Indonesia Hasilkan 175 Ribu Ton Sampah per Harinya, Sedikit yang Bisa Didaur Ulang

Fakta tentang sampah plastik di Indonesia

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Feb 2021, 06:00 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2021, 06:00 WIB
Ilustrasi Limbah Industri, Limbah Plastik.
Ilustrasi Limbah Industri, Limbah Plastik. Kredit: Franz W. from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Buruknya pengelolaan limbah plastik di Indonesia masih perlu perhatian dan kontribusi dari semua pihak. Baik itu pemerintah, masyarakat, dan juga para pedagang. Apabila tidak, bahaya dari sampah bukan lagi merugikan lingkungan tetapi turut mengintai kesehatan manusia.

Jika pengelolaan sampah plastik tidak dikelola dengan alur daur ulang yang maksimal, sampah-sampah plastik hanya akan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Tidak hanya TPA saja, sungai-sungai yang seharusnya menjadi aliran air bersih juga terkena imbas dari tindakan mereka yang tidak memiliki kesadaran dan tanggungjawab.

Menurut Direktur Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Dra Jo Kumala Dewi M.Sc,“Sampah paling banyak yaitu pada kali Ciliwung.”

Aliran sungai yang penuh sampah ini pada akhirnya akan bermuara ke laut, sehingga laut pun ikut terdampak akan keberadaan sampah plastik.

“Yang mana aliran sampah ini akan berakhir ke laut,” kata Jo menambahkan.

Jika sudah sampai di laut, yang terganggu bukan hanya hewan laut, manusia pun dapat terkena dampaknya.

 

Masalah Sampah di Indonesia

Bea Cukai Kirim Balik 135 Ton Sampah Plastik ke Australia
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menunjukkan kontainer berisi sampah plastik di Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (18/9/2019). Bea Cukai bekerja sama dengan KLHK dan kepolisian memulangkan sembilan kontainer berisi 135 ton sampah plastik impor bercampur limbah B3 asal Australia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di Indonesia, masalah sampah masih jadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Pengelolaan sampah belum memaksimalkan tahap mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah.

Sampah hanya dikumpulkan menjadi satu, kemudian berakhir pada tempat pembuangan akhir. Akantetapi, timbunan sampah yang menggunung di lokasi tempat pembuangan akhir ini memiliki dampak buruk bagi kesehatan manusia juga kelestarian lingkungan.

“Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 175.000 ton perharinya. Akan tetapi dari banyaknya sampah ini, hanya 7,5 persen saja yang mampu didaur ulang dan dijadikan kompos. Sisanya, sebanyak 10 persen sampah ditimbun, lima persen sampah dibakar, dan 8.5 persen tidak terkelola," kata Saka Dwi Hanggara, Pelatih Pengelolaan Sampah di Perusahaan Pengelolaan Sampah Waste4Change.

"Pengalihan sampah terbesar adalah sebanyak 69 persen sampah hanya dibuang di tempat pembuangan akhir,” kata Saka dalam webinar Hari Peduli Sampah Nasional yang diselenggarakan oleh Frisian Flag pada Jumat (19/02/2021).

 

5 Dampak Timbunan Sampah Bagi Kesehatan dan Lingkungan

Persentasi pengelolaan sampah terbesar berakhir pada tempat pembuangan akhir. Hal ini perlu menjadi perhatian serius semua pihak. Jika tidak segera ditangani, dampak buruk dari timbunan sampah yang menggunung dapat mengganggu kesehatan manusia yang tinggal disekitarnya juga menggangu lingkungan. Dilansir dari Ecube Labs berikut 5 dampak adanya sampah luapan sampah yang terlalu banyak bagi kesehatan dan lingkungan.

1. Bakteri, serangga, dan hama tumbuh subur dari sampah

Tempat sampah yang menggunung menjadi tempat berkembang biak yang ideal bagi bakteri, serangga, dan hama. Lalat-lalat dari timbunan sampah yang hinggap pada makanan dapat meningkatkan tertular bakteri salmonella. Bakteri ini dapat menyebabkan demam tifoid, keracunan makanan, demam enterik, gastroenteritis, dan penyakit buruk lainnya. Selain lalat, ada juga hewan lain yang mampu berkembang biak dalam sampah dan membahayakan manusia yang tinggal disekitarnya, seperti tikus, rubah, dan anjing liar.

2. Tumpukan sampah menyebabkan polusi udara dan penyakit pernapasan

Salah satu akibat dari tumpukan sampah adalah pencemaran udara. Pencemaran udara ini mampu memicu timbulnya berbagai penyakit pernafasan dan dampak buruk lain dari kontaminan yang diserap melalui paru-paru lalu menyebar pada bagian tubuh lain. Selain itu udara yang bercampur dengan tumpukan sampah ini menjadi kumpulan berbagai zat beracun, mulai dari karbon dioksida, dinitrogen oksida, hingga metana. Kehidupan disekitar tempat pembuangan akhir juga terganggu  udara tercemar karena bau tidak sedap hasil dari pembusukan dan limbah cair. 

3. Sampah mencemari air permukaan, yang mempengaruhi semua ekosistem

Sampah dan limbah cair yang berakhir di pembuangan akhir menjadi efek negatif yang mengubah komposisi kimiawi air. Secara teknis, jenis pencemaran ini disebut pencemaran air. Pencemaran air Ini mempengaruhi semua ekosistem yang ada di air, termasuk ikan dan hewan lain yang meminum air yang tercemar. Barang limbah rumah tangga berbahaya seperti baterai, peralatan komputer, dan sisa cat bisa sangat berbahaya bagi air permukaan yang biasa digunakan untuk kegiatan sehari-hari oleh warga sekitar.

4. Kontak langsung dengan sampah dapat menimbulkan risiko kesehatan

Para pemulung dan mereka yang bekerja mengelola sampah di tempat pembuangan akhir, menjadi pihak yang paling berisiko mengalami akibat buruk kesehatan karena melakukan kontak langsung dengan gunungan sampah. Risiko yang ditimbulkan meliputi nfeksi, penyakit kronis, dan kecelakaan. Kontak langsung dengan limbah dapat mengakibatkan infeksi kulit dan darah melalui luka yang terinfeksi, berbagai penyakit akibat gigitan hewan yang memakan limbah, dan infeksi usus yang ditularkan oleh lalat yang memakan limbah tersebut. Kegiatan memungut timbunan sampah yang sudah bercampur juga berisiko karena benda tajam, jarum suntik, dan berpotensi limbah berbahaya lainnya

5. Pengendalian limbah yang tidak efisien berdampak buruk bagi kesejahteraan kota

Selain menyebabkan berbagai masalah kesehatan dan lingkungan, tumpukan sampah yang sangat banyak menjadi gangguan publik dan merusak pemandangan. Karena semua orang ingin tinggal dan mengunjungi tempat-tempat yang segar, bersih, dan sehat. Kota yang bau dengan sanitasi yang buruk juga keberadaan sampah di mana-mana tidak menarik orang atau turis, apalagi investasi. 

Penulis: Rissa Sugiarti 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya