Liputan6.com, Jakarta - Ahli dan Pemerhati Kanker Prof. Dr. dr. Soehartati A Gondhowiardjo menyayangkan banyak pasien penderita kanker di Indonesia yang berbondong-bondong pergi keluar negeri untuk melakukan pengobatan.
Bahkan, salah satu pasien Soehartati dari Inggris mengaku kesal dengan orang Indonesia yang banyak pergi ke Singapura karena kanker.
Baca Juga
“Pasien saya ada orang Inggris, cuma istrinya orang Indonesia. Dia sakit kanker mulut. Dia marah sekali lihat orang indonesia banyak ke Singapura. Saat dilihat di resepsionis, kadang 80 persennya orang Indonesia,” jelasnya saat ditemui di RS Dharmais, Jakarta Barat.
Advertisement
Menurutnya, banyak pasien yang pergi ke luar negeri karena kurang informasi. Ketika pasien kehabisan uang, dan pengobatannya belum selesai, mereka akan datang ke Indonesia. Biasanya, ketika pasien tidak selamat, justru malah yang disalahkan dari pihak rumah sakit di Indonesianya.
Soehartati mengatakan, “Padahal mereka juga melakukan apa mereka bisa lakukan. Itu yang tadi saya katakan bahwa di google kita tuh banyak sekali penanganan ini, penanganan itu, yang orang kita belum tahu.”
Simak Video Menarik Berikut:
PNPK
Soehartati menyayangkan, devisa yang harusnya masuk ke Indonesia, harus habis di negara lain. Diketahui, menurut data yang diberikannya, Malaysia mendapatkan devisa dari Indonesia sekitar satu miliar dollar per tahun, sedangkan Singapura, mendapatkan sekitar 800 juta dollar per tahun.
“Coba kalau mereka berobat yang benar disini kan ya,” tuturnya.
Padahal, di Indonesia sendiri terdapat Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) untuk penderita kanker. "PNPK itu level nasional, pada rumah sakit ada namanya PPK (Pedoman Penanganan Kanker), dimana suara masyarakat ada," jelasnya.
Dalam situs Kementerian Kesehatan, dicantumkan guidelines yang dibuat berdasarkan pada pembuktian yang ada untuk kanker payudara, kanker serviks, kanker nasofaring, kanker paru, limfoma non-hodgkin, kanker prostat, tumor otak, osteosarkoma, dan kolorektal.
"Jadi pasien kanker dimana aja, harusnya dengan standar yang sama," kata Soehartati.
Penulis: Lorenza Ferary
Advertisement