Liputan6.com, Jakarta Mendisiplinkan anak dengan berteriak bisa berdampak buruk pada pribadi anak. Sebuah studi yang dilakukan oleh University of Pittsburgh dan University of Michigan mengungkap fakta ini.
Menurut studi tersebut, jika orangtua kerap berteriak pada anak-anaknya, mereka akan mengembangkan perilaku buruk akibat reaksi verbal yang kasar.
Baca Juga
"Ini seperti lingkaran setan dan dapat berdampak dua arah, baik bagi anak dan orangtua. Disiplin lisan yang keras, didefinisikan sebagai kekuatan psikologis dengan tujuan membuat anak mengalami rasa jera atau ketidaknyamanan untuk tujuan koreksi atau kontrol perilaku. Nyatanya, hal ini justru akan mendiskreditkan anak,” ujar penulis studi, Ming-Te Wang.
Advertisement
Sederhananya, kata dia, ketika kita berteriak pada anak-anak untuk berhenti melakukan hal-hal buruk, hal ini akan membuat mereka merasa buruk terhadap dirinya sendiri atau terhadap apa yang mereka lakukan.
Wang dan rekan penulisnya, Sarah Kenny, menemukan disiplin lisan dengan cara ini dikaitkan dengan meningkatnya tindakan atau perilaku masalah, peningkatan agresi, serta masalah intrapersonal pada anak-anak.
Teriakan yang agresif menyebabkan anak-anak merasa ditolak dan membuat mereka merasa orangtuanya tidak menyukainya. Ini juga menghasilkan efek negatif pada pandangan anak tentang dunia mereka, keluarga, dan hubungan sosialnya.
Kesimpulan studi tersebut sangat jelas. Ia menyatakan mendisiplinkan anak dengan berteriak bukan hanya tidak efektif, tetapi juga membuat hal-hal semakin buruk, berpotensi pada masalah psikologis anak yang berjangka panjang, dan merusak hubungan orangtua-anak.
Sayangnya, berubah menjadi orangtua yang hangat setelah melakukan cara disiplin seperti itu, tidak dapat menghilangkan kerusakan yang telah terjadi. Hukuman verbal dapat menggerogoti kemauan anak untuk percaya pada orangtuanya.
Lebih baik, jika Anda ingin mengubah perilaku anak, cobalah untuk berkomunikasi dengannya dalam tingkat yang sama. Jelaskan kekhawatiran dan pemikiran Anda pada anak. Selain itu, Anda juga bisa mengikuti program pengasuhan anak dari profesional, agar tepat menangani disfungsional dinamika antara orangtua dan anak.