Toksisitas BPA Timbulkan Risiko pada Kesehatan, Dokter: Dibutuhkan Regulasi Preventif

Bisphenol-A (BPA) merupakan kandungan berbahaya yang memiliki risiko jangka panjang yang tidak boleh digunakan dalam kemasan pangan (makanan dan minuman).

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 14 Okt 2021, 11:00 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2021, 11:00 WIB
Ilustrasi botol plastik mengandung Bisphenol-A (BPA)
Ilustrasi botol plastik mengandung Bisphenol-A (BPA) Credit: pexels.com/Renee

 

Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis anak yang juga anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Irfan Dzakir Nugroho, menyampaikan bahwa toksisitas BPA telah menjadi perhatian, terutama di negara-negara Eropa dan Amerika.

“Toksisitas BPA menimbulkan berbagai penyakit, efeknya sangat luas di berbagai kelompok. Sudah banyak studi yang membuktikan hal tersebut, dan untuk mencegahnya dibutuhkan regulasi preventif yang menjauhkan masyarakat dari bahaya BPA,” kata Irfan dalam konferensi pers Centre for Public Policy Studies (CPPS), Rabu (13/10/2021).

Ia menambahkan, BPA ada di seluruh bagian tubuh dan sudah banyak studi membuktikan bahwa bahaya BPA terkait dengan gangguan hormonal, kanker, penyakit saraf dan obesitas.


Gangguan Perilaku Manusia

Irfan juga mengatakan, ada hubungan yang kuat antara paparan BPA dan gangguan perilaku manusia, terutama pada anak-anak.

BPA ini menyerupai estrogen dalam tubuh, sehingga mengganggu perkembangan organ seksual pada anak-anak, katanya.

Ia menambahkan bahwa upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari penggunaan produk mengandung BPA dan memberikan ASI secara langsung, mengurangi konsumsi makanan pada kemasan plastik, dan tidak memanaskan makanan dalam kemasan plastik di microwave.

Menanggapi pertanyaan tentang ambang batas BPA, Irfan merasa perlu adanya evaluasi dan revisi dari batas aman yang ada saat ini.


Perspektif Perlindungan Anak

Dari perspektif perlindungan anak, Arist Merdeka Sirait, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) memberikan penjelasan bahwa anak-anak memiliki hak atas kesehatan dan hak atas hidup yang diatur dalam Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Arist juga menyatakan bahwa Pemerintah memegang amanah Undang Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014. Hak ini adalah hak yang sangat fundamental, ungkapnya.

“Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai wakil pemerintah memiliki kewenangan untuk melindungi masyarakat. Kalau kita ingin mendesain regulasi BPA yang tepat, maka kita harus kembalikan ke Pemerintah,” tegasnya.

Tidak ada toleransi BPA terhadap hak kesehatan anak, ibu hamil dan bayi, lanjutnya. Komnas anak sudah melakukan berbagai kampanye peduli kesehatan ibu hamil.

“Sehingga nanti kalua pemerintah masih belum membuat regulasi BPA yang tepat, setidaknya para ibu dan anak-anak sudah bisa menghindari kemasan yang mengandung BPA,” pungkasnya.

 


Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat

Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat
Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya