Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan bahwa pelayanan kesehatan di masa bencana dalam kondisi normal berbeda dengan penanganan saat pandemi COVID-19. Hal ini seperti yang terjadi pasca gempa Sulbar (Sulawesi Barat).
Pernyataan ini disampaikan oleh Budi Sylvana, Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes dalam konferensi pers virtualnya terkait penanganan bencana pasca gempa 6,2 skala Richter yang mengguncang Sulawesi Barat.
Baca Juga
"Di satu sisi kami harus menangani masalah kesehatan secara umum, namun di sisi yang lain kita tidak boleh berhenti untuk menangani pandemi," kata Budi seperti dikutip dari siaran saluran Youtube BNPB Indonesia pada Rabu (20/1/2021).
Advertisement
Budi mengatakan bahwa Kemenkes telah mengirimkan tim baik dari Jakarta dan Makassar untuk melakukan proses skrining dan pelayanan pandemi COVID-19
"Termasuk di titik pengungsian, kami juga sudah mencoba melakukan skrining sehingga layanan pandemi ini tidak boleh dilupakan oleh semua orang," katanya. "Ingat kita masih dalam pandemi."
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Â
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Datangkan Mobile PCR
Selain itu, Budi menyebut mereka sudah mencoba memisahkan pasien COVID-19 dan penyakit lain di layanan rumah sakit. Hal ini demi mencegah adanya lonjakan transmisi virus corona secara signifikan.
Sementara untuk pemeriksaan antigen dan PCR, Kemenkes pada Selasa kemarin mendatangkan mobile PCR beserta timnya dari Makassar.
"Sehingga untuk pemeriksaan PCR bisa langsung dilaksanakan di Mamuju, termasuk pemeriksaan antigen," ujarnya.
Hingga kemarin sore, Budi mengungkapkan bahwa masih ada dua titik pengungsian di Mamuju, Sulawesi Barat yang belum bisa dijangkau layanan kesehatan usai terjadinya gempa Sulbar.
"Dari 41 titik pengungsian utama yang kami data, sampai kemarin (Senin), memang ada dua di kabupaten Mamuju yang belum bisa kami jangkau," kata Budi.
"Desa Tandeallo dan desa Popengan. Desa ini perlu ditempuh dalam waktu 4 sampai 6 jam."
Untuk itu tim dokter lintas batas telah ditugaskan untuk mencakup daerah tersebut, selain itu bantuan juga telah kepada para relawan sehingga semua titik pengungsian di Sulawesi Barat bisa mendapatkan layanan kesehatan.
Advertisement