Liputan6.com, Jakarta Beberapa masalah kesehatan seperti stunting Indonesia mengalami penurunan, namun di sisi lain Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 memperlihatkan kenaikan angka penyakit tidak menular. Beberapa diantaranya adalah kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, hingga hipertensi.
Bukan tanpa sebab. Gaya hidup masyarakat yang buruk menjadi salah satu pemicu kenaikan penyakit tidak menular yang menyebabkan 70 persen kematian.
Baca Juga
"Kalau kita lihat penyakit tidak menularnya itu apa, pertama adalah stroke jadi pendarahan di otak, kedua adalah penyakit jantung, ketiga baru penyakit ginjal, gangguan neonatus, kemudian kanker dan macam-macam," ujar Kepala Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Siswanto beberapa waktu lalu. Ditulis Senin (4/3/2019).
Advertisement
Siswanto mengungkapkan, ada tiga faktor risiko utama yang menyebabkan peningkatan angka penyakit tidak menular. Yang pertama adalah masalah terkait diet atau makanan, yang kedua adalah perilaku, dan yang ketiga terkait lingkungan seperti polusi udara.
"Yang terkait dengan perilaku atau diet seperti makannya tidak seimbang, kurang olahraga dan sebagainya," ungkap Siswanto menambahkan.
Â
Simak juga video menarik berikut ini:
Â
Peningkatan pendapatan pengaruhi gaya hidup
Terkait beberapa PTM yang mengalami kenaikan, data Riskesdas 2018 menunjukkan peningkatan obesitas dari 2013. Jika di 2013 angkanya hanya 14,8 persen, saat ini naik menjadi 21,8 persen.
Sementara itu, berdasarkan pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari dari 6,9 persen menjadi 8,5 persen. Hasil pengukuran tekanan darah juga menunjukkan bahwa hipertensi naik dari 25,8 persen menjadi 34,1 persen.
Angka tersebut berbanding lurus dengan prevalensi gaya hidup yang terkait dengan masalah kesehatan. Misalnya, jumlah remaja di usia 10 hingga 18 tahun meningkat dari 7,2 persen di 2013 menjadi 9,1 persen di 2018. Selain itu, konsumsi alkohol juga naik 0,3 persen dari 2013 yaitu 3,3 persen. Bahkan, proporsi aktivitas fisik kurang juga naik dari 26,1 persen menjadi 33,5 persen.
"Artinya kemakmuran itu (bisa dilihat) dari dua sisi. Di satu sisi dia makmur karena pendapatannya meningkat, tapi di sisi lain karena gaya hidupnya menjadi tidak sehat dia cenderung terkena PTM," pungkas Siswanto.
Advertisement