Warga Jabar Dilarang Tiup Terompet Tahun Baru, Ada Apa?

Dinas Kesehatan Jawa Barat mengimbau kepada masyarakat agar tidak bergiliran meniup satu terompet pada malam tahun baru.

oleh Arie Nugraha diperbarui 29 Des 2017, 20:00 WIB
Diterbitkan 29 Des 2017, 20:00 WIB
Terompet Kertas
Pengrajin menyelesaikan pembuatan terompet buatannya di kawasan Glodok, Jakarta, Selasa (26/12). Menjelang tahun baru, terompet konvensional tersebut dijual dengan harga Rp5.000 hingga Rp15.000 tergantung jenis dan ukurannya. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Bandung Dinas Kesehatan Jawa Barat mengimbau kepada masyarakat agar tidak bergiliran meniup satu terompet pada malam perayaan tahun baru mendatang. Hal itu untuk mengantisipasi meluasnya penyebaran penyakit difteri yang menular melalui cairan mulut manusia.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Dodo Suhendar, gejala penyakit difteri hampir serupa dengan batuk pilek pada umumnya sehingga bekas cairan mulut di terompet bukan tidak mungkin mengandung bakteri Corynebacterium Diphteriae. Tak hanya itu, kebersihan saat produksi terompet dan lokasinya harus diwaspadai.

"Jadi hati-hati higienis dari bahannya sama yang penjualnya atau pembuatnya, orangnya sehat enggak? Kalau di daerah tersebut, maaf misalkan di lokasi itu ada penderita difteri lalu di lokasi serupa bikin terompet, kan kita harus waspada. Jangan-jangan sudah ada penularan (difteri)," kata Dodo Suhendar di Balai Kota, Jalan Wastukancana, Bandung, Jumat, 29 Desember 2017.

 

Simak video berikut ini:

 

Belum ada laporan

Terompet Kertas
Tumpukan terompet konvensional di kawasan Glodok, Jakarta, Selasa (26/12). Menjelang perayaan tahun baru, terompet konvensional tersebut dijual dengan harga Rp5.000 hingga Rp15.000 tergantung jenis dan ukurannya. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dodo Suhendar mengaku, sampai saat ini otoritasnya belum menerima laporan soal penyebaran difteri melalui perangkat yang ditiup oleh mulut, seperti terompet perayaan tahun baru.

Namun, untuk meningkatan kewaspadaan penyebaran penyakit difteri, ditambah penetapan kejadian luar biasa (KLB) dari Kementerian Kesehatan belum dicabut maka sebaiknya penggunaan terompet dibatasi untuk satu orang.

Dodo menambahkan, saat terompet ditiup oleh satu orang, bekas sisa cairan mulut tetap ada meski hanya sedikit. Jika peniup terompet tersebut memiliki riwayat difteri, maka penularan penyakit tersebut akan segera terjadi.

"Ya baiknya satu terompet satu oranglah jangan dipakai bersama-sama," ujar Dodo.

Kemarin Kementerian Kesehatan menyebutkan adanya potensi penularan penyakit difteri melalui terompet karena terpapar percikan ludah bahkan embusan napas. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya