3 Klasifikasi Risiko Puasa Bagi Penderita Diabetes

Orang diabetes boleh berpuasa. Meski begitu, ada beberapa kelompok pasien yang lebih baik tidak melakukannya terlebih dahulu

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 03 Mei 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2019, 15:00 WIB
Makan sahur - buka puasa (iStock)
Ilustrasi makan bersama sahur dan buka puasa (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Bukan rahasia lagi apabila penderita diabetes wajib berkonsultasi sebelum melakukan puasa Ramadan. Hal ini untuk mengurangi risiko yang timbul seperti hipoglikemia dan dehidrasi.

Secara umum, ada tiga klasifikasi risiko puasa pada orang dengan diabetes melitus. Berikut ini pengelompokannya, menurut penelitian yang dilakukan HS Bajaj pada 2019.

1. Risiko Sangat Tinggi

Mereka yang memiliki risiko sangat tinggi adalah orang-orang dengan diabetes yang tidak boleh berpuasa. Beberapa kriterianya adalah:

  • Diabetes melitus 1 (DMT1) terkendali dengan buruk sebelum Ramadan (HbA1c lebih dari 9), - Memiliki riwayat hipoglikemia berat dan berulang dalam tiga bulan terakhir. "Jadi ditakutkan, kalau saat puasa mengalami hipoglikemia, puasanya tidak hanya batal, tetapi juga mengancam jiwa pasien itu sendiri," kata ahli endokrinologi, Ketut Suastika dalam temu media di Jakarta beberapa waktu lalu, ditulis Jumat (3/5/2019).
  • Mengalami ketoasidosis dan koma hiperosmolar dalam tiga bulan terakhir. Untuk dua kondisi ini hanya bisa diketahui oleh dokter.
  • Mengalami penyakit akut, komplikasi makrovaskuler dan ginjal(sedang berada dalam proses dialisis, stadium 4-5),
  • Ada gangguan kognitif atau epilepsi, serta hamil dengan terapi insulin. "Mereka-mereka ini memang tidak diperbolehkan berpuasa," kata Ketut menambahkan.

 

Simak juga video menarik berikut ini:

2. Risiko Tinggi

Makanan Buka Puasa
Kurma / Sumber: iStockphoto

"Bagi orang dengan risiko tinggi masih bisa dipertimbangkan. Tetapi sebaiknya tidak puasa. Meski harus konsultasi dengan dokter pribadi," kata Ketut. Beberapa kriterianya adalah:

  • Diabetes melitus tipe 1 atau 2 yang terkendali buruk. Ketut mengatakan, saat puasa ada goncangan kendali glisemik yang buruk. "Justru menjadi kegawatan hiperglikemia," kata Ketut.
  • Diabetes dengan menggunakan insulin campuran. Ketut menjelaskan, saat berpuasa, pasien menjadi kesulitan mengatur penggunaan obat. Sehingga, jika ingin melakukan puasa, harus ada konsultasi dan modifikasi yang disepakati dengan dokter.
  • Pasien diabetes yang hamil dengan diet,
  • Penyakit ginjal kronik stadium 3 atau komplikasi makrovaskuler,
  • Pekerja fisik berat, khususnya mereka yang mengalami diabetes. "Karena biasanya kalau bekerja, saat kita berpuasa, maka ada risiko terkena hipoglikemia."

 

3. Risiko Rendah hingga Sedang

Keistimewaan Puasa Ramadhan
Menjaga lisan / Sumber: iStockphoto

Pasien yang masuk dalam kategori risiko rendah dan sedang diperbolehkan berpuasa. Tentunya tetap dengan konsultasi dokter. Kriteria mereka yang masuk dalam kelompok ini antara lain:

  • Pasien yang mampu mengendalikan kondisi diabetes melitusnya, serta diterapi dengan pola hidup yang baik
  • Mendapatkan pengobatan berjenis metformin, acarbose, terapi inkretin (penghambat DPP-4 atau GLP-1 RA), Sulfonilurea generasi kedua, penghambat SGLT, TZD atau insulin basal. "Kembali lagi, kita sadar bahwa penggunaan pengobatan golongan ini, akan lebih sering mendapatkan hipoglikemia. Maka konsultasi pasien dengan dokter menjadi kunci, untuk mencegah hipoglikemia selama Ramadan," Ketut menegaskan.
  • Serta individu yang sehat.
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya