Mahasiswa UGM Kembangkan Stetoskop Perekam Suara Paru-paru

Kelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengembangkan stetoskop elektronik yang bisa merekam suara degup jantung dan paru-paru

oleh Gabriel Abdi Susanto diperbarui 11 Jul 2016, 12:00 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2016, 12:00 WIB
Stetoskop Bermodal Rp 150 Ribu Bisa Deteksi Detak Abnormal
Stetoskop itu terinspirasi kesulitan mahasiswa mengenali detak jantung dan napas pasien abnormal saat praktek kebidanan.

Liputan6.com, Jakarta Kelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengembangkan stetoskop elektronik yang bisa merekam suara degup jantung dan suara paru-paru seseorang.

"Alat yang kami beri nama Medical Electronic Stetoskop (Mediskop) itu juga mampu merekam suara jantung janin pada ibu hamil," kata koordinator kelompok mahasiswa UGM Ayu Dwi Silvia Putri di Yogyakarta, Senin.

Ia menyebutkan stetoskop elektronik yang dikembangkan itu awalnya alat peraga pendidikan yang bisa membantu mahasiswa calon dokter dan perawat mengenal bentuk suara abnormal detak jantung dan paru-paru saat memeriksa pasien.

Namun, dalam perkembangannya alat itu bisa untuk meneguhkan diagnosa penyakit pasien, apalagi data rekaman bisa diputar berulang-ulang dan menjadi bahan diskusi tenaga kesehatan.

"Hasil dari rekam data itu bisa menjadi bahan diskusi antar tenaga kesehatan sebelum memberikan hasil diagnosa," katanya.

Menurut dia, cara kerja Mediskop tidak menghilangkan peran dan fungsi stetoskop. Apalagi alat itu masih menggunakan bagian penting dari stetoskop seperti "ear piece", "tube", dan "chest piece stetoskop".

Selain itu juga dilengkapi sebuah kotak mini berukuran 7x3 cm2 berupa rangkaian yang terdiri atas "sound recorder", colokan kabel data USB, dan sambungan apabila ingin langsung didengarkan.

"Bagi yang ingin mendengarkan langsung tinggal disambungkan ke 'speaker'," kata mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM itu.

Ia mengatakan awalnya Mediskop didesain untuk membantu mahasiswa saat belajar praktik pemeriksaan fisik seorang pasien karena selama proses pembelajaran berlangsung mereka hanya mengandalkan hasil pemeriksaan dokter melalui stetoskop manual.

"Bahkan, tidak jarang dalam proses praktik kami hanya menggunakan boneka phantom," katanya.

Menurut dia, ide membuat stetoskop elektronik itu muncul karena mereka kesulitan untuk membedakan suara normal dan abnormal dari jantung dan paru-paru.

"Kami kesulitan untuk tahu suara abnormal seperti apa. Mediskop diharapkan membantu para mahasiswa dan bisa dipakai di klinik kesehatan dan rumah sakit," katanya.

Ia mengemukakan, untuk membuat alat itu menghabiskan biaya sebesar Rp150 ribu. Meskipun demikian, Mediskop belum diproduksi massal karena masih terus dikembangkan.

"Mediskop nanti akan dilengkapi monitor kecil yang menampilkan data grafis suara jantung dan paru-paru," katanya.

Anggota kelompok mahasiswa UGM yang mengembangkan Mediskop itu adalah Dionita Rani Karyono, Imah Nur Chasanah, Muhammad Fadhil Ainuri, dan Abdullah Ibnu Hasan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya