Liputan6.com, Jakarta - Kehadiran subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Indonesia membuat kasus konfirmasi harian yang beberapa bulan lalu sempat di angka 200-an kini menjadi 2 ribuan. Ya, anak dari Omicron ini memang memiliki karakter yang mudah menular dibandingkan varian-varian lain dari SARS-CoV-2.
Bila terpapar BA.4 dan BA.5 gejala yang biasa muncul memang cenderung ringan. Tiga gejala yang kerap muncup pada pasien di RI seperti batuk, sakit tenggorokan dan demam.
Baca Juga
"Dari yang terkonfirmasi ratusan (hasil pemeriksaan whole genome sequencing) data terbanyak mengatakan batuk, nyeri tenggorokan dan demam. Berbeda dengan Delta dulu ya yang dimulai dari demam, batuk, lalu sesak napas," kata dokter spesialis paru konsultan Erlina Burhan.
Advertisement
Dokter yang praktik di RS Persahabatan Jakarta ini juga mengungkapkan pasien-pasiennya menggambarkan rasa nyeri tenggorokan yang dirasakan itu sampai perih. Lalu, diikuti dengan gejala batuk kering.
Ia menjelaskan mengapa hanya sedikit yang melaporkan sesak napas pada kasus Omicron. Hal ini lantaran virus dari Omicron melakukan replikasi atau perkembangbiakan di saluran pernapasan atas bukan bawah.
Kabar baiknya, long COVID-19 pada mereka yang terpapar BA.4 dan BA.5 lebih sedikit dari Delta. Bahkan, separuh dari Delta yang alami long COVID bila terpapar Omicron.
"Artinya, kalau kita bicara long COVID, dari jurnal yang saya baca, ada 4-5 jurnal risikonya rendah. Separuhnya dari Delta," jelas Erlina dalam Virtual Class bersama Liputan6.com pada Rabu, 29 Juni 2022.
Â
Meski Ringan Jangan Anggap Sepele BA.4 dan BA.5
Gejala bila terpapar BA.4 dan BA.5 sebagian besar lebih ringan. Lalu, risiko alami long COVID lebih rendah. Meski begitu, Anda tidak boleh lengah dan terlena dalam situasi peningkatan kasus seperti sekarang ini.
"Gejalanya ringan, lalu keluhan pasca sembuh sedikit. Tapi ya jangan sampai terlena dan menganggap sepele," tegas wanita yang juga Ketua Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) ini.
Bagi orang yang memiliki sistem imun yang baik serta sudah divaksinasi, mungkin bila tertular kondisi baik atau hanya bergejala ringan. Namun, ada orang lain yang bisa tertular dan dampaknya bisa fatal. Misalnya pada orang lanjut usia, orang degan komorbid, anak kecil atau orang dengan gangguan sistem imun.
"Dampaknya bisa tidak ringan pada mereka."
Â
Advertisement
Pandemi COVID-19 Tidak Boleh Suka-Suka Gue
COVID-19 mengajarkan kita bahwa di dunia ini tidak hidup sendiri. Dalam situasi pandemi COVID-19 penting untuk memikirkan orang lain mengingat ini adalah penyakit menular.
"Belajar dari COVID-19, kita tidak hidup sendirian. tidak bisa suka-suka gue dong. Perlu diingat bahwa Anda bisa jadi sumber penularan," kata Erlina.
Maka, bila terpapar COVID-19 di masa BA.4 dan BA.5 tetap jalani pengobatan sembari isolasi 10 hari.
"Penyakit COVID-19 kan menular. Jadi, sambil diobati sambil isolasi mandiri agar orang lain tidak tertular. Isolasi cukup 10 hari," kata Erlina.
IDI Sarankan Pakai Masker di Luar Ruangan
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta pemerintah mengkaji kembali aturan boleh melepas masker di ruang terbuka. Hal ini lantaran kehadiran subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 yang memliki karakteristik mudah menular sudah masuk RI.
"Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 jadi pengingat masih perlunya memperkuat protokol kesehatan," kata kata Ketua Bidang Penanganan Penyakit Menular PB IDI, Agus Dwi Susanto dalam konferensi pers pada Selasa, 21 Juni 2022 di Kantor Pusat PB IDI Jakarta Pusat.
Kami merekomendasikan untuk dikaji kembali jika diperlukan," kata Agus.
Penggunaan masker di tempat terbuka disertai dengan penerapan protokol kesehatan yang lain merupakan bentuk kewaspadaan dalam menghadapi kasus COVID-19 yang tengah naik beberapa hari terakhir ini. Apalagi bila melihat data di berbagai belahan dunia, BA.4 dan BA.5 menyebabkan kenaikan kasus. Sehingga perlu respons cepat untuk mencegah penyebarannya.
Â
Advertisement