukan Soal Performa
Wamenlu Pahala Mansury: 4 Sektor Potensial Jadi Sumber Investasi Indonesia dengan Negara Asia Selatan dan Tengah
Live Streaming WTA: 1000 Wuhan Open 2024 Day 1 di Vidio
Omongan Kontroversi Dharma Pongrekun soal COVID-19, Apakah Benar Ada Agenda Asing di Baliknya?
4 Desa di Blora Terpilih Jadi Desa Inklusif, Semua Orang Diajak Membangun Desa
Live Streaming WTA: 1000 Wuhan Open 2024 di Vidio
Tubagus Joddy Sopir Vanessa Angel Diajak Kerja Raffi Ahmad: Kamu Harus Lanjutkan Hidup