Makna Puasa Sesungguhnya Apa Sih?

Secara psikologis, pengendalian diri lewat mengatur cara makan dan minum termasuk lewat puasa memang dapat dilihat agar kita sehat

oleh Liputan6 diperbarui 08 Jun 2016, 11:30 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2016, 11:30 WIB
Bunda, Ajarkan Anak Puasa Harus Bertahap
Selain memperhatikan kondisi fisik dan usia anak, mengajarkan anak berpuasa juga harus dilengkapi dengan cara yang bertahap.

Liputan6.com, Jakarta Saat ini, umat Islam mulai memasuki masa puasa. Pada masa puasa, keinginan untuk memuaskan diri lewat makan dan minum dikendalikan dengan cara-cara tertentu. Puasa sendiri merupakan tradisi di berbagai agama dan budaya banyak masyarakat di berbagai belahan dunia. Lewat puasa, banyak orang berharap dapat mencapai tahap kematangan diri yang lebih baik dalam kehidupannya.

Secara psikologis, pengendalian diri lewat mengatur cara makan dan minum termasuk lewat puasa memang dapat dilihat sebagai upaya untuk menjadikan diri untuk menjadi lebih sehat.

Dalam pandangan psikoanalisis, hasrat-hasrat diri merupakan bagian dalam diri manusia yang perlu untuk dikelola. Hasrat-hasrat diri ini sebenarnya merupakan sumber energi psikis yang luar biasa dahsyatnya dalam diri setiap manusia. Karena adanya hasrat diri inilah, manusia memiliki berbagai dorongan untuk menjalani kehidupannya termasuk mengejar berbagai impian dalam hidupnya. Hasrat untuk makan dan minum merupakan keinginan yang mendasar dalam diri setiap manusia.

Maka puasa dengan menahan haus dan lapar merupakan upaya pengendalian diri paling mendasar. Pada prakteknya, puasa di banyak tradisi juga terkait dengan pengendalian hasrat-hasrat lain yang lebih kompleks misalnya pengendalian berbagai emosi negatif seperti marah, benci, dan semacamnya.

Hasrat diri menjadi dasar munculnya harapan, cita-cita, dan semacamnya. Namun demikian, hasrat diri bisa menjadi suatu dorongan yang merugikan baik bagi dirinya maupun orang lain. Ini terjadi saat hasrat diri ini kemudian “mengambil alih” diri kita sehingga menjadi dasar satu-satunya dari individu untuk melakukan berbagai pilihan dalam kehidupannya.

Saat kemudian seseorang harus hidup bersama dengan orang lain dalam lingkungan sosial tertentu, hasrat-hasrat diri ini perlu untuk dikelola agar tidak justru menjadi dorongan yang destruktif sehingga mengancam lingkungan sekitarnya. Mereka yang misalnya saja memiliki impian untuk mencapai sesuatu perlu melakukan manajemen terhadapnya sehingga tidak menjadikan orang-orang yang berada disekitarnya menjadi korban dari apa yang menjadi impiannya.

Hasrat tersembunyi

Hasrat tersembunyi

Celakanya, hasrat-hasrat yang sebenarnya hendak dicapai dengan cara destruktif tersebut seringkali bersembunyi dalam suatu perilaku manipulatif agar tampak baik. Artinya, orang tetap menjalankan pencapaian hasratnya secara detruktif namun dengan berusaha menampakkan wajah yang positif sehingga dapat diterima secara sosial. Ada banyak contohnya. Misalnya saja orangtua yang memaksa anaknya mempelajari sesuatu yang tidak menjadi minat dan bakat anak dengan alasan agar anaknya menjadi anak yang pandai padahal alasan sebenarnya adalah memuaskan hasrat orangtua agar dianggap sebagai orangtua yang berhasil karena memiliki anak dengan kepandaian tertentu. Pada relasi suami istri, sang suami dapat memaksa istrinya untuk melakukan sesuatu bahkan dengan ancaman “hukuman” dengan alasan agar sang istri menjadi istri yang baik dan menurut pada suami padahal alasan sebenarnya adalah memuaskan hasrat suami untuk berkuasa dan mendominasi.

Bagi mereka yang berjuang menuju pribadi yang sehat, pengelolaan hasrat diri menjadi sebuah agenda yang tak terelakkan. Melatih diri lewat pengendalian hasrat-hasrat mendasar seperti makan dan minum yang menjadi sebuah langkah awal. Meskipun demikian, hal ini tidaklah mencukupi. Selanjutnya, perlu dilakukan juga pengendalian hasrat-hasrat yang lebih kompleks termasuk hasrat-hasrat yang berhubungan dengan orang lain.

Mengubah hasrat negatif menjadi positif merupakan langkah yang perlu dicoba. Daripada memuaskan hasrat menguasai atau mendominasi dalam suatu relasi, akan lebih baik memelihara hasrat untuk mencintai dan menghargai. Daripada memuaskan hasrat untuk mengalahkan lebih baik memelihara hasrat untuk bekerjasama. Daripada memuaskan hasrat untuk memanipulasi demi kepentingan diri lebih baik memelihara hasrat untuk berelasi secara jujur dan penuh ketulusan. Selamat belajar mengendalikan hasrat diri.

Y. Heri Widodo, M.Psi., Psikolog
Dosen Sanata Dharma dan Pemilik Taman Penitipan anak (daycare) Kerang Mutiara Yogyakarta

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya