Fenomena ADE, Guru Besar Unpad: Tidak Ditemukan pada Kandidat Vaksin COVID-19

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran yang juga Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin COVID-19 Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, dr., Sp.A(K), M.M. membantah bahwa fenomena Antibody-dependent enhancement atau ADE juga terjadi pada virus SARS-CoV-2 penyebab CO

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 07 Okt 2020, 17:05 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2020, 10:05 WIB
Gambar ilustrasi ini dengan izin dari National Institutes of Health pada 27 Februari 2020. Menunjukkan mikroskopis elektron transmisi SARS-CoV-2 juga dikenal sebagai 2019-nCoV, virus yang menyebabkan Corona COVID-19. (AFP/National Institutes of Health).
Gambar ilustrasi ini dengan izin dari National Institutes of Health pada 27 Februari 2020. Menunjukkan mikroskopis elektron transmisi SARS-CoV-2 juga dikenal sebagai 2019-nCoV, virus yang menyebabkan Corona COVID-19. (AFP/National Institutes of Health).

Liputan6.com, Jakarta Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran yang juga Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin COVID-19 Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, dr., Sp.A(K), M.M. membantah bahwa fenomena Antibody-dependent enhancement atau ADE juga terjadi pada virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

ADE adalah fenomena reaksi ketika pemberian antibodi (berupa vaksin atau lainnya) menjadi tidak efektif dan malah memperkuat infeksi sehingga muncul suatu kejadian imunopatologis berat. Belakangan, fenomena ini menjadi perbincangan di Tanah Air.

Kusnandi menyatakan, fenomena ADE telah diselidiki dalam riset pengembangan kandidat vaksin COVID-19. Sejauh ini, fenomena tersebut baru terlihat pada infeksi virus Dengue.

"Fenomena ADE ini sudah diselidiki pada percobaan preklinis kandidat vaksin SARS-CoV-2 dan dinyatakan aman," ujarnya.

Sementara, keberadaan fenomena ADE pada kasus MERS, SARS, Ebola, dan HIV hanya ditemukan in silico (simulasi komputer) dan in vitro (percobaan pada cawan petri laboratorium). Menurutnya, hal itu tidak menggambarkan fenomena pada manusia.

"Tidak menggambarkan fenomena di manusia," kata Kusnandi.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan juga video menarik berikut ini:

Belum Ada Bukti Fenomena ADE pada Vaksin COVID-19

Selain itu, Kusnandi menuturkan, umumnya reaksi ADE ini sudah bisa dilihat sejak pengembangan vaksin di uji preklinis pada hewan.

“Vaksin SARS-CoV-2 dari Sinovac pada publikasinya di Science sudah menyebutkan bahwa pada uji preklinisnya tidak menemukan kejadian ADE pada hewan yang sudah divaksinasi. Bahkan hewan yang sudah divaksinasi ini mampu bertahan setelah dipaparkan dengan virus SARS-CoV-2," ujarnya dalam pernyataan tertulis, Selasa, 6 Oktober 2020.

Ia menambahkan, dalam uji klinis sedang dilakukan Tim Riset Uji Klinis Vaksin COVID-19 Unpad, hingga kini tidak ditemukan adanya efek samping yang serius yang disebabkan oleh vaksin maupun vaksinasi. Demikian pula pada uji klinis fase 1 dan 2 sebelumnya. Bahkan dalam penelitian Vaksin COVID-19 di dunia, saat ini lebih 140 calon vaksin sudah dibuat. Sebagian diantaranya sudah dalam tahap uji klinis pada manusia.

“Hingga saat ini belum ada bukti terjadinya ADE (pada kandidat vaksin COVID-19). Kewaspadaan dan monitoring terhadap keamanan vaksin tetap harus dilakukan,” ujar Kusnandi. 

Dikutip dari laman resmi BPOM pada Selasa (6/10/2020), vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac Life Science China menggunakan teknologi virus tidak aktif.

Sampai dengan September 2020, telah direkrut 1.089 subjek yang telah mendapatkan suntikan pertama dan 457 subjek yang telah mendapatkan suntikan kedua.

"Sejauh ini tidak ada laporan kejadian efek samping dalam uji klinik ini," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito.

 

 

 

 

 

Infografis

Infografis Menanti Hasil Uji Klinis Calon Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Menanti Hasil Uji Klinis Calon Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya