Anak Muntah Berwarna Hijau Tua, Waspada Gangguan Kesehatan Serius

Muntah merupakan kondisi yang umum terjadi pada anak. Namun perlu untuk diwaspadai bila warnanya kehijauan.

oleh Diviya Agatha diperbarui 11 Mei 2022, 14:00 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2022, 14:00 WIB
Jenis Muntah Anak dan Solusi untuk Menanganinya
Jenis Muntah Anak dan Solusi untuk Menanganinya

Liputan6.com, Jakarta - Pada anak, muntah dapat dikatakan sebuah kondisi yang umum terjadi. Penyebabnya begitu beragam mulai dari ringan seperti terlalu banyak makan atau minum hingga berat yang dikarenakan efek dari kondisi kesehatan tertentu.

Ketua Unit Kerja Koordinasi Gastrohepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr dr Muzal Kadim, SpAK mengungkapkan bahwa muntah memang biasanya merupakan suatu refleks akibat ada pemicu lain.

"Jadi refleks yang ada pemicunya. Pemicunya bisa macam-macam. Apa saja? Bisa diare, Rotavirus diare itu bisa menimbulkan muntah," ujar Muzal dalam seminar media IDAI bertema Serba-Serbi Penyakit Lebaran pada Anak ditulis Rabu, (11/5/2022).

Namun menurut Muzal, terdapat jenis muntah yang perlu lebih diwaspadai yakni muntah berwarna hijau terutama hijau tua. Hal tersebut bisa menjadi tanda kondisi yang lebih serius pada anak.

"Muntah hijau itu merupakan gejala muntah yang lebih berat karena kalau muntah hijau itu sudah ada tanda sumbatan atau obstruksi organ atau usus," kata Muzal.

"Berarti ususnya itu ada sumbatan baik itu gangguan terpuntir atau kelainan-kelainan. Biasanya membutuhkan tindakan bedah kalau muntahnya hijau," Muzal menambahkan.

Muzal mengungkapkan, sebenarnya muntah biasa yang dialami anak juga perlu untuk diwaspadai. Hanya saja bila warnanya telah berubah menjadi hijau itu bisa lebih berbahaya.

"Muntah yang biasa itu pun perlu diwaspadai, tapi kalau yang hijau itu lebih berbahaya. Jadi kalau dari awal sudah muntah hijau tua, itu mesti lebih waspada karena itu kemungkinan membutuhkan pembedahan. Jadi lebih serius, itu tanda bahaya," kata Muzal.

Gangguan Saluran Cerna pada Anak

Sebelumnya, Muzal juga menjelaskan bahwa gangguan saluran cerna seperti muntah, diare, dan lain-lainnya memang lebih mudah terjadi.

Hal tersebut lantaran saluran cerna merupakan organ dengan luas permukaan yang kompleks dan luas. Sehingga semakin kompleks suatu organ, maka akan semakin sering berpotensi mengalami gangguan.

"Gangguannya apa? Paling sering terganggu itu adalah muntah, kembung, diare, sakit perut, konstipasi (sembelit), intoleransi, dan alergi makanan. Nah ini yang terjadi pada anak secara umum apalagi pasca Lebaran," ujar Muzal.

Menurutnya, momen Lebaran dapat membuat seorang anak mengalami perubahan pola kehidupan sehari-hari yang dapat membuat gangguan pada saluran cerna terjadi.

"Biasanya pola di rumah, rutin, sudah teratur anak itu. Tidur jam berapa, bangun jam berapa, mandi, sarapan, snack itu sudah diatur sedemikian rupa dan anak itu sudah established," kata Muzal.

"Tiba-tiba terjadi gangguan polanya, perubahan. Mungkin kalau ke luar kota, nginep, mudik. Itu (gangguan cerna) pasti terjadi," tambahnya.

Faktor Pemicu Gangguan Saluran Cerna

Terlebih masih ada sederet faktor lainnya yang ikut mempengaruhi. Seperti kelelahan, stres, penurunan imunitas, makan yang tidak teratur, hingga kurang tidur.

"Lebaran itu suka kelelahan. Apalagi kalau mudik pakai kendaraan mobil yang saat ini macet, itu pada anak suka terjadi kelelahan," kata Muzal.

"Stres juga terjadi karena ada perubahan pola. Nginep di tempat yang berbeda itu sudah bisa menimbulkan stres pada anak," Muzal menuturkan.

Akibatnya, penurunan imunitas pun bisa ikut terjadi. Belum lagi jika bertemu dengan orang banyak yang tidak dapat diketahui kondisi kesehatannya secara pasti.

Dalam kesempatan yang sama, Muzal juga membahas terkait diare pada anak. Dalam istilah medis, diare terbagi menjadi tiga yakni diare akut, diare persisten, dan disentri.

Namun diare yang paling sering terjadi pada anak pasca Lebaran adalah diare akut yang mana terjadi dalam kurun waktu kurang dari 14 hari.

"Jadi kalau (buang air besar) lebih dari tiga kali, itu dikatakan diare. Harus dilihat juga kalau rutin tiga kali, kalau bentuknya normal, itu bisa tidak dikatakan diare," kata Muzal.

Diare pada Anak

Tak hanya berkaitan dengan frekuensi buang air besar, diare pada anak juga harus memperhatikan bentuk fesesnya.

"Jadi harus ada konsistensi lebih lembek dari sebelumnya. Biasanya berbau lebih busuk, menyengat, berbau asam, ada lendir. Jadi ada perubahan pada fesesnya. Ibunya biasanya mengerti," kata Muzal.

Penyebab diare pun terbagi menjadi dua, langsung dan tidak langsung. Diare langsung disebabkan oleh virus seperti Rotavirus dan Adenovirus, bakteri seperti Salmonella, Shigella, Vibrio cholerae, E.coli, atau parasit seperti Entamoeba dan Candida.

Sedangkan penyebab tidak langsung umumnya berkaitan dengan kebersihan terkait asupan seperti makanan dan minuman. Serta, kebersihan lingkungan sekitarnya.

Muzal menjelaskan, saat ini gejala seperti diare, muntah, mual juga dikaitkan dengan hepatitis misterius yang mana juga dapat menular lewat saluran cerna.

Meski begitu, belum ada bukti pasti terkait penyebab hepatitis misterius sendiri. Namun, para orangtua tetap bisa mencegah penularan lewat saluran cerna dengan tetap menjaga kebersihan.

Infografis 6 Tips Bantu Anak Terbiasa Pakai Masker Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 6 Tips Bantu Anak Terbiasa Pakai Masker Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya