400 Ribu Lebih, Orang Sakit Jiwa di Indonesia

Angka rata-rata gangguan jiwa berat seperti skizofreania sebesar 0,17 persen atau sekitar 400.000 orang.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 09 Okt 2014, 13:30 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2014, 13:30 WIB
Orang Sakit Jiwa di Indonesia Capai 400 Ribu Lebih
Angka rata-rata gangguan jiwa berat seperti skizofreania sebesar 0,17 persen atau sekitar 400.000 orang.

Liputan6.com, Jakarta Meski sakit, penderita gangguan jiwa tetaplah manusia, makhluk Tuhan yang paling mulia. Sayang, banyak anggota masyarakat yang masih memperlakukan mereka secara tidak adil. Di Indonesia, data Riskesdas 2013 menunjukkan angka rata-rata gangguan jiwa berat seperti skizofrenia sebesar 0,17 persen atau sekitar 400.000 orang.

Jumlah tersebut, kata Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Indonesia, Prof Akmal Taher, belum termasuk penderita gangguan jiwa ringan seperti cemas dan depresi yang mencapai 14 juta penduduk. Dan mereka yang ketahuan berobat ke fasilitas kesehatan.

Menurut perhitungan utilisasi layanan kesehatan jiwa di tingkat primer seperti puskesmas, sekunder dan tersier seperti Rumah Sakit terjadi kesenjangan pengobatan. Diperkirakan kurang dari 90 persen atau sekitar 10 persen orang dengan masalah gangguan jiwa yang terlayani di fasilitas kesehatan.

Masalahnya, kata Akmal, Orang dengan Gangguan Jiwa yang tidak mendapat pengobatan ini berisiko menimbulkan masalah di masyarakat dan meningkatkan angka pemasungan.

"Perlu upaya dari lintas sektor agar stigma itu hilang. Jumlah 400 ribu untuk gangguan jiwa berat itu tidak sedikit. Saya khawatir jumlah ini dapat mencederai keadilan pasien dan menambah daftar pemasungan," kata Akmal saat memberikan sambutan di acara talkshow Pemberdayaan Orang dengan Gangguan Jiwa di Kantor Kementerian
Kesehatan, Jakarta, Kamis (9/10/2014).

Oleh sebab itu, Akmal menilai kesehatan jiwa lebih penting dari apa pun. Lantaran dirinya yang merupakan ahli urologi hanya dapat menangani pasien yang sakit secara anatomi. Sedangkan ahli kesehatan jiwa atau psikiater butuh empati dan simpati yang tinggi dalam merawat pasien.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya