Pilih Riset Ketimbang PR, Alat Cek Diabetes Celestine Raih Penghargaan Tingkat Dunia

Lewat alat yang membantu seseorang untuk lebih mudah dalam melihat potensi diabetes tanpa harus ambil darahnya, Celestine ajak anak muda seusianya untuk berinovasi

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 27 Agu 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2019, 18:00 WIB
3 Siswa Penemu Obat Kanker Diundang Menkes
Celestine Jovanna Wenardy penemu alat diagnosis diabetes saat jumpa pers terkait bajakah di Kemenkes, Jakarta, Senin (26/8/2019). Menkes bertemu dengan penemu alat diagnosis diabetes dan masuk top 20 di google science fair, Menkes memgapresiasi penelitian alat diagnosis diabetes. (Liputan6.com/Her

Liputan6.com, Jakarta Kecintaan pada dunia penelitian membuat Celestine Jovanna Wenardy menjadi salah satu penemu muda yang mengharumkan nama Indonesia di tingkat dunia. Alat untuk melihat gula darah serta potensi diabetes atau glukometer yang dia temukan mendapatkan penghargaan di Google Science Fair beberapa waktu lalu.

Celestine mendapatkan ide setelah melihat angka diabetes di Indonesia yang tinggi. Namun, banyak masyarakat yang tidak mendapatkan diagnosis serta perawatan yang seharusnya.

"Secara sederhana, saya memakai sinyal-sinyal suhu dan cahaya untuk mendapatkan kadar glukosa yang akurat tanpa harus mengambil darah," kata Celestine ketika ditemui Health Liputan6.com usai bertemu dengan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek di Jakarta, ditulis Selasa (27/8/2019).

Cara kerjanya pun terbilang mudah. Pasien nantinya hanya akan memasukkan jarinya ke dalam alat tersebut. Untuk itu, dia masih mencoba untuk membuat perangkat yang lebih kecil dan sederhana untuk digunakan.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

Akan Terus Mengembangkan Alat Temuannya

Menkes Nila bertemu dengan tiga pelajar yang menemukan potensi Bajakah sebagai obat kanker (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)
Menkes Nila bertemu dengan tiga pelajar yang menemukan potensi Bajakah sebagai obat kanker serta Celestine yang alat diagnosis diabetesnya mendapatkan penghargaan di Google Science Fair (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Pelajar 16 tahun ini mengatakan bahwa alat yang ia temukan lebih memungkinkan orang-orang di daerah yang sulit dijangkau layanan medis, maupun masyarakat pada umumnya, untuk lebih mudah dalam mengetahui potensi diabetes.

"Bukan hanya dokter atau orang yang tinggal di Jakarta, supaya orang tidak harus pergi jauh untuk mendapatkan perawatan," kata siswi British School Jakarta (BSJ) ini.

Celestine mengungkapkan bahwa sesungguhnya metode semacam ini sudah ada sejak 30 tahun lalu. Namun, hingga saat ini tidak pernah berhasil dan tidak ada penelitian lanjutan. Dengan sedikit perubahan, glukometer yang diciptakannya memiliki akurasi yang lebih tinggi.

Adapun, pelajar kelas 2 SMA ini bekerja keras selama satu tahun untuk penelitian tersebut. Setidaknya, untuk prototype, dibutuhkan biaya hingga 30 dollar. Ini jauh lebih murah ketimbang prototype alat non-invasif yang dinilai kurang akurat.

"Tapi habis ini saya gak bakalan berhenti, habis ini saya akan terus mengembangkan ini."

Pilih Riset Ketimbang PR

Celestine Wenardy bersama dengan kepala sekolahnya (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)
Celestine Wenardy bersama dengan kepala sekolahnya (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Dalam Google Science Fair 2019, penelitian yang dikembangkan putri dari Delin Haryati dan Buntoro Rianto ini mendapatkan The Virgin Galactic Pionner Award. Dalam ajang tersebut, dia menjadi satu-satunya wakil dar Indonesia yang bersaing dengan ribuan peserta lainnya.

Untuk penelitian ini, Celestine pun harus membagi waktu dengan sekolahnya. Bahkan, dia mengakui ketimbang mengerjakan pekerjaan rumah, dia lebih suka melakukan penelitian.

Untunglah, pihak sekolah juga mendukung apa yang dilakukan oleh dirinya. Salah satunya dengan menyediakan laboratorium yang bisa digunakan Celstine.

"Dia memiliki talenta yang luar biasa. Ini adalah langkah pertamanya. Apa yang dia lakukan penting bagi Indonesia, juga penting bagi kami sekolahnya," kata kepala sekolah BSJ, David Butcher ditemui dalam kesempatan yang sama.

Butcher sendiri berharap agar nantinya penelitian yang dilakukan salah satu pelajarnya ini bisa membawanya ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, dia juga ingin agar Celestine bisa menempuh pendidikan yang lebih tinggi di pendidikan kelas dunia serta menginspirasi pelajar lainnya.

Ingin Menginspirasi Anak Muda Lain

Celestine Wenardy ingin menginspirasi anak muda seumurannya untuk ikut berinovasi (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)
Celestine Wenardy ingin menginspirasi anak muda seumurannya untuk ikut berinovasi (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Buntoro, sang ayah, mengatakan bahwa dia dan sang istri selalu mendukung putrinya untuk melakukan apa yang ingin dilakukannya. Khususnya dalam penelitian semacam ini.

"Yang penting kita memberikan support yang lebih konkrit. Dia maunya apa, ada kebebasan saja. Kita monitor saja apa yang dia perlukan dan bekerjasama dengan sekolah juga," kata Buntoro.

Dukungan pun tidak hanya sebatas pada dana untuk riset, yang terpenting adalah kepercayaan dan kebebasan bagi sang putri untuk melakukan apa yang ia inginkan.

Celestine sendiri punya cita-cita sebagai seorang peneliti, sekaligus pendiri startup di bidang kesehatan. Di sisi lain, dia juga ingin berkarir di bidang fisika, komputer, serta teknik listrik. Soal itu, Celestine mengatakan waktunya untuk memilih jalannya cukup panjang.

Selain itu, dia menginginkan agar dunia penelitian Indonesia lebih dikenal oleh mata dunia.

"Saya tahu ada banyak anak seumuran saya yang ingin masuk riset, masuk bidang teknologi dan sebagainya tapi mereka takut karena tidak banyak anak yang melakukan riset. Jadi dengan melakukan ini, saya bisa menginspirasi anak muda di Indonesia untuk melakukan inovasi seperti saya," kata Celestine.

Celestine bersama dengan kedua orangtuanya
Celestine Wenardy bersama dengan kedua orangtuanya (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya