Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan teknologi saat ini semakin pesat, menciptakan berbagai inovasi yang mendalam dalam kehidupan manusia. Salah satu kemajuan tersebut adalah hadirnya robot yang dirancang dengan kecanggihan tinggi, tak hanya sebagai alat bantu, namun juga sebagai pendamping yang dapat merespons perasaan manusia.
Robot-robot ini tidak hanya cantik atau tampan, namun beberapa di antaranya juga diprogram untuk memberikan pengalaman yang lebih intim, termasuk kepuasan seksual.
Advertisement
Fenomena ini menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai hukum hubungan intim antara manusia dengan robot cantik. Di tengah diskusi teknologi yang semakin berkembang, muncul kekhawatiran dan pertanyaan terkait bagaimana agama melihat hal ini, terutama dalam pandangan Islam yang memiliki aturan jelas terkait hubungan intim antar manusia.
Advertisement
Masyarakat pun mulai bertanya-tanya, apakah hubungan intim dengan robot yang dirancang untuk memberikan kepuasan seks tersebut diperbolehkan dalam agama, atau justru dianggap sebagai suatu perbuatan yang berdosa.
Apakah hukum hubungan intim dengan robot cantik tersebut sebanding dengan hubungan intim yang sah menurut agama ataukah justru bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap aturan syariat?
Untuk menjawab persoalan ini, banyak yang merujuk pada penjelasan dalam berbagai kitab dan tafsir, termasuk tafsir Ibnu Katsir yang membahas hukum-hukum terkait hubungan intim dalam Islam.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Ini Penyaluran Seks yang Dihalalkan
Dikutip dari Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah-KTB, dalam tafsir Ibnu Katsir diterangkan mengenai tafsir surat Al-Mukminun ayat 5 hingga 7 yang menjelaskan penyaluran seks yang dihalalkan hanya pada istri dan "milkul yamin" (budak yang dimiliki). Penyaluran seks kepada selain keduanya, menurut pandangan ini, hukumnya masuk dalam kategori zina.
Tafsir ini memberikan gambaran jelas bahwa setiap hubungan intim yang dilakukan di luar ikatan pernikahan yang sah dan di luar hubungan dengan wanita yang dimiliki secara sah (milkul yamin) dianggap sebagai perbuatan yang dilarang.
Dalam hal ini, hubungan intim dengan robot yang tidak memiliki status sebagai istri atau budak milik sah tentu tidak dapat dianggap sebagai hubungan yang halal dalam ajaran Islam.
Sebagaimana diterangkan dalam tafsir Ibnu Katsir, jika hubungan seksual dilakukan dengan selain istri atau "milkul yamin," maka hal tersebut dikategorikan sebagai zina. Ini mengarah pada kesimpulan bahwa hubungan intim dengan robot, yang tidak memiliki kedudukan sebagai pasangan yang sah, tidak bisa dibenarkan dalam ajaran Islam.
Lebih lanjut, hal ini juga berkaitan dengan hukum yang berlaku untuk perilaku onani atau istimna', yang menurut pandangan Imam Syafi’i adalah haram. Istimna' dalam konteks ini mengacu pada perbuatan yang dilakukan untuk mencari kepuasan seksual di luar hubungan yang sah, seperti dengan menggunakan benda atau objek yang bukan pasangan halal.
Imam Syafi’i dan para pendukung pendapatnya merujuk pada ayat dalam Al-Qur'an, yaitu firman Allah dalam surat Al-Mu’minun ayat 5 sampai 7, yang menjelaskan mengenai larangan mencari kepuasan seksual di luar ikatan yang sah, yakni dengan istri atau "milkul yamin."
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
Wa alladhīna hum li furoojihim ḥāfiẓūn illā ʿalā azwājihim aw mā malakat aymānuhum fa innahum ghayru malūmīn
Artinya: "Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka, kecuali kepada istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela."
Advertisement
Dengan Robot Bisa Digolongkan Onani yang Haram
Ayat ini menjadi salah satu dasar hukum bagi pandangan yang menyatakan bahwa setiap hubungan seksual yang dilakukan di luar pasangan halal, baik itu istri atau budak milik, termasuk dalam kategori perbuatan yang dilarang.
Imam Syafi’i sendiri menegaskan bahwa perbuatan istimna' atau onani merupakan pelanggaran jika dilakukan di luar batasan tersebut, yaitu jika bukan untuk pasangan yang sah. Dalam konteks ini, penggunaan robot seks atau objek lainnya untuk kepuasan seksual dianggap sebagai bentuk onani yang haram.
لِمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Artinya: "Barang siapa yang mencari di luar itu, maka mereka adalah orang-orang yang melampaui batas."
Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa mencari kepuasan seksual dengan cara selain yang dibolehkan oleh agama adalah suatu pelanggaran, dan mereka yang melakukannya termasuk dalam kategori orang-orang yang melampaui batasan yang telah ditetapkan oleh Allah.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun robot seks ini dapat memberikan kepuasan fisik bagi penggunanya, keberadaannya tidak memenuhi ketentuan agama tentang hubungan intim yang sah, yang hanya dibolehkan antara pasangan suami-istri atau budak milik dalam pandangan syariat Islam.
Melihat robot cantik yang menimbulkan syahwat saja, menurut pandangan agama, sudah dianggap haram. Oleh karena itu, hubungan intim dengan robot tersebut tidak hanya dilarang, tetapi juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi penggunanya, baik secara moral maupun spiritual.
"Wallahu a'lam" adalah penegasan bahwa hanya Allah yang lebih mengetahui tentang hukumnya secara pasti. Namun, para ulama sepakat bahwa segala bentuk perbuatan yang dilakukan untuk memperoleh kepuasan seksual di luar aturan yang telah digariskan dalam syariat adalah haram.
Secara keseluruhan, hubungan intim dengan robot cantik yang dirancang untuk kepuasan seksual tetap tidak dibolehkan dalam ajaran Islam, karena melanggar prinsip dasar syariat mengenai tempat dan cara sah dalam melakukan hubungan intim. Sebagai umat Islam, sudah menjadi kewajiban untuk senantiasa menjaga batasan yang telah ditentukan oleh Allah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal ini hubungan seksual.
Menghindari perilaku yang melampaui batasan agama adalah langkah yang tepat untuk menjaga diri dan tetap berada dalam koridor yang benar menurut hukum syariat Islam. Oleh karena itu, meskipun teknologi menawarkan banyak kemudahan dan kepuasan, tidak selamanya segala bentuk kecanggihan teknologi dapat dibenarkan tanpa memperhatikan norma dan hukum agama.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul