Liputan6.com, Jakarta Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI), Prof Dr dr Rini Sekartini SpA(K) mengingatkan bahwa cakupan vaksinasi COVID-19 di Indonesia belum maksimal, meski angka kasus penularan virus Corona mengalami tren melandai.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) per Selasa, 12 Oktober 2021, jumlah penduduk Indonesia yang sudah vaksinasi COVID-19 dosis 1 baru 48,6 persen dan 28,04 persen untuk dosis ke-2, kata Rini.
Baca Juga
Oleh sebab itu, guna mengejar kekebalan imunitas, Rini, mengatakan, semua pihak bekerjasama mengoptimalkan cakupan vaksinasi COVID-19 agar seluruh masyarakat terlindungi dari virus Corona.
Advertisement
Dalam acara #GoodTalkSeries kolaborasi Good Doctor dengan Sentra Vaksinasi Serviam belum lama ini, Rini, menyebut, saat ini cakupan vaksinasi, terutama di Jakarta sudah di atas 80 persen. Pada kelompok dewasa bahkan sudah di atas 100 persen, dengan rincian vaksin pertama di atas 90 persen, dan vaksin kedua sudah di atas 80 persen..
Sementara itu, kata Rini, vaksinasi anak di negara lain sudah sejak usia tiga tahun menggunakan vaksin Sinovac. Di Indonesia belum dibolehkan untuk anak di bawah 12 tahun.
Namun, saat ini tengah dilakukan penelitan vaksin buatan Bio Farma, dengan turut melibatkan anak-anak. Hanya saja penelitian dilakukan bertahap mulai dari dewasa, lansia, dan baru anak-anak.
Menurut dr Jeffri Aloys Gunawan SpPD dari Good Doctor, ada perubahan regulasi untuk penyintas COVID-19 agar bisa menerima vaksin Corona.
Bila dulu menunggu dulu selama tiga bulan setelah kena COVID-19, sekarang satu bulan pun sudah bisa vaksinasi.
"Syaratnya, penyintas dengan gejala ringan-sedang, bisa divaksin satu bulan setelah dinyatakan sembuh. Bagi yang mengalami gejala berat, harus menunggu tiga bulan dengan catatan harus bebas dari long COVID dan kondisi sudah stabil tanpa gejala sisa. Konsultasikan dulu dengan dokter sebelum vaksinasi. Untuk pilihan vaksinnya, bisa apa saja yang tersedia," katanya.
Kena COVID-19 Tak Lama Setelah Vaksinasi
Lebih lanjut dia, mengatakan, jika tak lama setelah vaksinasi COVID-19 ke-1 terkonfirmasi positif COVID-19, setelah sembuh bisa langsung lanjutkan dosis kedua. Tidak perlu diulang.
"Jangan menganggap tidak perlu dosis kedua karena sudah dapat ‘vaksin dosis kedua’ saat terkena COVID-19," ujarnya.
Menurut Jeffri, terdapat studi yang menunjukkan bahwa kekebalan yang muncul dari infeksi alami tidak sama dengan yang muncul dari vaksinasi.
Studi itu menyebutkan bahwa kekebalan yang terbentuk lebih bagus dari vaksin, karena di dalam vaksin ada ajuvan (zat tambahan) khusus, yang membuat efek kekebalannya jauh lebih bagus daripada infeksi alami.
"Meski sudah kena varian Delta, tetap saja harus vaksinasi. Apalagi kalau yang baru dapat 1 dosis,” katanya.
Menurutnya, vaksin Corona baru, Zifivax, merupakan vaksin ke-10 yang mendapatkan izin edar dari BPOM. Sudah ada uji klinis fase III dengan efikasi 81,7 persen. KIPI relatif ringan, tidak ada yang berat atau serius.
"Penggunaannya masih diperuntukkan 18 tahun ke atas, sesuai kriteria uji klinis. Vaksin ini cukup ampuh melindungi dari varian Delta, tapi belum bisa didapatkan di pasaran, karena perlu waktu untuk distribusinya. Kabar baiknya, vaksin ini nanti akan diproduksi sendiri oleh Indonesia. Diharapkan awal November nanti sudah tersedia," ujarnya.
Advertisement
Vaksin untuk Ibu Hamil
Sementara itu, katanya, vaksinasi untuk ibu hamil di Indonesia baru ada 3 jenis vaksin yang disetujui yaitu Pfizer, Moderna, dan Sinovac. Diharapkan akan lebih banyak lagi vaksin yang disetujui untuk ibu hamil, agar lebih banyak pilihannya.
“Menurut studi, ibu hamil yang kena COVID-19, risiko kematian meningkat sampai 70 persen. Jadi segeralah divaksin. Syaratnya, minimal 13 minggu kehamilan. Vaksinasi COVID-19 tidak boleh dilakukan di trimester 1 kehamilan," katanya.
Untuk ibu menyusui, bisa memakai vaksin yang ada di Indonesia. Masih banyak yang takut, nanti ada komponen vaksin yang masuk ke ASI lalu ditelan oleh bayi. Hal ini tidak benar, kata Jeffri.
Dari penelitian, tidak terbukti terjadinya hal tersebut. Yang masuk ke bayi melalui ASI hanyalah antibodi yang terbentuk dari hasil vaksin pada ibu. Jadi, ibu tidak perlu takut, bisa menyusui seperti biasa.
"Jauh lebih baik divaksin daripada tidak divaksin," katanya.
Agar anak terlindungi meski belum divaksinasi
Seiring menurunnya kasus COVID-19 di Indonesia, ruang perawatan kasus anak juga sangat jauh menurun. Ada beberapa anak dengan komplikasi yang dirawat karena COVID-19 di RSCM, misalnya anak dengan gangguan ginjal, pengidap leukemia.
Menurut Rini, gejala pada anak memang jarang yang menjadi berat, sebagian besar tidak bergejala. Yang dirawat pasti memiliki penyakit penyerta. Anak-anak juga dapat mengalami Long Covid, meskipun jarang. Misalnya masih lemah dan mudah lelah.
"Beberapa penelitian memang menemukan kasus Long Covid, tapi tidak seberat orang dewasa. Misalnya tidak ada kasus hilang penciuman dalam waktu lama pada anak, hanya capai dan kadang-kadang batuk dan gatal-gatal terutama anak yang memiliki alergi. Kemungkinan karena daya tahannya belum pulih seperti biasanya,” ujar Rini.
Terkait anak sudah mulai masuk sekolah, Rini meyakinkan bahwa protokol sekolah tatap muka sudah sangat ketat. Anak-anak hanya sekitar dua jam di kelas dan wajib menggunakan masker bahkan ada yang double masker dan menambahkan face shiled.
Selain itu, PTM pun hanya dua minggu sekali dan anak tidak membawa bekal sehingga tidak membuka masker selama di sekolah.
"Sampai saat ini di DKI Jakarta yang sudah memberlakukan sekolah tatap muka, belum ada klaster sekolah. Ada kasus tapi ternyata anak tertular dari klaster di rumah," katanya.
Advertisement
Anak-Anak Belum Vaksinasi
Disebabkan anak-anak belum bisa divaksinasi, Rini, menjelaskan, salah satu upaya melindungi dari infeksi COVID-19 dengan memberikan nutrisi yang sehat.
Selain itu, karena anak-anak lebih banyak berkegiatan di rumah, berikan vitamin secukupnya saja jangan berlebihan. Menurut Rini, cukup vitamin C dan vitamin D. Atau cukup multivitamin dan Vitamin D.
"Anak-anak tidak membutuhkan vitamin E secara khusus. Jangan berlebihan karena akan dibuang kelebihannya melalui urine. Vitamin D penting karena banyak anak kekurangan vitamin D terlebih setelah pandemi jarang aktivitas fisik di bawah sinar matahari," kata Rini.
Head of Medical Good Doctor, Dr Adhiatma Gunawan, mengatakan, Good Doctor selalu berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19 melalui berbagai inovasi dan program mereka.
Seperti para pasien Long Covid bisa berkonsultasi seputar kesehatan fisik dan mental dengan mitra dokter dan psikolog Good Doctor melalui Klinik Lawan COVID-19.