Liputan6.com, Jakarta - Varian Omicron atau B.1.1.529 mencuri perhatian publik. Varian baru COVID-19 yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan ini dilaporkan pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per 24 November 2021 dan menjadi Variant Under Monitoring (VUM). Tak perlu waktu lama, dua hari kemudian WHO menetapkannya sebagai Variant of Concern (VOC) pada 26 November 2021.
Seorang pemimpin riset di Vienna, Austria, Ulrich Elling berpendapat, Varian Omicron memiliki tingkat penularan yang 500 persen lebih tinggi dari Varian Delta.
"500 persen lebih menular daripada Delta. Hampir tidak mungkin untuk menahan penyebaran Varian Omicron bahkan dengan lockdown," ujar Ulrich dikutip Express.co.uk pada Minggu, 28 November 2021.
Advertisement
Varian ini disebut juga memiliki banyak mutasi, yang beberapa diantaranya dianggap mengkhawatirkan. Diketahui Varian Omicron memiliki 50 mutasi dengan 32 diantaranya pada protein spike atau duri-duri mahkota virus.
Baca Juga
"Ada 100 kali lebih banyak kasus COVID-19 di wilayah Afrika Selatan karena terdampak Varian Omicron dibandingkan dengan sebulan lalu. Kami melihat adanya ledakan kasus infeksi di sana terutama oleh Varian Omicron," kata Ulrich.
Ulrich, menambahkan, penyebaran Varian Omicron dinilai akan jauh lebih cepat daripada varian Delta.
Sejak varian Omicron terdeteksi di Afrika Selatan, kasus harian COVID-19 di negara tersebut meningkat. Dalam 28 hari terakhir tercatat ada 36 ribu kasus baru di Afrika Selatan. Varian Omicron pun telah menyebar hampir ke seluruh provinsi di Afrika Selatan.
Varian ini juga dilaporkan telah terdeteksi ke banyak negara di dunia. Sejumlah kasus Omicron terkonfirmasi ditemukan di Belanda, Denmark, dan Australia, bahkan setelah makin banyak negara memberlakukan larangan perjalanan.
Dunia Mewaspadai Varian Omicron
Penemuan kasus Omicron membuat negara-negara meningkatkan kewaspadaan. Pemerintah negara di seluruh dunia bergegas memberlakukan larangan perjalanan atas kekhawatiran bahwa varian tersebut mungkin kebal terhadap vaksin.
Negara-negara juga khawatir bahwa varian baru itu bisa berdampak pada pemulihan ekonomi setelah mereka dilanda pandemi selama dua tahun. Melalui pernyataan, WHO bersama para pakar teknis sedang berupaya memahami kemungkinan dampak Omicron terhadap langkah-langkah anti-COVID-19, termasuk pemberian vaksin.
Inggris mengatakan akan mengadakan sidang darurat para menteri kesehatan kelompok G7 pada Senin untuk membahas perkembangan terbaru. Sementara itu, badan kesehatan Belanda mengatakan 13 kasus varian Omicron ditemukan pada orang-orang di dua penerbangan yang tiba di Amsterdam dari Afrika Selatan pada Jumat 26 November.
Pihak berwenang Belanda telah melakukan pengujian terhadap lebih dari 600 penumpang kedua penerbangan tersebut. Setelah 61 kasus virus Corona ditemukan, pengujian dilanjutkan untuk mendeteksi varian Omicron.
"Ini mungkin seperti puncaknya gunung es," kata Menteri Kesehatan Hugo de Jonge.
Kepolisian militer Belanda mengatakan telah menangkap satu pasangan yang meninggalkan hotel tempat mereka dikarantina setelah dinyatakan positif terpapar COVID-19. Pasangan tersebut dilaporkan mencoba kabur dari negara itu.
Agenda pertemuan internasional seperti konferensi Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) di Jenewa, Swiss pun ikut tertunda dengan ditemukannya virus COVID-19 varian Omicron. Ketua Dewan Umum WTO Dacio Castillo menerangkan, anggota WTO mengambil keputusan untuk menunda pertemuan.
“Prioritas saya adalah kesehatan dan keselamatan semua peserta MC12 menteri, delegasi dan masyarakat sipil,” kata kata Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala dikutip dari laman Bloomberg.
Omicron sejauh ini telah terdeteksi di Australia, Belgia, Botswana, Inggris, Denmark, Jerman, Hong Kong, Israel, Italia, Belanda, Prancis, Kanada, dan Afrika Selatan.
Meski belum ditemukan di Indonesia, Pemerintah pun turut mewaspadai temuan varian baru COVID-19 ini. Pemerintah mengambil langkah pencegahan dengan memperketat pintu-pintu masuk negara baik darat, laut, maupun udara. Pendatang dari sejumlah negara dengan temuan kasus Varian Omicron dilarang masuk ke Indonesia. Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran No. 23 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID 19).
Advertisement
Omicron dan Gejalanya
Afrika Selatan melaporkan mengenai temuan B.1.1.529 pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Rabu, 24 November 2021. Akan tetapi sampel pertama varian ini sudah ditemukan sejak Selasa, 9 November 2021.
WHO kemudian menyebut varian B.1.1.529 sebagai Varian Omicron yang merujuk pada abjad ke-15 dari alfabet Yunani guna memudahkan masyarakat dalam penyebutannya dan tidak menimbulkan stigma.
Semula varian ini masuk dalam kategori Variant under Monitoring (VUM). Namun, akhirnya, WHO menetapkan varian Omicron sebagai variant of concern (VoC) pada Jumat, 26 November 2021. Artinya, varian B.1.1.529 masuk dalam kategori varian virus Corona penyebab COVID-19 dengan kewaspadaan tinggi.
Hal tersebut dipicu oleh banyaknya mutasi yang dihasilkan oleh varian Omicron, beberapa di antaranya pun mengkhawatirkan. Bahkan ada potensi yang lebih tinggi untuk seseorang dapat terinfeksi kembali.
"Bukti awal menunjukkan peningkatan risiko adanya terinfeksi ulang (reinfection) lewat varian ini, dibandingkan dengan VoC lainnya," ujar WHO dikutip CNBC.
Diketahui, infeksi Varian Omicron banyak ditemukan pada kategori usia 18 hingga 34. Kelompok usia tersebut merupakan kelompok dengan tingkat vaksinasi paling rendah di Afrika Selatan.
Bagaimana Gejala Varian Omicron?
Mengenai gejalanya, varian ini disebut memiliki tanda-tanda yang tak biasa dan cenderung lebih ringan dibandingkan varian-varian COVID-19 lainnya.
Petinggi Asosiasi Medis di Afrika Selatan dr Angelique Coetzee yang pertama kali mengingatkan pihak berwenang mengenai varian Omicron mengatakan, pasien-pasiennya tidak menunjukkan gejala yang umumnya mengarah pada COVID-19.
Gejala-gejala yang dialami oleh pasien-pasiennya yang kemudian terkonfirmasi positif COVID-19 varian Omicron yakni kelelahan yang luar biasa, tanpa nyeri tenggorokan yang menjadi gejala khas COVID-19, tak kehilangan penciuman (anosmia) ataupun perasa, dan sedikit batuk. Salah seorang pasiennya yang berusia 6 tahun malah mengalami peningkatan detak jantung yang sangat tinggi.
"Gejala-gejala mereka sangat berbeda dan sangat ringan dibandingkan dengan pasien-pasien yang pernah saya tangani sebelumnya," ujar dr Coetzee yang memiliki pengalaman medis 33 tahun, seperti dikutip dari Telegraph, Senin, 29 November 2021.
Coetzee mengatakan, kondisi kesehatan pasien-pasiennya membaik setelah menjalani perawat selama beberapa hari.
Terkait dengan gejala Varian Omicron, dua kasus varian Omicron yang ditemukan di Australia pun tidak menunjukkan gejala infeksi hingga dinyatakan positif COVID-19. Hingga saat ini mereka berada dalam kondisi baik.
Meski demikian, para ilmuwan dan dokter khawatir jika kelompok rentan seperti lansia dengan komorbid yang belum divaksinasi terpapar Varian Omicron. Dikhawatirkan kelompok rentan tersebut akan mengalami perburukan kesehatan.
Varian Omicron Turunkan Kemampuan Antibodi?
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, angkat bicara terkait varian Omicron yang telah terdeteksi di 13 negara dengan total kasus mencapai 128.
Budi mengatakan bahwa dunia dan Indonesia saat ini sudah jauh lebih cepat dan canggih dalam mengidentifikasi varian-varian baru, termasuk varian Omicron.
"Karena varian baru inilah yang menyebabkan terjadinya lonjakan. Jadi, setiap ada Alpha, Beta, Delta, setiap ada varian baru, terjadi lonjakan. Faktor utama lonjakan adalah varian baru," kata Budi Gunadi Sadikin saat menyampaikan keterangan pers pada Minggu malam, 28 November 2021.
Pada kesempatan itu Budi menjelaskan alasan Badan Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan varian Omicron ke dalam Variant of Concern atau kelompok kewaspadaan tertinggi.
Dijelaskan Budi, karena Omicron memiliki mutasi sekitar 50, yang 30 mutasinya ada di spike protein atau mahkota virus Corona penyebab COVID-19.
"Kenapa bisa cepat menjadi Variant of Concern karena dia mutasinya sangat banyak, dan mutasi-mutasi yang berbahaya dari varian-varian sebelumnya ada di sini," kata Budi.
"Dari 30 mutasi tersebut dan 50 mutasi totalnya, banyak mutasi-mutasi yang ada di varian Alpha, Beta, Delta, dan Gama, yang buruk-buruk yang diidentifikasi," Budi menambahkan.
Lebih lanjut Budi, menjelaskan, kemungkinan mutasi yang buruk dari varian Omicron dibagi menjadi tiga kelompok.
1. Mutasi yang meningkatkan keparahan
Khusus varian Omicron, kata Budi, studinya masih berjalan. Sehingga masyarakat diharapkan jangan termakan berita-berita hoaks, yang seakan-akan orang tersebut menjadi ahli virologi.
"Karena ini bukan bidangnya dokter, tapi virologi. Semua orang mendadak jadi virologi," katanya.
Untuk kelompok pertama ini, sampai saat ini belum ditemukan indikasi bahwa varian Omicron meningkatkan keparahan.
2. Mutasi yang meningkatkan transmisi penularan
Sedangkan untuk poin kedua, Menkes, mengatakan, kemungkinan besar varian Omicron lebih cepat penularannya. "Sedang difinalisasi research-nya," katanya.
3. Mutasi yang bisa menurunkan kemampuan antibodi atau menghindari vaksin (Escape Immunity)
"Apakah dia bisa escape immunity atau menurunkan kemampuan antibodi dari infeksi atau vaksinasi sebelumnya? Kemungkinan besar, iya. Balik lagi, belum dikonfirmasi,"katanya.
Advertisement
Strategi Indonesia Waspadai Varian Omicron
Menkes Budi Gunadi mengatakan, hingga saat ini Varian Omicron belum terdeteksi di Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan pun menyebut, kondisi pandemi COVID-19 di Tanah Air terkendali. Karenanya, Pemerintah meminta agar masyarakat tidak panik menyikapi temuan Varian Omicron. Meski demikian, masyarakat diminta untuk tetap waspada dan menerapkan protokol kesehatan, terlebih menjelang libur Natal dan tahun baru (Nataru).
Sementara itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta semua pihak meningkatkan kewaspadaan, menyusul munculnya varian baru Covid-19 B.1.1.529 atau varian Omicron. Jokowi memerintahkan para menteri menyiapkan langkah antisipasi dan mitigasi.
"Selain varian lama, di beberapa negara telah muncul varian baru, varian Omicron yang harus menambah kewaspadaan kita. Antisipasi dan mitigasi perlu disiapkan sedini mungkin," jelas Jokowi dalam acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2022 di Istana Negara Jakarta, Senin (29/11/2021).
Menurut dia, upaya mitigasi terharap penyebaran varian baru Covid-19 harus dilakukan sedini mungkin agar tak mengganggu kesinambungan program reformasi struktural yang tengah dijalankan. Terlebih, saat ini, pemerintah juga sedang melaksanakan program pemulihan ekonomi nasional.
Dua hari setelah WHO menetapkan Varian Omicron sebagai VoC, Indonesia mengambil sejumlah kebijakan guna mencegah varian baru COVID-19 itu masuk ke Tanah Air. Kebijakan itu diakui Menkes Budi Gunadi Sadikin diambil berdasarkan data dan fakta yang tersedia serta hasil diskusi dengan para pakar, termasuk di dalamnya para epidemiolog.
Kebijakan yang tertuang dalam Surat Edaran Satgas Penanganan COVID-19 No. 23 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID 19) antara lain memperketat pintu-pintu masuk negara dari darat, laut, maupun udara; menutup sementara akses pendatang dari 11 negara; hingga penerapan masa karantina 7 dan 14 hari bagi WNA dan WNI yang masuk ke Indonesia. Kebijakan tersebut berlaku efektif mulai Senin, 29 November 2021.
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, pembatasan pintu masuk ke Indonesia terkait kemunculan varian Omicron, yakni menangguhkan pemberian visa kepada warga negara asing (WNA) dengan riwayat perjalanan dalam 14 hari terakhir ke 11 negara.
Ke-11 negara yang dimaksud, antara lain, Afrika Selatan, Botswana, Lesotho, Eswatini, Mozambique, Malawi, Zambia, Zimbabwe, Angola, Namibia, dan Hong Kong.
Pengaturan pembatasan masuk, dikecualikan kepada pemegang visa diplomatik dan dinas, pejabat asing setingkat menteri ke atas beserta rombongan yang melakukan kunjungan resmi/kenegaraan, masuk dengan skema Travel Corridor Arragement dan delegasi negara anggota G20.
“Daftar negara ini dapat ditambah jika ada konfirmasi transmisi lokal di negara lainnya. Sebagai tindak lanjut, ketentuan ini akan diberlakukan dalam 1x24 jam ke depan,” jelas Wiku melalui keterangan tertulis.
Sedangkan aturan karantina bagi pelaku perjalanan internasional, Wiku Adisasmito menjelaskan sebagai berikut:
Pertama, Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki riwayat perjalanan ke negara-negara yang terdapat laporan kasus varian COVID-19 Omicron dalam 14 hari terakhir tetap diizinkan untuk kembali ke Indonesia. Syaratnya, kewajiban menjalani karantina selama 14 hari.
Keterangan ini juga diungkap oleh Menko Marves Luhut Pandjaitan. "Untuk WNI yang pulang ke Indonesia dan punya riwayat perjalanan di poin A akan dikarantina selama 14 hari,” kata Luhut.
Negara-negara yang dimaksud, antara lain, Afrika Selatan, Botswana, Lesotho, Eswatini, Mozambique, Malawi, Zambia, Zimbabwe, Angola, Namibia, dan Hong Kong. Indonesia pun menutup pintu masuk sementara untuk Warga Negara Asing (WNA) dari asal kedatangan negara ini.
Kedua, WNA dan WNI dari negara lain yang tidak disebutkan di atas (yang ada laporan transmisi varian Omicron), wajib melakukan penyesuaian durasi karantina menjadi 7x24 jam (7 hari).
"Penambahan durasi karantina, dari yang sebelumnya hanya 3 atau 5 hari, tergantung status vaksinasinya ini, merupakan upaya kehati-hatian Pemerintah untuk mencegah potensi lonjakan kasus akibat varian Omicron," terang Wiku.
Wiku juga mengatakan, spesimen dari pelaku perjalanan internasional, khususnya dari negara dengan transmisi varian Omicron akan wajib di-sequencing-kan.
"Upaya sekuensing untuk meminimalisir kebocoran kasus varian baru, sedangkan untuk sampel dari pelaku perjalanan lainnya akan menyesuaikan," kata Wiku.