KPAI Minta Anak Bomber Surabaya Tak Diserahkan ke Pengasuh Radikal

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia berharap tujuh anak korban bom Surabaya mendapatkan guru yang memiliki pemahaman keagamaan dan kebangsaan yang tepat.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 17 Mei 2018, 12:30 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2018, 12:30 WIB
Ilustrasi anak pelaku tindak pidana (iStockphoto)
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berharap tujuh anak bomber Surabaya mendapatkan guru yang dapat memberi pemahaman keagamaan dan kebangsaan yang tepat. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berharap tujuh anak bomber Surabaya mendapatkan guru yang dapat memberi pemahaman keagamaan dan kebangsaan yang tepat.

"Tentu kita berharap jika ada potensi infiltrasi radikalisme dari pola pengasuhan sebelumnya yang dilakukan oleh terduga pelaku, tentu harus dihilangkan, agar ke depan anak memiliki pemahaman keagamaan dan kebangsaan yang tepat," ujar Ketua KPAI Susanto dalam rilis yang diterima Health Liputan6.com pada Rabu (16/5).

KPAI juga mengatakan, keluarga maupun pengasuh yang berhak mengasuh anak-anak tersebut haruslah orang yang tidak memiliki paham radikal. Bukan semata-mata mampu atau kompeten dalam mengasuh anak dalam arti teknis.

"Karena jika ini tidak dipastikan, sangat membahayakan anak. Kita harus selamatkan ketujuh anak tersebut agar kelak menjadi generasi yang hebat dan cinta Tanah Air," ujar Susanto. 

 

Saksikan juga video berikut ini:

 

KPAI Minta Pola Rekrutmen PNS Diperketat

Pria Mencurigakan di Area Mapolrestabes Surabaya
Mobil lapis baja milik kepolisian menuju Mapolrestabes Surabaya setelah terjadinya serangan bom bunuh diri, Jawa Timur, Senin (14/5). Polisi mendata ada 10 korban luka dalam tragedi bom bunuh diri di Markas Polrestabes Surabaya. (AP Photo/Achmad Ibrahim)

KPAI juga mengimbau kepada semua pihak agar waspada, mengingat saat ini terjadi pergeseran pola rekrutmen pelaku teror dari orang dewasa ke anak. KPAI menyatakan ada kemungkinan pola rekrutmen akan terus berubah agar tak terdeteksi oleh aparat dan orang sekitar.

"Pola-pola baru yang digunakan oleh jaringan pelaku teror dalam mentoring dan rekrutmen anggota adalah masuk pada wilayah-wilayah yang dipandang vital secara sosial," ujar Susanto.

"Dalam banyak kasus, jaringan teror mengincar guru sebagai mentor, kemudian orangtua agar menjadi mentor bagi anaknya, sebagaimana kasus terbaru. Karena orangtua merupakan sendi vital dan kehidupan bermasyarakat," Susanto melanjutkan.

Selanjutnya, menyoal beberapa latar belakang pelaku terorisme dan keluarganya yang terkait dengan lembaga negara, KPAI meminta agar pola rekrutmen PNS di semua kementerian dan lembaga negara serta pemerintah daerah, dosen, guru, tenaga layanan publik lebih diperketat.

"Terutama harus dipastikan calon yang memiliki pemahaman keagamaan dan kebangsan yang tepat," ujar Susanto.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya