Liputan6.com, Jakarta Penelitian mengenai virus corona SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 masih terus dilakukan. Salah satunya mengenai cara bermutasi.
Beberapa waktu yang lalu, para ilmuwan di Inggris menemukan bahwa mutasi virus corona penyebab COVID-19 ini tidak meningkatkan kemampuan untuk menular ke orang lain.
Baca Juga
Dikutip dari New York Post pada Jumat (29/5/2020), studi ini dilakukan oleh para peneliti University College London (UCL) dan dimuat dalam bioRxiv. Penelitian ini didasarkan pada studi penilaian sejawat yang diterbitkan dalam Infection, Genetics, and Evolution.
Advertisement
Para ahli genetika UCL menganalisa genom virus yang ada pada lebih dari 15 ribu pasien COVID-19 dari 75 negara. Mereka mencoba menentukan apakah jenis yang memiliki mutasi baru, mampu menular dengan lebih mudah daripada yang sebelumnya.
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Temukan 6.822 Mutasi
Mereka menemukan ada 6.822 mutasi di seluruh dunia termasuk 273 mutasi yang terjadi berulang kali dan secara mandiri. Dari situ, mereka berfokus pada 31 mutasi yang setidaknya terjadi 10 kali selama pandemi ini.
Mengutip laman resmi UCL, para peneliti melakukan uji untuk melihat keterkaitan antara mutasi virus dengan transmisinya dengan model pohon evolusi.
Mereka melihat apakah mutasi tertentu menjadi semakin umum dalam cabang tertentu kemudian melihat apakah keturunan virus tersebut lebih unggul daripada individu terkait yang tidak bermutasi.
Para peneliti tidak menemukan bukti bahwa mutasi umum yang terjadi meningkatkan penularan virus. Mereka menemukan bahwa beberapa mutasi umum bersifat netral dan sebagian besar sedikit merusak virusnya.
Advertisement
Mutasi yang Netral atau Lemah
Mereka mengatakan, sebagian besar mutasi yang umum terjadi kemungkinan disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh manusia, alih-alih sebagai hasil virus yang beradaptasi dengan inang manusia yang baru.
"Mutasi SARS-CoV-2 berulang yang saat ini beredar tampaknya bersifat netral atau lemah,"Â tulis para peneliti dalam abstraksinya di laman bioRxiv.
"Mutasi ini kelihatannya paling diinduksi oleh sistem kekebalan tubuh manusia melalui penyuntingan RNA inang, daripada menjadi tanda adaptasi pada inang manusia yang baru."
Mencari Tahu Mutasi dengan Cepat
Penulis utama Profesor Francois Balloux dari UCL Genetics Institute mengatakan bahwa banyaknya jumlah mutasi yang didokumentasikan membuat para ilmuwan harus cepat mencari tahu apakah kondisi tersebut bisa membuat virus menjadi lebih menular atau mematikan. Penting untuk mengetahuinya sesegera mungkin.
"Kami menggunakan teknik baru untuk menentukan apakah virus dengan mutasi baru benar-benar bisa ditularkan pada tingkat yang lebih tinggi dan menemukan bahwa tidak ada kandidat mutasi yang tampaknya menguntungkan virus," kata
Sementara itu, penulis studi lain Dr. Lucy Van Dorp berharap agar virus yang bermutasi akan menyimpang dari garis keturunan yang berbeda karena menjadi lebih sering pada populasi manusia.
"Namun ini tidak selalu menyiratkan bahwa setiap garis keturunan yang muncul akan lebih mudah menular atau berbahaya," kata Van Dorp.
Dalam studi tersebut, mereka juga melihat mutasi yang mempengaruhi protein lonjakan virus corona yaitu D614G. Penelitian lain menyatakan bahwa mutasi tersebut dapat meningkatkan penularan virus, namun studi di UCL mengatakan bahwa hal itu tidak terjadi dan D614G tidak terkait dengan penularan COVID-19.
Advertisement