Dosen MIPA IPB: BPA yang Tak Sengaja Masuk ke Tubuh Tidak Berbahaya, Usah Khawatir

Senyawa Bisfenol A atau BPA dari air kemasa guna ulang yang masuk ke dalam tubuh akan keluar lagi lewat urine

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 04 Agu 2022, 10:10 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2022, 10:00 WIB
Kenali Lebih Dalam Soal Label BPA-Free
Kenali Lebih Dalam Soal Label BPA-Free

Liputan6.com, Jakarta - Tidak usah cemas dan khawatir apabila ternyata tanpa sengaja 'menelan' senyawa Bisfenol A atau BPA yang masuk ke dalam tubuh lewat air minum yang memang mengandung BPA.

Sebab, menurut dosen biokimia dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Institut Pertanian Bogor (IPB), Syaefudin PhD, senyawa BPA akan dikeluarkan lagi dari dalam tubuh yang telah lebih dulu diproses di hati.

"BPA yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh akan diubah di dalam hati menjadi senyawa lain sehingga dapat lebih mudah dikeluarkan lewat urine," kata Syaefudin dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Rabu, 3 Agustus 2022.

Jadi, lanjut Syaefudin, ketika itu dikonsumsi, yang paling berperan adalah hati. Ada proses yang namanya glukorodinase di hati.

Dalam prosesnya ada enzim yang mengubah BPA menjadi senyawa lain yang mudah dikeluarkan tubuh lewat urine.

Hal lain yang harus diketahui bahwa sebenarnya BPA memiliki waktu paruh biologisnya atau half biological life.

"Artinya, ketika BPA itu misalnya satuannya 10 masuk ke dalam tubuh, dia selama lima hingga enam jam akan cuma tersisa lima," katanya.

"Setengahnya lagi itu dikeluarkan dari tubuh. Artinya lagi yang berpotensi untuk menjadi toksik dalam tubuh itu sebenarnya sudah berkurang," Syaefudin menambahkan.

Akan tetapi Syaefudin setuju jika konsentrasi BPA yang berpotensi masuk ke dalam tubuh itu perlu diawasi dengan ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Hal itu karena kita juga sebenarnya enggak tahu yang ada di sekeliling kita konsentrasinya berapa. Karena kita nggak tahu kalau enggak dibatasi, bisa saja ada yang nakal yang dengan seenaknya meningkatkan konsentrasinya di dalam kemasan,” ujarnya.

 

Masih Perlu Regulasi BPOM?

Hanya saja, lanjut Syaefudin, data dari BPOM baru-baru ini adalah konsentrasi BPA dari uji yang diluar BPOM.

"Data BPOM itu hasil uji di airnya dan bukan di dalam tubuh. Nah, kita butuh data sebenarnya. Kalau misalnya katanya kadar BPA itu sudah berada di atas 0,6 bpj yang masuk ke dalam air minum, itu kalau dikonsumsi itu sisanya berapa di dalam tubuh," katanya.

"Itu yang jadi penting. Jangan-jangan sebenarnya enggak masalah, karena pas masuk langsung keluar lagi," dia menekankan.

Kalau sebenarnya konsentrasi BPA sebesar temuan BPOM tidak bermasalah di dalam tubuh, Syaefudin, mengatakan, BPOM tidak perlu membuat regulasi baru terkait pelabelan BPA 'berpotensi mengandung' BPA dalam kemasan galon berbahan Polikarbonat itu.

“Kalau nggak masalah di dalam tubuh kenapa diregulasi? Yang jadi masalah itu kan ketika masuk di dalam tubuh, dan bukan yang ada di dalam airnya," ujar Syaefudin.

 

Pengujian Terkait BPA Banyak DIlakukan di Luar Negeri

Syaefudin menambahkan bahwa sebenarnya pengujian terkait BPA banyak dilakukan di luar negeri. Di Eropa, misalnya, rata-rata orang terpapar itu hanya sebanyak 0,5 mikrogram per kg, dan itu dianggap kecil sekali dibanding batas TDI-nya (Tolerable Daily Intake) di sana.

"Sekarang 0,6 bpj yang data dari BPOM itu kan data yang dari luar atau airnya dan bukan yang setelah dikonsumsi. Seharusnya yang diuji BPOM itu adalah BPA ketika masuk ke dalam tubuh itu bagaimana. Ini kita belum ada datanya, apakah benar itu menimbulkan efek atau bahaya bagi tubuh kita," ujarnya.

Dari sisi seorang biokimia, menurut Syaefudin, uji BPA setelah dikonsumsi itu sangat perlu dilakukan.

"Makanya yang perlu dicek sekarang itu adalah kondisi kita itu seperti apa sih dengan regulasi yang ada sekarang. Sebenarnya paparan existing kita itu berapa setelah berada di dalam tubuh," katanya.

"Kalau sudah tahu paparannya ini baru bisa jadi argumentasi yang logis untuk industri maupun masyarakat," Syaefudin menekankan.

 

BPOM Disebut Tak Bisa Sembarangan

Selama data ini tidak ada, lanjut Syaefudin, BPOM tidak bisa lantas mengatakan bahwa BPA kemasan galon guna ulang itu berbahaya bagi kesehatan.

"Jangan-jangan, half life yang lima hingga enam jam itu mampu sudah mereduksi BPA itu," katanya.

Syaefudin pun menyarankan agar selain melakukan uji existing terhadap airnya, BPOM juga mengecek lagi kondisi riilnya berapa orang di seluruh Indonesia yang telah mengkonsumsi air AMDK guna ulang itu, yang paparan BPA di dalam tubuhnya melebihi batas aman yang sudah ditetapkan sebesar 0,6 bpj.

"Setelah itulah baru BPOM bisa membuat kesimpulan. Tapi sebelum itu dilakukan, ya tidak bisa disimpulkan BPA dalam galon guna ulang itu berbahaya," katanya

Infografis gas beracun dari Kawah Ijen
Infografis gas beracun dari Kawah Ijen
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya