Hitung Lingkar Pinggang, Obesitas Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung

Salah satu faktor risiko penyakit jantung adalah obesitas.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 30 Sep 2021, 18:00 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2021, 18:00 WIB
Obesitas Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung, Ini Saran Dokter
Ilustrasi Obesitas Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung, Ini Saran Dokter (Sumber Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Obesitas atau kegemukan adalah salah satu faktor yang meningkatkan risiko penyakit jantung, kata dokter jantung Primaya Hospital Bekasi Barat, Fachmi Ahmad.

Ini disebabkan orang dengan obesitas memiliki kolesterol, tensi, dan high-density lipoprotein (HDL) yang tinggi. Ketiganya, lanjut Fachmi, merupakan sederet risiko utama penyebab penyakit jantung.

“Obesitas dapat dilihat dari lingkar perut. Laki-laki maksimal di angka 90cm dan perempuan 80cm, atau bisa dilihat juga dari ukuran celana, kalau di atas 34 - 35 itu masuk kategori obesitas,” kata Fachmi dalam seminar daring pada Rabu, 29 September 2021.

Cara menghitung berat badan yang ideal adalah dengan rumus berat badan idaman sama dengan tinggi badan dikurang 100 plus minus 10 persen (BB idaman=(TB-100)+/-10%).

Jika hasilnya kurang dari 90 persen maka berat badan kurang dan butuh asupan lebih. Jika hasilnya 90 hingga 110 persen maka berat badan normal. Sedang, jika hasilnya lebih dari 110-120 persen maka berat badan berlebih dan jika lebih dari 120 persen maka termasuk kategori obesitas.

“Misalnya tinggi badan 160 dikurangi 100 jadi 60, plus minus 10 persen dari 60 adalah 56-66, jadi berat idealnya adalah 56-66kg,” katanya.

Tingkatkan Aktivitas Fisik

Fachmi menganjurkan untuk rutin memeriksa berat badan setidaknya dua bulan sekali. Jika berat badan mulai meningkat maka pertanda aktivitas fisiknya kurang.

“Berarti aktivitas fisiknya perlu ditingkatkan dan asupan karbohidratnya perlu diturunkan,” katanya.

Kurangnya aktivitas fisik terutama olahraga dapat memicu penyakit jantung karena otot jantung tidak dilatih, lanjutnya. Hal ini terjadi karena beberapa perilaku sedentari atau berbagai aktivitas yang tak banyak menimbulkan pergerakan fisik.

“Perilaku sedentari banyak terjadi terutama di masa COVID-19, anjuran berdiam diri di rumah malah mengubah sebagian orang menjadi manusia santuy atau anak sekarang memberi istilah kaum rebahan,” kata Fachmi.

Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) contoh perilaku sedentari adalah:

- Berbaring atau duduk dalam waktu lama, seperti menonton teve, bermain video game, duduk lama di depan komputer.

- Perubahan kebiasaan, misalnya orang pergi ke toko atau toko swalayan yang tak jauh dari rumah dengan menggunakan kendaraan bermotor, bukan jalan kaki.

- Anak-anak pergi ke sekolah dengan diantar menggunakan kendaraan meskipun jaraknya dekat.

Hindari Alkohol

Selain meningkatkan aktivitas fisik, upaya tepat untuk menghindari penyakit jantung adalah dengan tidak mengonsumsi minuman beralkohol.

“Kalau masih mengonsumsi alkohol, segera dihentikan karena bisa meningkatkan zat lemak darah yang menimbulkan plak di pembuluh darah dan menjadi risiko penyakit jantung.”

Alkohol juga dapat merusak otot-otot jantung yang ditandai dengan mudah sesak atau mudah lelah padahal hanya sedikit beraktivitas, kaki mudah bengkak, dan tidur harus dalam posisi duduk.

“Itu yang harus kita hindari dan harus kita hentikan kebiasaan meminum alkohol,” pungkasnya.

 

Infografis Jantung

Infografis jantung kemkes
Infografis jantung kemkes
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya