3 Tantangan Terbesar Capai Imunisasi Dasar Lengkap 95 Persen

Imunisasi Dasar Lengkap meliputi imunisasi hepatitis B, basilus calmette Guerin atau BCG (cegah TBC), polio, campak, dan DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus).

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 23 Apr 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2019, 18:00 WIB
Ilustrasi imunisasi (iStockphoto)
Ilustrasi imunisasi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan RI menargetkan cakupan imunisasi dasar lengkap mencapai 95 persen. Ketercapaian imunisasi dasar lengkap tersebut bertujuan membentuk sistem kekebalan tubuh kelompok (herd immunity). 

Imunisasi dasar lengkap meliputi imunisasi hepatitis B, basilus calmette Guerin atau BCG (cegah TBC), polio, campak, dan DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus).

Namun, tidaklah mudah untuk mencapai target tersebut. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono menjelaskan ada tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai imunisasi dasar lengkap 95 persen.

"Tantangannya itu dari masyarakat dan tenaga kesehatan atau sistem pelayanan kesehatan. Pertama, ada missopportunity atau kehilangan kesempatan untuk diimunisasi," jelas Anung di sela-sela acara Pekan Imunisasi Dunia 2019 di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (23/4/2019).

Anung memberi contoh, misal, anak seharusnya mendapat imunisasi hari ini tapi ternyata si anak flu. Maka, imunisasi ditunda sampai anak sembuh dan fit kembali.

 

 


Belum paham manfaat vaksin

Tantangan kedua yang dihadapai pemerintah, belum ada kesadaran sepenuhnya dari masyarakat terkait manfaat imunisasi.

Ada orangtua yang tidak mau anaknya diimunisasi bukan hanya karena persoalan halal dan haram, melainkan belum meyakini vaksin punya manfaat.

"Contohnya, 'Saya sudah divaksin sesi pertama. Jadwal vaksin kedua dan seterusnya enggak deh," ujar Anung.

Padahal, pemberian vaksin ada yang dilakukan secara bertahap. Dan agar kekebalan tubuh terbentuk, jadwal vaksin perlu dipatuhi.


Halal-haram vaksin

Tantangan ketiga yakni isu halal-haram terkait vaksin. Persoalan bukan terletak pada vaksin, melainkan pada pendapat masyarakat, lanjut Anung.

Alhasil, isu halal-haram ini membuat sebagian orangtua enggan anaknya diimunisasi.

Menyoal halal-haram, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni'am Sholeh angkat bicara.

"Kalau tidak ada vaksin alternatif dan dikhawatirkan terjangkit penyebaran penyakit, vaksin boleh digunakan. Kebolehan penggunaan vaksin dalam kondisi mendesak dan darurat," ungkap Asrorun dalam presentasinya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya