Liputan6.com, Jakarta Turyono, seorang rohaniawan di Tegal, Jawa Tengah, menceritakan bahwa dirinya tak mengalami gejala apa pun ketika didiagnosis positif COVID-19.
Hal tersebut Turyono ungkapkan dalam siaran dialog dari Graha BNPB, Jakarta pada Selasa kemarin, dikutip Rabu (7/10/2020).
Baca Juga
Turyono mengatakan bahwa ia mengetahui dirinya terkena COVID-19 berdasarkan hasil pelacakan kontak dinas kesehatan setempat yang dilakukan dari salah seorang jemaat gerejanya yang meninggal dunia karena penyakit tersebut.
Advertisement
Awalnya, hasil tes cepat Turyono dan keponakannya menunjukkan reaktif sementara istri dan anaknya tidak. Usai melakukan isolasi, keduanya pun mendapatkan tes usap.
"Empat hari kemudian, siangnya itu dinyatakan negatif dari COVID-19," ujarnya. Namun pada sore harinya, dinas kesehatan mengungkapkan adanya kesalahan. Turyono dan keponakannya pun dinyatakan positif terinfeksi virus SARS-CoV-2.
Di malam yang sama, Turyono dan keponakannya pun dibawa dan diisolasi di rumah sakit di Kabupaten Tegal. Namun, ia tak mengalami gejala sedikit pun.
"Kami tidak merasakan hal semacam itu. Namun kalau kami di AC habis bangun tidur itu bersin memang sering. Dari dulu memang sering seperti itu, seperti alergi," katanya. "Sampai di rumah sakit pun saya nyaris pindah tidur saja."
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Olahraga, Bernyanyi, dan Berdoa
Saat diisolasi pun, pihak rumah sakit hanya memberikan Turyono makan dan vitamin C dosis rendah. Tak ada satu pun obat yang ia konsumsi.
Untuk menjalani hari-harinya diisolasi, Turyono pun menceritakan bahwa setiap hari ia melakukan olahraga, bernyanyi, dan berdoa.
Namun, Turyono mengatakan bahwa sebagai manusia, ia pasti merasa cemas dan khawatir. Inilah yang membuatnya selama diisolasi kesulitan untuk tidur. Kondisi ini membuatnya mengalami tekanan darah tinggi atau hipertensi meski sebelumnya tak memiliki riwayat penyakit tersebut.
"Di rumah itu, jelek-jelek, mau tidur di lantai saja, saya ini pelor --nempel langsung molor-- tapi begitu di rumah sakit, setiap pagi sprei diganti, dibersihkan, dan sebagainya, tapi tidur kurang dari satu jam. Tetaplah ada rasa cemas."
Advertisement
Lawan Roh Ketakutan, Embuskan Keberanian
Dari pengalamannya terkena COVID-19 tanpa gejala, Turyono mengatakan bahwa sesungguhnya ketakutan yang ditimbulkan dari adanya virus ini juga lebih berbahaya.
"Yang lebih berbahaya dari virus itu sendiri adalah spirit of fear-nya, roh ketakutan yang dihembuskan," katanya.
Maka dari itu, meski dalam isolasi, Turyono tetap memberikan pesan bagi sesamanya yang berada dalam situasi serupa dengan dirinya, serta mereka yang sehat namun merasa takut berlebihan.
"Saya mengembuskan embun keberanian, bahwa kalau sampai ketakutan, maka itu akan menurunkan diri saya. Imunnya malah turun."
Turyono mengungkapkan bahwa dokter yang juga direktur rumah sakitnya diisolasi memberikan pesan kepadanya: "Jikalau bapak bersukacita, bapak bergembira, tetap semangat, maka itu akan jadi support buat diri bapak. Taruhlah saya tidak kasih obat apa-apa, tapi saya akan support untuk semangat karena setiap orang pernah mengalami titik nadir dalam hidupnya."
Tepat 30 hari usai ia dirawat, ia pun dinyatakan negatif dari COVID-19. Namun, ia dibolehkan pulang dengan syarat harus bisa tidur dengan cukup.
Pengalaman tersebut pun membuatnya bersedia memberikan dukungan kepada pasien COVID-19 melalui video call, tanpa peduli latar belakang agamanya.
"Support 'infus' dari dokter yang menangani saya itu adalah infus semangat yang mengembuskan keberanian kepada saya, olehnya saya sungguh-sungguh bisa jadi kuat. Yang pertama tentu adalah kasih dan jamahan Tuhan buat saya dan saya bisa melewati 30 hari."
Infografis Hindari Penularan Covid-19, Ayo Jaga Jarak!
Advertisement