Liputan6.com, Jakarta - Teleskop Luar Angkasa James Webb milik NASA menangkap aktivitas aurora di Neptunus untuk pertama kalinya. Uniknya, aurora Neptunus tidak muncul di bagian kutub seperti yang terjadi pada bumi.
Melansir laman NASA pada Kamis (27/03/2025), aurora Neptunus terletak di garis lintang tengah geografis planet tersebut. Hal ini disebabkan oleh sifat aneh medan magnet Neptunus, pertama kali ditemukan oleh Voyager 2 pada 1989, memiliki kemiringan 47 derajat dari sumbu rotasi planet tersebut.
Karena aktivitas aurora didasarkan pada tempat medan magnet bertemu di atmosfer planet tersebut, aurora Neptunus berada jauh dari kutub rotasinya. Data ini diperoleh pada Juni 2023 menggunakan Spektrograf Inframerah Dekat Webb.
Advertisement
Baca Juga
Selain citra planet tersebut, para astronom memperoleh spektrum untuk mengkarakterisasi komposisi dan mengukur suhu atmosfer atas planet tersebut (ionosfer). Untuk pertama kalinya, mereka menemukan garis emisi yang sangat menonjol yang menandakan keberadaan kation trihidrogen (H3+), yang dapat tercipta dalam aurora.
Dalam citra Neptunus dari James Webb, aurora yang bersinar tampak sebagai bercak-bercak yang ditampilkan dalam warna cyan alias biru muda. Dari pengamatan Webb, tim tersebut juga mengukur suhu bagian atas atmosfer Neptunus untuk pertama kalinya sejak terbang lintas Voyager 2.
Hasilnya mengisyaratkan mengapa aurora Neptunus tetap tersembunyi dari para astronom begitu lama. Selama bertahun-tahun, para astronom telah memperkirakan intensitas aurora Neptunus berdasarkan suhu yang direkam oleh Voyager 2.
Suhu yang jauh lebih dingin akan menghasilkan aurora yang jauh lebih redup. Suhu dingin ini kemungkinan menjadi alasan mengapa aurora Neptunus tidak terdeteksi begitu lama.
Pendinginan yang dramatis juga menunjukkan bahwa wilayah atmosfer ini dapat berubah drastis meskipun planet ini terletak 30 kali lebih jauh dari Matahari dibandingkan dengan bumi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Neptunus berada di lokasi yang sangat jauh, pengaruh Matahari tetap signifikan terhadap perubahan atmosfer planet tersebut.
Selain aurora, citra James Webb juga mengungkapkan adanya lapisan awan tipis yang berkilau, yang tampaknya berinteraksi dengan aurora dan medan magnet planet tersebut. Para astronom menduga bahwa dinamika atmosfer yang kompleks turut berperan dalam pembentukan aurora unik di Neptunus.
Dilengkapi dengan temuan baru ini, para astronom sekarang berharap untuk mempelajari Neptunus dengan Webb selama siklus matahari penuh, periode aktivitas 11 tahun yang didorong oleh medan magnet matahari. Hasilnya dapat memberikan wawasan tentang asal-usul medan magnet aneh Neptunus, dan bahkan menjelaskan mengapa medan magnetnya sangat miring.
Aurora terjadi ketika partikel-partikel berenergi, yang sering kali berasal dari matahari, terperangkap dalam medan magnet planet dan akhirnya menghantam atmosfer bagian atas. Energi yang dilepaskan selama tabrakan ini menciptakan cahaya khas.
Di masa lalu, para astronom telah melihat tanda-tanda aktivitas aurora yang menggoda di Neptunus, misalnya, dalam penerbangan lintas Voyager 2 milik NASA pada 1989. Namun, pencitraan dan konfirmasi aurora di Neptunus telah lama luput dari perhatian para astronom meskipun deteksi berhasil dilakukan di Jupiter, Saturnus, dan Uranus.
Penemuan aurora ini tidak hanya menambah wawasan tentang atmosfer Neptunus, tetapi juga membuka jalan bagi pemahaman lebih dalam tentang bagaimana medan magnet planet berinteraksi dengan partikel energi tinggi dari Matahari. Para ilmuwan berharap hasil pengamatan ini akan memberikan gambaran lebih jelas tentang dinamika aurora di planet-planet luar tata surya serta membantu menjelaskan fenomena serupa di exoplanet yang mirip Neptunus.
(Tifani)