Penyakit Jiwa Psikopati Tak Selalu Merugikan, Ini Penjelasannya

Kondisi gangguan jiwa berskala fatal, psikopati ditandai oleh sejumlah perilaku negatif yang umumnya merugikan orang lain.

oleh Adanti Pradita diperbarui 07 Mar 2017, 12:30 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2017, 12:30 WIB
Psikopat
Kondisi gangguan jiwa berskala fatal, psikopati ditandai oleh sejumlah perilaku negatif yang umumnya merugikan orang lain.

Liputan6.com, Jakarta Kondisi gangguan jiwa atau kepribadian yang disebut psikopati merupakan salah satu penyakit mental terfatal yang pernah ada dan diderita oleh beberapa persen orang di dunia.

Seseorang yang tergolong sebagai psikopat umumnya sering berperilaku buruk seperti berbohong, ceroboh, suka mengeksploitasi orang lain demi kepentingan sendiri, tidak bisa mengontrol diri sendiri, suka bereksperimen aneh dalam kehidupan seksual yang membahayakan pasangan bercintanya dan kurang empati terhadap orang lain bahkan yang terdekat atau selalu ada di sekitarnya.

Tentunya orang-orang dengan karakter seperti itu akan dijauhi lantaran dianggap dapat membahayakan keselamatan jiwa dan mental. Penderita psikopat juga umumnya akan kesulitan mencari pekerjaan karena karakternya perlu dipertimbangkan terlebih dahulu serta dampak dari perilakunya jika diterima.

Perilaku atau karakter yang menandakan psikopati memang selama ini selalu dianggap negatif dan merugikan. Namun seperti dimuat laman Herald Sun, Selasa (7/3/2017), sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Gerhard Blickle dan Nora Schutte di Universitas Bonn menunjukan adanya keuntungan dari sifat atau karakter psikopati. Terlebih, studi tersebut bahkan menunjukan bahwa karakter psikopati bermanfaat di tempat kerja.

Blickle menegaskan bahwa studi tersebut bukan mengenai psikopat tetapi lebih tentang psikopati atau karakter yang dimiliki seorang psikopat.

“Psikopati adalah kondisi gangguan kejiwaan di mana penderitanya memiliki banyak dimensi dan karakter atau sifat. Seorang piskopat biasanya bisa merasakan sekaligus menunjukan dimensi, karakter dan sifatnya semua secara bersamaan. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua karakter atau sifat mereka itu salah atau merugikan,” tuturnya.

Blickle melanjutkan, “karakter nekat atau tidak kenal kata takut akan konsekuensi dari sebuah aksi merupakan sifat psikopati yang tidak selalu merugikan. Jika karakter ini dikombinasikan dengan kemampuan bersosialisasi yang baik serta jenjang pendidikan yang tinggi, maka hasilnya akan baik yaitu ia lebih bisa beradaptasi dalam dunia pekerjaan, menjadi sukses sekaligus menyukseskan perusahaannya.”

Studi yang dijalankan Blickle beserta rekannya Schutte melibatkan peserta dengan gangguan kejiwaan psikopati. Mereka yang memiliki karakter nekat atau tidak kenal takut namun masih mau bersosialisasi dan berpendidikan tinggi diketahui lebih kooperatif, bermanfaat dan menyenangkan perannya di tempat kerja.

Selain itu, mereka juga terbukti lebih banyak berkontribusi terhadap kemajuan perusahaan atau organisasi di tempat di mana ia bekerja. Mereka dinilai sangat percaya diri, memiliki keterampilan sosial dan jarang stres.

Stephen Benning, salah seorang peneliti yang juga dikutip dalam studi mengatakan, “Sifat tidak kenal rasa takut memungkinkan seseorang untuk mendapatkan hasil atau pendapatan serta pendidikan yang jauh lebih tinggi dari orang lain.”

Seorang pakar saraf otak di University of California, James Fallon turut menambahkan, “Karakter psikopati tak kenal rasa takut membantu kesuksesan karir seseorang karena mereka akan selalu menggunakan peluang yang ada untuk mendapatkan apa yang ia mau, bekerja keras dalam berkompetisi dengan orang lain dan umumnya akan mampu menjalankan peran sebagai seorang pemimpin dalam suatu kelompok.”

Dengan kata lain, karakter psikopati tak kenal rasa takut secara tidak langsung membuat seseorang terlihat memiliki karisma serta kegigihan yang tinggi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya