5 Persen Bahaya dalam Vape, Apa Sumbernya?

Rokok elektrik atau vape selama ini dipercaya 95 persen lebih aman ketimbang rokok biasa. Walau begitu, masih ada 5 persen bahaya dalam rokok alternatif ini. Apa saja efeknya bagi tubuh?

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 09 Apr 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2019, 18:00 WIB
Rokok Elektrik
Ilustrasi Rokok Elektrik atau Vape (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Penggunaan rokok elektrik seperti vape memang masih diliputi kontroversi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa jenis rokok alternatif ini aman, sementara studi lain menegaskan produk tersebut sama berbahayanya dengan rokok tembakau pada umumnya.

Peneliti drg. Amaliya dari Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) mengatakan bahwa vape memiliki kadar nikotin yang lebih rendah dibandingkan dengan tembakau. Selain itu, uap yang dihasilkan berbeda dengan asap pembakaran dari tembakau yang mengandung tar.

"Beberapa negara sudah meneliti, misalnya di Public Health England menyatakan bahwa bahaya rokok elektrik 95 persen lebih rendah daripada rokok biasa," kata Amaliya dalam konferensi pers Gerakan Bebas TAR dan Asap Rokok (GEBRAK!) di Menteng, Jakarta pada Selasa (9/4/2019).

Meski begitu, Amaliya tidak menyangkal bahwa tetap ada bahaya dari rokok elektrik seperti vape.

"Masih ada 5 persen. Tetapi bahayanya tidak sebanyak rokok biasa sehingga bisa dimasukkan dalam strategi harm reduction," tambah dokter yang juga tergabung dalam Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) tersebut.

Kepada Health Liputan6.com, Amalia mengatakan bahwa 5 persen bahaya dari rokok elektrik kebanyakan berasal dari proylene glycol, perasa, dan vegetable glycerin. Menurutnya, zat-zat semacam ini apabila dimasukkan ke dalam tubuh tetap berpengaruh pada kesehatan.

"Beberapa penelitian mengatakan ada iritasi tenggorokan. Orang yang beralih dari rokok biasa ke elektrik mengatakan ada sedikit iritasi di tenggorokannya atau agak gatal. Itu mungkin throat hit, jadi nikotinnya agak menyedak di tenggorokan. Kemudian juga sariawan," ujar Amaliya.

Meskipun begitu, dia mengatakan bahwa tujuh bulan setelah penggunaan vape, gejala-gejala tersebut mulai berkurang.

Simak juga video menarik berikut ini:

Nikotin dalam Vape Bisa Bikin Kecanduan

Rokok Elektrik
Ilustrasi Rokok Elektrik atau Vape (iStockphoto)

Dr. Mariatul Fadilah, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Kedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat Indonesia (PDK3MI) mengatakan vape tetap bisa menimbulkan ketagihan. Hal ini apabila dalam rokok alternatif tersebut mengandung nikotin.

"Yang mengakibatkan kecanduan adalah nikotinnya itu," kata Mariatul.

Menurutnya, nikotin sendiri berbahaya bagi kesehatan apabila berlebihan. Tidak hanya secara fisik tetapi juga psikologis karena adiksi.

"Kerusakan yang masuk ke susunan saraf pusat berupa adiksi seperti sakau. Jadi gejala kerusakan tergantung dari organ yang rusak," ujar Mariatul. Menurutnya, nikotin adalah sebuah zat yang membuat ketagihan seseorang dan membuatnya merasa tidak puas.

"Untuk pengobatannya harus dari dua hal. Kalau terkena jantung ya jantungnya diobati, nikotinnya juga harus di-setop. Kalau kena psikologis, psikologisnya diobati, nikotinnya juga," kata Mariatul.

 

 

Kontroversi Seputar Penggunaan Vape

Rokok Elektrik
Ilustrasi Rokok Elektrik atau Vape (iStockphoto)

Meskipun dianggap aman, namun tidak sedikit penelitian menyebutkan bahwa vape sama berbahayanya dengan rokok konvensional. Temuan di American Journal of Physiology memperlihatkan, baik rokok eletrik dan vape isi ulang tetap tidak baik untuk kesehatan, bahkan efek jangka panjangnya belum diketahui.

"Temuan kami menunjukkan bahwa paparan uap rokok elektrik dapat memicu respons inflamasi dan memengaruhi mekanisme sistem pernapasan," kata peneliti dr. Constantinos Glynos seperti dikutip dari New York Post.

Eksperimen yang dilakukan pada tikus menunjukkan bahwa mengisap vape dalam jangka pendek saja, menyebabkan radang paru-paru yang mirip atau bahkan lebih buruk daripada rokok konvensional.

"Efek merugikan yang diamati pada paru-paru akibat paparan uap rokok elektrik, pada model hewan, menyoroti perlunya penyelidikan lebih lanjut tentang keamanan dan toksisitas dari perangkat yang berkembang pesat di seluruh dunia ini," kata Glynos yang melakukan penelitiannya di Yunani.

Selain itu, dalam studi yang terbit di European Respiratory Journal menyebutkan bahwa vape bisa menyebabkan pneumonia.

"Jika Anda memilih untuk mengonsumsi rokok elektrik, maka ini mengindikasikan adanya kemungkinan kerentanan terhadap bakteri pneumokokus," ujar Jonathan Grigg dari Queen Mary University of London.

"Beberapa orang mungkin berpikir jika vape itu aman. Namun, penelitian ini membuktikan bahwa menghirup asal vape berpotensi menimbulkan efek buruk pada kesehatan," jelas Grigg.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya