Liputan6.com, Jakarta Kaleidoskop penanganan COVID-19 tahun 2020, Satuan Tugas Penanganan COVID-19 mencatat kasus positif Corona kian naik dan zona merah cenderung fluktuatif. Masyarakat pun diminta tidak lengah mematuhi protokol kesehatan.
Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, selain angka positif Corona, kesembuhan dan kematian juga terjadi perubahan dinamis. Kasus aktif bahkan sudah mencapai lebih dari 1.000 dana kapasitas testing fluktuatif.
Advertisement
"Pandemi COVID-19 ini memang membuat rasa letih muncul. Namun, kita harus menguatkan diri karena kan pandemi masih berlangsung," ujar Wiku saat konferensi pers COVID-19: Refleksi Akhir Tahun 2020 dan Menuju 2021 d Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Kamis (31/12/2020).
"Virus tidak kenal lelah, jika kita lengah dalam menjalankan protokol kesehatan, maka di situlah kita membuka sendiri pintu penularannya virus Corona."
Perkembangan COVID-19 di Tanah Air sejak awal pandemi hingga 31 Desember 2020, tercatat 735.124 kasus konfirmasi positif, 603.741 kesembuhan (82,12 persen), dan 21.944 kematian (2,9 persen).
"Kasus positif Corona COVID-19 terus mengalami peningkatan yang signifikan. Untuk kematian cenderung meningkat, namun masih dapat ditekan. Kesembuhan juga terus meningkat secara signifikan sejak awal pandemi," lanjut Wiku.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Kasus Aktif dan Testing COVID-19
Wiku menambahkan, kita harus memiliki target mencapai 100 persen kesembuhan dan menekan angka kematian. Kasus aktif di tingkat kabupaten/kota sangat bervariasi, ada 27 kabupaten/kota (5,3 persen) yang masih memiliki lebih dari 1.000 kasus aktif.
Rincian kasus aktif COVID-19 di Indonesia per 27 Desember 2020, sebagai berikut:
27 kabupaten/kota dengan tidak ada kasus aktif
78 kabupaten/kota dengan kasus aktif kurang dari 10
124 kabupaten/kota dengan 110 50 kasus aktif
88 kabupaten/kota dengan 51-100 kasus aktif
170 kabupaten/kota dengan 101-1.000 kasus aktif
27 kabupaten/kota dengan lebih dari 1.000 kasus aktif
Untuk kapasitas testing Indonesia tahun 2020 terus mengalami peningkatan, namun cenderung masih fluktuatif. Data Satgas COVID-19 menunjukkan, Indonesia pernah mencapai testing 96,35 persen dari target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Sayangnya, pada minggu ini turun menjadi 83,31 persen. Pemerintah pusat, daerah serta masyarakat harus terus berupaya untuk meningkatkan kinerja," terang Wiku.
"Perhitungannya didasarkan oleh tiga aspek, yaitu surveilans kesehatan, masyarakat epidemiologi, dan pelayanan kesehatan."
Advertisement
Zona Merah Fluktuatif dan Kebijakan Pemerintah yang Hati-hati
Selama 10 bulan, data Satgas COVID-19 memperlihatkan zona risiko tingkat kabupaten/kota semakin bergeser ke arah zona oranye. Sejak beberapa minggu terakhir, zona merah cenderung fluktuatif dan zona hijau semakin sedikit jumlahnya.
"Untuk menuju zona hijau tidak akan terwujud, jika pemerintah dan masyarakat tidak bersinergi bersama-sama mengerahkan upaya penanganan secara totalitas menekan angka kasus aktif dan kematian," papar Wiku.
"Selain itu, upaya mendongkrak angka kesembuhan. Kita berharap di bulan ke-11 penanganan pandemi, bisa melakukan gebrakan, yang mana zonasi cenderung mengarah ke hijau. Kita sudah banyak belajar selama 10 bulan, sehingga tidak ada yang tidak mungkin, yakni Indonesia bisa didominasi oleh zona yang lebih aman."
Perkembangan zonasi, 44 kabupaten/kota berada di zona oranye selama 16 minggu berturut-turut, sejak 16 September-27 Desember 2020. Ada 16 kabupaten/kota di zona merah selama 4 minggu berturut-turut, dari 6-27 Desember 2020.
Dalam penanganan dan pemulihan ekonomi nasional, kata Wiku sudah sepatutnya menjadi modal emas pembelajaran dalam menghadapi tantangan, khususnya wabah penyakit menular yang berpotensi di kemudian hari.
Selama pemerintah sangat berhati-hati menyusun kebijakan, termasuk pembukaan sektor sosial ekonomi, di satu sisi, pemerintah ingin melindungi masyarakat dari penularan virus Corona dengan membatasi kegiatan sosial ekonomi. Namun, kedua sektor penopang kesejahteraan masyarakat tidak bisa dilumpuhkan secara total.
"Oleh karena itu, selama penanganan 10 bulan ini, Pemerintah sangat berhati-hati mengambil keputusan dengan berlandaskan pada besar risiko penularan dan besar imbas, khususnya pada sektor ekonomi," kata Wiku.
"Kami sangat berterima kasih kepada seluruh pihak yang selama ini mematuhi aturan yang telah dibuat. Karena pada prinsipnya dan pembatasan kegiatan sosial ekonomi bertujuan untuk keselamatan dan kesehatan bersama."
Kepatuhan Protokol Kesehatan yang Rendah
Wiku juga menekankan, aspek upaya perubahan perilaku yang merupakan salah satu tantangan berat yang dihadapi oleh pemerintah. COVID-19 adalah penyakit yang sangat erat hubungannya dengan perilaku.
Peluang transmisi virus Corona dipengaruhi oleh kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan.
"Kami sangat memahami bahwa pada awalnya mengubah sebuah perilaku dan mengadaptasi perilaku lain tidaklah mudah. Namun, bukan tidak mungkin dalam rangka mensukseskan perubahan perilaku yang lebih kondusif kesehatan, maka diperlukan sebuah alat kuat," tegas Wiku.
"Dalam hal ini, payung hukum untuk mengatur sanksi dan mekanisme penegakan hukumnya mengacu pada Inpres Nomor 6 tahun 2020. Pemerintah daerah dengan menjalankan prinsip desentralisasi mampu menjalankan tugasnya untuk melakukan operasi yustisi yang menyesuaikan karakteristik daerah."
Pemerintah pusat pun tetap memonitor pelaksanaan pengawasan kepatuhan protokol kesehatan, khususnya di titik-titik rawan keramaian. Misal, tempat ibadah, olahraga, restoran atau warung, tempat wisata, pasar maupun mall. Pemantauan dilakukan pembuatan sistem perubahan perilaku yang menjadi alat monitor.
Partisipasi pelaporan pelanggaran maupun kepatuhan diterima dari unsur TNI Polri maupun relawan serta masyarakat. Sistem ini disebut Sistem Monitoring Bersatu Lawan COVID-19. Data per 27 Desember 2020, dari 512 kabupaten/kota hanya 20,6 persen yang patuh memakai masker dan 16,9 yang patuh menjaga jarak dan menghindari kerumunan.
"Perubahan perilaku adalah modal utama bagi seluruh lapisan masyarakat untuk berkontribusi dalam menekan angka penularan virus Corona. Ternyata, dengan kondisi pandemi, kepatuhan masyarakat yang rendah menjadi kontributor peningkatan penularan virus, imbuh Wiku.
"Ini berdampak pada kenaikan kasus Corona beberapa waktu terakhir di Indonesia. Dan harus dijadikan refleksi meningkatkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan pada tahun 2021."
Advertisement