DJSN: Layanan Publik bagi Penunggak Iuran BPJS Kesehatan Bukan Tak Bisa Diterbitkan

DJSN menegaskan bahwa penunggak iuran BPJS Kesehatan bukan tidak bisa benar-benar mendapatkan layanan publik seperti IMB, SIM, maupun paspor

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 28 Okt 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2019, 12:00 WIB
Ilustrasi BPJS Kesehatan
Ilustrasi BPJS Kesehatan

Liputan6.com, Yogyakarta Rencana pemerintah untuk memberikan sanksi administratif bagi mereka yang menunggak iuran BPJS Kesehatan mendapatkan pro kontra. Beberapa berpendapat bahwa orang yang menunggak kemudian tidak bisa mendapatkan pelayanan publik seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, atau Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), hal itu berarti negara telah melanggar hak warga negara.

Melihat paradigma tersebut, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ahmad Anshori menyanggah bahwa mereka yang menunggak iuran BPJS Kesehatan tidak bisa mendapatkan pelayanan publik.

"Sanksi administratif di PP 86 tahun 2013 itu belum dijalankan sampai dengan sekarang," kata Ahmad ditemui di Sleman, Yogyakarta usai workshop BPJS Kesehatan pada Rabu, 23 Agustus lalu.

Selain itu, sifat dari sanksi tersebut adalah pembinaan agar peserta tertib. Ahmad mengatakan bahwa adapun sanksi tersebut akan diterapkan apabila penunggak iuran yang sesungguhnya mampu melaksanakan kewajibannya untuk membayar tagihan, mendapatkan pemberitahuan dari pihak BPJS Kesehatan.

"Setelah dia disurati, diingatkan, di-sms, di-email, dia seharusnya bisa tapi tidak melaksanakan, maka BPJS menyurat kepada enam kementerian dan lembaga yang memberikan layanan publik ini," kata Ahmad menjelaskan.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

Layanan Publik Tidak Dicabut

BPJS Kesehatan
Ada 6 rumah sakit yang belum berkomitmen menerapkan verifikasi digital klaim (Vedika) BPJS Kesehatan. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Selain itu, Ahmad menegaskan bahwa hak penunggak iuran untuk mendapatkan layanan publik tidaklah dicabut atau dibekukan.

"Dia (lembaga pemberi layanan publik) memberitahukan kepada yang belum melaksanakan kewajiban ini, bahwa dia tidak dapat diterbitkan sekarang sampai dia penuhi kewajibannya. Jadi bukan tidak bisa diterbitkan," kata Ahmad.

Menurutnya, rencana tersebut sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Bahkan, ia menganggap kebijakan tersebut di Indonesia terbilang nyeleneh karena negara-negara lain telah menerapkannya.

Misalnya di Korea Selatan, mereka yang tidak melaksanakan kewajiban menunggak iuran jaminan sosial sangat sedikit karena pemerintah menerapkan kebijakan ekstrem seperti pembekuan seluruh aset yang dimilikinya sehingga tidak bisa dijualbelikan.

"Seekstrem itu. Ya ekstrem. Karena ini tentang hak asasi manusia. Ini tentang manusia. Bukan tentang barang-barang, bukan tentang investasi."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya