Hipnoterapi: Saat Kecenderungan Perfeksionis Jadi Masalah

Obsesinya pada kesempurnaan membuat hidupnya tegang, tidak tenang dan selalu khawatir. Lalu bagaimana Joyce mengatasinya?

oleh Widya Saraswati diperbarui 25 Apr 2018, 09:00 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2018, 09:00 WIB
Susah Tidur atau Sulit Tidur
Ilustrasi Foto Susah Tidur atau Sulit Tidur (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Wanita cantik seperti boneka dengan kulit halus seperti pualam ini adalah ibu dua anak. Kedua anaknya mengalami masalah emosional. Pemilik jaringan bisnis cukup besar ini bukan pribadi yang damai sejahtera, walau hidupnya berkelimpahan. 

“Saya sulit tidur,” ungkapnya dalam sebuah sesi hipnoterapi. Hingga lewat tengah malam pun dia masih pegang HP dan laptop mengurus pekerjaan hari itu, memantau dan menyiapkan instruksi kerja buat besok. “Dalam tidur pun saya masih berpikir, tidak bisa benar-benar nyenyak,” tambah Joyce, sebut saja begitu namanya.

Ketika saya tanya, apakah suami dan orang-orang di sekitarnya mengeluhkan tentang perilakunya, Joyce mengakui, “Iya.” Suaminya sering menyindir bahwa hidup bukan hanya untuk bekerja. Sikap yang selalu mengritik anak, menyalahkan, dan menuntut sempurna terhadap anak-anak juga menjadi sumber konflik dengan sang suami.

Sementara teman-teman dekat atau teman-teman lama saat reuni memintanya untuk santai. “Sikap dan gaya Anda seperti bos saat bersama teman-teman?” Sambil tersipu dia menjawab, “Betul, teman-teman bilang jangan tegang, santai saja, jangan bawa-bawa bos.”

Akhirnya Joyce mengakui bahwa dia tidak suka melihat ketidaksempurnaan. Di mana pun dan berhadapan dengan siapa pun dia ingin tampil sempurna dan menuntut orang lain pun demikian. Istilah populernya adalah perfeksionis.

Bila sedang sangat tertekan, melihat map dokumen yang tergeletak di atas meja tidak lurus dengan garis tepi meja, bisa membuatnya sangat marah dan terobsesi untuk meluruskan dan berulang-ulang meluruskannya.

 

Selalu Disalahkan

Coba Lakukan 1 Hal Ini Ketika Anda Sulit Tidur
Sifat perfeksionis kerap membuat orang sulit tidur dan menikmati hidup (iStockphoto)

Dalam proses hipnoterapi, dengan teknik tertentu terungkap bahwa kecenderungan Joyce menjadi perfeksionis karena di masa kecil sering dikritik ayahnya. Segala sesuatu yang dikerjakan dan dihasilkannya selalu dianggap kurang oleh sang ayah. Bahkan kulitnya yang cenderung lebih gelap pun menjadi bahan yang dikritisi ayah.

Pendek kata tidak ada sesuatu hal pun yang bisa membuat ayahnya puas. Itulah yang mendorong Joyce membuktikan dirinya sempurna dalam segala hal yang dia lakukan dan dihasilkan, supaya bisa membuat ayahnya senang dan tidak mengritiknya lagi. Berdandan cantik, feminin dan merawat diri secara luar biasa sampai seperti boneka pun dilakukan untuk menghindari kritik dari ayah.  

Bawah sadar mendorong Joyce menjalankan perannya sebagai ibu, isteri maupun eksekutif dan pemilik perusahaan dengan sempurna. Dia menuntut diri sendiri, anak, suami dan karyawan hasil yang sempurna, semata-mata supaya tidak dikritik oleh ayahnya.

Sayangnya tidak pernah ada ukuran sempurna itu. Yang ada hanyalah perasaan selalu kurang, tidak cukup, belum baik, bisa lebih dan seterusnya. Tanpa sadar Joyce selalu dibayangi kekhawatiran dikritik ayah, sehingga terus menuntut diri dan orang lain lebih dan lebih, selalu melihat segala sesuatu kurang dan tidak sempurna.

Inilah yang menyebabkan dirinya stres, selalu tegang, tertekan, sulit tidur, dan sukar tertawa hingga mempengaruhi dan membuat lingkungannya menjadi tidak nyaman. Karena itulah kedua anaknya bermasalah secara emosional, sekretarisnya kerap menangis, dan keryawan yang berhubungan langsung dengannya tidak bertahan lama.

Akhirnya Joyce mengerti bahwa kita memang harus berusaha mencapai hasil yang terbaik dan sempurna (perfect) dengan ukuran  yang jelas. Apa pun hasil yang didapatkan, diterima dengan penuh rasa syukur.  Bagaimanapun juga perfectionist itu masalah. 

 

Pelajaran yang dapat Dipetik

Pasangan Perfeksionis Membuat Hubungan Tidak Harmonis, Ini Alasannya
Pasangan Perfeksionis Membuat Hubungan Tidak Harmonis, Ini Alasannya (Sumber foto: image.dawn.com)

Orangtua adalah figur otoritas bagi anak. Apa dan bagaimana orangtua berkata dan bersikap akan menjadi perintah bagi anak. Karena itu pilihlah kata-kata positif yang memperkuat kepercayaan diri dan harga diri anak. Misalnya, “Papa bangga kamu suka science,” atau “Kamu sudah pintar bertanggungjawab, membereskan kamar dan meja belajar sendiri.

”Perhatikan kata-kata yang Anda ucapkan saat merespon hasil usaha mereka. Daripada berucap, “Masak cuma dapat segitu…?” lebih baik Anda berkata, “Bagus, kamu sudah belajar dan berusaha. Lain kali belajar dan berusaha lebih baik, pasti hasilnya juga lebih baik.” Ingat, anak tidak butuh celaan, melainkan penghargaan. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya