Demi Sembuh dari Leukemia, Rini Bolak-balik Pandeglang-Jakarta Selama 3 Tahun

Natarini Setianingsih sembuh dari leukemia yang dideritanya sejak tahun 1999. Kemoterapi dan radiasi pun harus dijalaninya bolak-balik Pandeglang, Banten - Jakarta (RS Cipto Mangungkusumo).

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 18 Okt 2018, 16:00 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2018, 16:00 WIB
Natarini Setianingsih
Natarini Setianingsih sembuh dari leukemia yang dideritanya sejak tahun 1999. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Liputan6.com, Jakarta Untuk sembuh dari leukemia, Natarini Setianigsih (34) harus bolak-balik Pandeglang, Banten - RS Cipto Mangunkusumo Jakarta selama tiga tahun, dari 1996 sampai 1999. Ia menjalani kemoterapi dan radiasi. Selama tiga tahun itu pula, ia ditemani sang ibu untuk kemoterapi. Menuju RS Cipto Mangunkusumo pun dengan naik bus.

Rini, begitu dia sapa menuturkan, pada waktu itu, kanker ganas leukemia yang diidapnya saat berusia 12 tahun belumlah populer seperti sekarang ini. Dulu, masih jarang terdengar tentang leukemia. Informasi yang diperoleh Rini dan keluarga masih terbatas. Diagnosis leukemia tidak langsung diterima Rini.

Gejala pucat, panas, dan pendarahan yang berupa titik merah di kulit dialami. Memar dan biru seperti terbentur juga muncul di tubuhnya. Tanda-tanda tersebut terlihat saat Rini baru masuk kelas 1 SMP. Pada waktu masa orientasi siswa baru, pucat dan demam mulai menyerang tubuhnya.

Awal mula, Rini yang duduk di bangku SMP didiagnosis demam. Lalu karena tubuhnya terlihat kuning didiagnosis sakit liver. Pernah juga didiagnosis malaria. Diagnosis yang berbeda-beda membuat Rini tidak sembuh dari gejala penyakitnya. Ia didiagnosis berbeda-beda selama 1-2 bulan. Lalu ia berpikir, 'Saya ini sakit apa sebenarnya?"

"Waktu itu saya jadi enggak sembuh-sembuh. Baru masuk sekolah tiga hari nanti sakit lagi. Pernah juga masuk sekolah seminggu, eh nanti sakit lagi. Bolak-balik sakit. Jadi, saya bolong-bolong sekolahnya (tidak masuk sekolah karena sakit). Sampai-sampai saya enggak nyaman dengan keadaan sendiri, 'Saya pengen sekolah, pengen ketemu teman-teman,' tutur Rini usai diskusi "Kenali Gejala Dini Kanker pada Anak" di Kementerian Kesehatan, Jakarta pada 16 Oktober 2018.

Sakit yang tak sembuh-sembuh membuat Rini harus menjalani pemeriksaan medis lebih rinci. Dari rumah sakit di Pandeglang, ia dirujuk melakukan pemeriksaan ke dokter spesalis penyakit dalam di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Hasil pemeriksaan, ia didiagnosis leukemia. Pada waktu didiagnosis leukemia, kanker itu masih stadium awal dan terdeteksi dini. Pengobatan dan perawatan leukemia harus dilanjutkan di RS Cipto Mangunkusumo.

 

 

 

Saksikan video menarik berikut ini:

Kemoterapi dan radiasi

Natarini Setianingsih
Natarini Setianingsih menjalani pengobatan leukemia dari tahun 1996-1999. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Pengobatan kanker dengan kemoterapi radiasi menjadi pengobatan utama yang harus dijalani Rini. Walaupun begitu, ia pernah menjalani pengobatan konvensional (herbal). Ada ketakutan, sehabis dikemoterapi, tubuh akan mengalami efek mual, muntah, rambut rontok, dan badan kurus.

"Tapi saya enggak mau lagi seperti itu. Saya mau cepat sembuh. Saya enggak mau merasakan sakit karena kanker. Saya mendingan sakit karena kemo daripada kanker," Rini melanjutkan.

Sepanjang kemoterapi dan radiasi, Rini pernah tidak masuk sekolah selama tiga bulan. Agar tidak ketinggalan kelas dan pelajaran, ia mengejarnya dengan ulangan susulan. Ada juga duka lain selama pengobatan leukemia, masa remaja Rini terengggut. Ia tidak bisa menikmati hari-harinya bersama teman-teman.

Tidak bisa main dengan teman dan berkumpul ria. Rini pun tidak boleh sembarangan keluar rumah. Hal ini agar dirinya tidak terinfeksi bakteri yang akan memperparah penyakitnya. Artinya, ia tidak bebas bermain dengan teman-temannya.

"Kesenangan remaja selama tiga tahun itu terpotong. Itu yang bikin saya sedih. Dari situ muncul semangat, saya pengen cepat masuk sekolah. Berarti saya harus sembuh dulu," ujar Rini.

Untuk kemoterapi, awalnya seminggu sekali. Lalu semakin lama, makin jarang. Dua minggu sekali, kemudian sebulan sekali. Seiring waktu, Rini dikemoterapi selama tiga bulan sekali. Selama tiga tahun itu, Rini dikemoterapi sebanyak 6 kali dan radiasi sebanyak 11 kali.

Pernah bosan dikemoterapi

Ilustrasi Pasien Kanker, Kanker, Pasien (iStockphoto)
Rini pernah bosan dikemoterapi. (Ilustrasi/iStockphoto)

Pengobatan selama tiga tahun itu bukan pengobatan ringan. Sebuah perjalanan panjang dan cukup berat. Efek kemoterapi dan radiasi memang mual, muntah, rambut rontok. Ia pun pernah merasa bosan menjalani kemoterapi dan radiasi.

"Namanya juga anak 12 tahun ya. Pernah saya merasa bosan. Kayak capek bolak-balik rumah sakit. Tapi ibu saya menyemangati, 'Kita sudah setengah jalan (berobat). Masa mau nyerah.' Begitu kata ibu saya. Jadi, saya melanjutkan pengobatan dan akhirnya selesai juga," Rini menambahkan.

Rini bercerita, ia pernah mogok (tidak mau) ke rumah sakit. Pura-pura tidur dan tidak mau lagi dikemoterapi. Sang ibu terus menyemangatinya. Ia sudah mengerti apa yang diucapkan ibunya. Rini termotivasi untuk sembuh. Selain motivasi dari ibu, teman-teman dan lingkungan sekitar juga mendukung untuk sembuh.

"Dukungan itu jadi salah satu semangat saya buat sembuh. Ya, saya harus sembuh dan cepat pulang (ke rumah). Lalu bisa masuk sekolah dan main sama teman-teman," lanjutnya.

Gaya hidup sehat

Natarini Setianingsih
Gaya hidup Natarini Setianingsih yang sembuh dari leukemia seperti tidak konsumsi makanan instan dan cepat saji. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Pada tahun 1999, Rini akhirnya dinyatakan sembuh. Ia kini bekerja sebagai sekretaris Journal of Cancer di RS Dharmais Jakarta. Gaya hidup sehat dijalani Rini. Sejak sakit, ia sudah dibiasakan dan tidak nyaman bila konsumsi makanan bersoda dan pengawet serta instan. Makanan tersebut memang pantang dimakannya saat sakit leukemia.

"Menghirup asap rokok saja udah enggak kuat. Terus sekarang kalau enggak olahraga, badan rasanya enggak enak. Entah berat badan naik dan enggak fit. Saya lebih banyak minum jus sayur dan buah," ucap Rini.

Ia juga sering membuat smoothies dan sarapan sereal. Bagi Rini, gaya hidup sehat bukan karena ia mau menghindari kanker, tapi demi kenyamanan diri sendiri. Seiring berjalannya waktu, ia makin mengenal kenyamanan tubuh sendiri. Sebagai penyintas, ia juga tidak boleh stres dan terlalu banyak pikiran.

"Saya sekarang juga bebas beraktivitas, seperti traveling, wisata ke pulau, dan tracking. Alhamdulillah, saya masih kuat melakukannya," tambahnya.

Aktivitas mengisi waktu dan bekerja menjadi fokusnya. Rini pun menikmati hidup. Yang penting enjoy your life, tutup Rini diakhir perbincangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya