Melonggarkan dan Mencabut Pembatasan COVID-19 Saat Kasus Tinggi Picu Kemunculan Varian Baru

Beberapa negara di Eropa seperti Inggris, Prancis, Denmark, dan Swedia memutuskan untuk melakukan pelonggaran hingga mencabut pembatasan COVID-19.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 28 Feb 2022, 14:00 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2022, 14:00 WIB
Denmark Cabut Semua Pembatasan Covid-19
Penumpang di halte bus di Kopenhagen, Denmark, Selasa (1/2/2022). Denmark pada Selasa menjadi negara Uni Eropa (UE) pertama yang mencabut semua pembatasan Covid-nya meskipun ada rekor jumlah kasus. (Liselotte Sabroe/Ritzau Scanpix via AP)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa negara di Eropa seperti Inggris, Prancis, Denmark, dan Swedia memutuskan untuk melakukan pelonggaran hingga mencabut pembatasan COVID-19. Sementara itu, Indonesia hingga kini masih menerapkan protokol kesehatan ketat demi menekan kasus penularan virus SARS-CoV-2.

Menurut Ketua Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan pada kasus harian yang masih tinggi, pencabutan atau pelonggaran pembatasan sosial akan sangat berisiko.

“Kita tahu bahwa COVID-19 menular melalui interaksi antar manusia. Jadi, kalau interaksi itu terus diperbolehkan tanpa protokol kesehatan maka sangat-sangat berisiko terjadi penularan,” kata Erlina dalam konferensi pers daring bersama Kemenkes RI pada Jumat, 25 Februari 2022.

Ia juga mengingatkan, COVID-19 bisa saja tidak berhenti di varian Omicron. Di waktu mendatang, ada kemungkinan munculnya varian-varian lain.

Simak Video Berikut Ini

Akibat Penularan Tak Terkendali

Kemungkinan munculnya varian-varian lain akan menjadi semakin tinggi jika penularan COVID-19 yang tengah terjadi tidak terkendali.

“COVID-19 ini mungkin tidak berhenti di Omicron saja, bisa jadi varian yang ke depannya masih akan ada, nah kenapa ada varian? Karena tidak bisa mengendalikan penularan.”

“Jadi varian itu terjadi karena penularan yang terus-menerus. Saat terjadi penularan, virus otomatis akan menjadi aktif dan memperbanyak diri.”

Saat memperbanyak diri, virus berpotensi melakukan replikasi yang salah sehingga timbulah varian baru.

Menghindari Kemunculan Varian Baru

Erlina menambahkan, sekitar 40 persen varian COVID-19 memang bukan varian yang perlu diperhatikan atau bukan Variant of Concern (VOC).

Jika varian baru yang terbentuk sifatnya lemah, maka tidak akan berdampak buruk. Namun, pada kenyataannya dapat juga timbul sebagian kecil varian kuat yang bisa menjadi VOC.

“Itulah yang kita hindari, jadi cara menghindari varian baru adalah dengan memutus rantai penularan.”

“Kalau di negara-negara Eropa dan di negara lain yang angka hariannya masih lumayan kemudian membebaskan protokol kesehatan, maka potensi munculnya varian baru akan ada. Yang kasihan adalah kelompok rentan seperti lanjut usia.   

 

Infografis Bedanya Vaksin Primer dengan Booster COVID-19

Infografis Bedanya Vaksin Primer dengan Booster Covid-19
Infografis Bedanya Vaksin Primer dengan Booster Covid-19 (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya