Liputan6.com, Jakarta - Temuan subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 bukan cuma di Bali. Berdasarkan data terbaru, ada 4 tambahan kasus BA.4 dan BA.5 yang berasal dari DKI Jakarta.
Dengan tambahan 4 orang, maka sudah ada 8 orang di Indonesia yang terdeteksi terpapar BA.5 dan BA.4 lewat hasil pemeriksaan whole genome sequencing.
Baca Juga
Menurut data yang dibagikan Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dokter spesialis paru konsultan Erlina Burhan, empat orang yang terdeteksi di Jakarta itu tiga diantaranya bergejala, sementara satu kasus tidak diketahui ada gejala atau tidak.
Advertisement
Berdasarkan hasil tes whole genome sequencing yang keluar 10 Juni 2022, salah seorang pasien perempuam yang terpapar BA.5 tercatat sebagai satu-satunya yang bergejala sedang. Pasien tersebut bergejala batuk, sesak napas, sakit kepala, mual muntah. Sementara dua lainnya bergejala ringan.
Pasien sudah mendapatkan dua kali suntikan vaksin Sinovac. Vaksinasi terakhir yang ia lakukan pada 21 Mei 2021 dan ia belum mendapatkan booster.
Berhubung pasien tersebut dirawat di sebuah rumah sakit swasta sehingga tidak bisa melihat hasil rontgen thoraks, maka Erlina memiliki dua kemungkinan penyebab orang tersebut alami sesak napas.
"Ada dua kemungkinan, mungkin replikasi virus ada di saluran napas bawah atau bisa jadi sesak napas karena penyakit lain," katanya.
Dua Pasien Lain di DKI Jakarta Gejala Ringan
Sementara itu, dua pasien lain di Jakarta mengeluhkan gejala ringan seperti demam, batuk, dan nyeri tenggorokan.
"Gejala BA.4 dan BA.5 ini mirip dengan awal-awal Omicron terdahulu ya BA.1 yang ringan dan sedang. Semoga tidak ada yang berat meski berkaca dari 8 kasus saja," kata Erlina.
Sebelum temuan 4 kasus di Jakarta, pemerintah mengumukan 4 kasus temuan BA.4 dan BA.5 di Bali. Dari empat pasien hanya satu yang bergejala dengan derajat ringan seperti sakit tenggorokan dan badan pegal.
"Hingga saat ini para ahli sepakat gejala BA.4 dan BA.5 gejala mirip Omicron terdahulu. Tidak akan berbeda yang bermakna," lanjut wanita yang sehari-hari praktik di RSUP Persahabatan Jakarta ini.
Gejala terbanyak pada Omicron adalah batuk, sesak napas, demam, badan pegal-pegal, fatique.
"Replikasi terbanyak Omicron itu di saluran napas atas, meski ada juga sedikit kasus yang replikasi hingga saluran napas bawah sehingga bisa sampai sesak napas," jelasnya.
Transmisibilitas atau kemampuan menular dua subvarian tersebut kemungkinan lebih cepat ketimbang BA.1 dan BA.2.
“Namun, untuk tingkat keparahan, saat ini karena kasusnya masih sedikit belum ada indikasi lebih parah. Jadi minimal sama dengan varian Omicron yang original. Belum terlihat indikasi perbedaan mungkin karena baru sedikit (kasusnya),” ujar Erlina dalam seminar daring Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Minggu (12/6/2022).
Advertisement
Vaksinasi COVID-19, Penting
Erlina mengatakan dari 8 kasus BA.4 dan BA.5 di Indonesia semuanya sudah mendapatkan vaksinasi COVID-19 dan beberapa sudah booster. Bisa jadi pasien tersebut tidak ada yang mengalami gejala berat karena sudah mendapatkan suntikan vaksin COVID-19.
"Jangan-jangan mereka ringan (dan satu bergejala sedang) karena sudah divaksin," kata Erlina.
Seperti diketahui vaksinasi COVID-19 terbukti bisa menurunkan risiko keparahan dan perawatan di rumah sakit bila tertular virus SARS-CoV-2.
Ia juga mendorong masyarakat yang belum mendapatkan suntikan ketiga atau booster untuk segera mendapatknya.
"Capaian booster kita belum sampai 30 persen lho," kata Erlina.
Berdasarkan data per 12 Juni 2022, ada 47.631.247 orang sudah mendapatkan vaksinasi booster.
Tak Usah Panik Hadapi BA.4 tapi Jangan Anggap Biasa
Sudah masuknya BA.4 dan BA.5 di Indonesia jangan sampai membuat orang panik tapi tidak boleh mengganggapnya biasa-biasa saja. Hal itu disampaikan Staf Ahli Menteri Kesehatan Andani Eka Putra di kesempatan yang sama.
"Jangan panik tapi jangan anggap biasa-biasa saja, tetap pikirkan hal ini bisa berisiko," kata Andani.
Andani juga mengungkapkan data-data pemeriksaan WGS pada 52 sampel pasien COVID-19 di DKI Jakarta dari pertengahan Mei hingga awal Mei. Dari 52 sampel dalam rentang waktu tersebut 'hanya' ada empat orang yang terpapar BA.4 dan BA.5 (Rincian: 3 terpapar BA.5 dan 1: BA.4).
Dari data itu, ia berhipotesis bahwa penyebab kenaikan kasus yang terjadi di DKI Jakarta beberapa waktu terakhir bukan karena dua subvarian Omicron itu meski begitu tetap perlu dicari tahu faktor apa yang menyebabkan kasus di DKI sempat naik hingga di angka 300-an dalam sehari.
"Hipotesis saya tidak ada kaitan antara BA.4 dan BA.5, terpenting kita tetap ketatkan prokes," katanya.
Advertisement