Liputan6.com, Jakarta Studi baru yang dirilis di Pediatrics menemukan kalau remaja yang melakukan seks (oral maupun vaginal) rentan terhadap emosional negatif.
Sonya Brady, PhD, dan Bonnie Halpern-Felsher, PhD menyarankan agar para orang tua dan profesional kesehatan harus membantu remaja mempersiapkan dan mengatasi emosi yang melekat pada seks.
Baca Juga
Kedua peneliti tersebut bekerja di University of California, San Francisco.
Advertisement
Dilansir dari WebMD, temuan mereka tersebut berdasarkan hasil dari mempelajari kelompok beragam dari 273 siswa yang aktif secara seksual di dua sekolah umum California antara tahun 2002 dan 2004.
56% para siswa yang di antaranya adalah perempuan, semuanya melaporkan telah melakukan seks vaginal dan/atau oral pada musim semi kelas 10.
Dari 116 siswa mengatakan mereka hanya melakukan seks oral, 43 mengatakan mereka hanya melakukan seks vaginal, dan 114 mengatakan mereka melakukan keduanya.
Â
Konsekuensi Seks Remaja
Untuk penelitian ini, para siswa menyelesaikan survei setiap enam bulan antara kelas 9 dan 10 tentang konsekuensi yang mereka alami dari seks.
Secara keseluruhan, para remaja melaporkan konsekuensi positif, seperti kesenangan, popularitas, dan hubungan yang lebih kuat.
Tetapi persentase yang cukup besar mencatat konsekuensi negatif seperti merasa dimanfaatkan, hamil, tertular infeksi menular seksual, atau merasa buruk tentang diri mereka sendiri.
Mereka yang melaporkan setidaknya satu efek negatif termasuk 31% dari mereka yang hanya melakukan seks oral, 58% dari mereka yang hanya melakukan seks vaginal, dan hampir 62% dari mereka yang melakukan keduanya.
Kesenjangan Gender
Anak perempuan dua kali lebih mungkin dibandingkan anak laki-laki untuk mengatakan bahwa mereka merasa buruk tentang diri mereka sendiri. Anak perempuan juga tiga kali lebih mungkin untuk mengatakan bahwa mereka merasa dimanfaatkan karena berhubungan seks.
Temuan tersebut mungkin sebagian berasal dari standar ganda masyarakat tentang seks.
"Temuan ini konsisten dengan penelitian yang menunjukkan bahwa anak laki-laki didorong untuk mengalami pengalaman seksual, sedangkan anak perempuan didorong untuk membatasi perilaku seksual," tulis para peneliti.
Anak laki-laki lebih cenderung mengatakan popularitas mereka meningkat ketika mereka menjadi aktif secara seksual.
Tetapi mereka juga lebih mungkin melaporkan kehamilan atau infeksi menular seksual sebagai akibat dari aktivitas seksual mereka.
Alasan untuk temuan itu tidak jelas. Anak laki-laki mungkin lebih aktif secara seksual, memiliki lebih banyak pasangan atau seks berisiko, atau lebih bersedia untuk mengakui konsekuensi tersebut, kata para peneliti.
Â
Advertisement
Saran Peneliti
Remaja mungkin membutuhkan bantuan dalam mengatasi emosi yang mengelilingi seks, kata para peneliti.
Peneliti juga menyarankan agar para profesional kesehatan dan orang dewasa lainnya untuk berbincang dengan remaja tentang tentang bagaimana keputusan untuk terlibat dalam semua jenis aktivitas seksual memiliki konsekuensi penting.
Adapun batasan dalam studinya, kata mereka, masih belum jelas apakah hasilnya berlaku untuk semua siswa kelas 9 dan 10 yang aktif secara seksual. Selain itu, survei tidak memberi label konsekuensi yang terdaftar sebagai baik atau buruk. Para peneliti hanya mengklasifikasikan konsekuensi sebagai positif atau negatif tanpa masukan remaja.
"Kami tidak tahu apakah konsekuensinya dipandang positif atau negatif oleh remaja," tulis Brady dan Halpern-Felsher.