Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini pemerintah Malaysia melaporkan adanya mutasi Virus Corona D614G. Mutasi ini disebut sebagai penyebab virus SARS-CoV-2 menjadi 10 kali lebih menular.
Mutasi ini pun dikhawatirkan dapat memengaruhi efektivitas vaksin COVID-19 yang tengah dikembangkan.
Menanggapi hal tersebut, Peneliti Biotek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Dr Wien Kusharyoto menyebut bahwa mutasi Virus Corona D614G tidak akan berdampak signifikan pada vaksin COVID-19 yang tengah diuji.
Advertisement
“Sebetulnya, karena ada mutasi D614G itu membuat protein spike. Hal ini memungkinkan genom virus untuk masuk ke dalam sel manusia menjadi lebih stabil. Karena lebih stabil, dia akan terbentuk lebih banyak di permukaan virusnya. Kalau tidak salah ada penelitian yang mengatakan lima kali lebih banyak,” kata Wien saat dihubungi Health Liputan6.com pada Rabu, 19 Agustus 2020.
Baca Juga
Jumlah protein spike yang bertambah di permukaan virus, lanjut Wien, secara otomatis membuat kemungkinan virus menyerang sel menjadi lebih mudah. Virus akan lebih mudah berikatan dengan reseptor yang ada di permukaan sel manusia seperti sel paru dan semacamnya.
“Oleh karena itu, virus lebih mudah menular. Namun, dari lokasi mutasi yang saya lihat kemungkinan besar tidak akan berefek signifikan pada pengembangan vaksin. Jadi, vaksin nantinya akan tetap efektif.”
Hal ini disebabkan lokasi mutasi tidak terlalu terekspos dan tidak akan terlalu banyak berpengaruh pada struktur protein tersebut.
“Kalau dikatakan vaksin COVID-19 menjadi tidak efektif, sebetulnya tidak demikian. Tetap vaksinnya akan menimbulkan respons kekebalan dan tetap bisa menetralisir virusnya,” Wien menekankan.
Simak Video Berikut Ini:
Mutasi Membuat Virus Lebih Mudah Dinetralisasi
Wien, menambahkan, ada sebuah studi yang menyatakan bahwa adanya mutasi Virus Corona malah membuat virus SARS-CoV-2 lebih mudah dinetralisasi.
“Ya, karena ada perubahan struktur, saya lebih suka menyebutnya perubahan konformasi dari proteinnya yang menyebabkan antibodi yang spesifik terhadap protein tersebut menjadi lebih mudah terikat karena otomatis dia lebih mudah menetralisir virusnya. Artinya, mengeliminasi virus dari kemungkinan dia menginfeksi sel yang memiliki reseptor virus tersebut yaitu AC2,” katanya.
Ada indikasi yang menyebutkan, mutasi ini membuat virus menjadi lebih jinak, tambahnya. Dengan kata lain, efek virus untuk menimbulkan penyakit menjadi lebih rendah.
Melihat hal tersebut, Wien menyimpulkan bahwa sejauh ini vaksin baru untuk menangkal mutasi virus ini tidak dibutuhkan karena pengembangan vaksin yang selama ini bisa dilakukan dan dapat bermanfaat untuk mencegah COVID-19.
Advertisement