Liputan6.com, Jakarta Dampak buruk Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) termasuk alkohol sudah banyak diberitakan berbagai media. Namun, penggunaan terhadap zat-zat tersebut masih tinggi.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018) menunjukkan bahwa 62,5 persen konsumsi alkohol di Indonesia tidak tercatat. Bahkan, 6,5 persen memiliki episode premium berat pada usia 15 tahun.
Baca Juga
Menurut Dr. dr. Kristiana Siste, Sp.KJ(K) dari Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), ada dua alasan utama mengapa orang menggunakan NAPZA termasuk alkohol.
Advertisement
Kedua alasan tersebut yakni ingin merasakan sensasi baru dan ingin membuat perasaan menjadi lebih baik.
“Yang pertama adalah ingin merasakan sensasi baru jadi ada pengalaman untuk mencoba sesuatu yang baru,” ujar Siste dalam seminar daring FKUI, ditulis Jumat (19/3/2021).
Ia menambahkan, orang dengan alasan ini sebetulnya tidak memiliki masalah yang mendorongnya menggunakan NAPZA. Namun, ia ingin merasakan hal baru yang kebanyakan dipicu oleh faktor lingkungan pertemanan.
Simak Video Berikut Ini
Alasan Kedua
Alasan kedua seseorang menggunakan NAPZA adalah ingin membuat suasana hati atau perasaan menjadi lebih baik.
“Faktor kedua untuk membuat perasaan menjadi lebih baik sehingga pada kelompok yang kedua ini maka kita harus tahu bahwa ada masalah emosi yang mendasarinya.”
Masalah emosi yang bisa memicu penggunaan NAPZA adalah adanya kecemasan, ketakutan, depresi, dan rasa tidak berdaya.
Advertisement
4 Faktor Pendukung
Siste juga memaparkan 4 faktor yang membuat NAPZA terutama alkohol terlihat menarik di mata konsumen. Keempat faktor tersebut yakni iklan, varian, aksesibilitas dan oplosan.
“Kenapa alkohol itu menarik untuk remaja dan dewasa muda? Karena memang ada intensitas iklan alkohol pada remaja dan dewasa muda terutama secara daring,” ujar Siste.
Remaja dan dewasa muda adalah generasi milenial yang sangat erat dengan penggunaan media daring, kata Siste. Mereka sangat rentan membuka situs-situs tertentu dan terekspos iklan alkohol sebanyak 2 hingga 4 kali per hari.
Dari sisi varian, industri alkohol mendesain produk spesifik terhadap target pasar. Contoh, alkohol berperisa untuk populasi perempuan yang kemudian dikenal sebagai alcopops.
“Alcopops adalah alkohol dengan rasa dan level tertentu sehingga membuat daya tarik yang lebih tinggi daripada alkohol biasa.”
Faktor ketiga yang membuat ketertarikan remaja terhadap konsumsi alkohol meningkat menurut Siste adalah aksesibilitas mendapatkan minuman tersebut yang cenderung mudah.
“Kurang ketatnya regulasi pembelian alkohol terutama secara daring melalui marketplace, jadi saat ini sangat mudah” katanya.
Faktor terakhir adalah oplosan. Edukasi yang kurang baik membuat para remaja mencari alternatif pengganti alkohol yang malah lebih berbahaya karena mengandung campuran dari berbagai bahan.
“Edukasi yang kurang tersebar tentang bahaya penggunaan alkohol, mereka hanya merasa alkohol itu bisa mengurangi kecemasan dan membuat mereka lebih percaya diri.”
Konsumsi oplosan marak terjadi karena lebih mudah didapatkan ketimbang alkohol lain dan harganya pun jauh lebih murah.
“Sehingga yang sering dipakai oleh populasi remaja dan dewasa muda adalah miras oplosan. Banyak sekali yang akhirnya mengalami kematian akibat miras oplosan ini,” tutupnya.