Memasuki Musim Penghujan, Dinkes Diminta Waspada Lonjakan Kasus DBD

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu megatakan, kasus Dengue banyak terjadi pada usia 14-44 tahun.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Sep 2022, 14:00 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2022, 14:00 WIB
Waspada DBD! Pantang Kendur di Tengah Pencegahan Penyebaran Covid-19
(Foto:Ilustrasi)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus Dengue atau DBD di Indonesia meningkat seiring musim yang beralih dari kemarau ke penghujan. Catatan DIrektorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) hingga Minggu ke-36, jumlah kumulatif kasus konfirmasi DBD sejak Januari 2022 dilaporkan sebanyak 87.501 kasus (IR 31,38/100.000 penduduk) dan 816 kematian (CFR 0,93%).

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu megatakan, kasus Dengue banyak terjadi pada usia 14-44 tahun.

“Secara umum terjadi peningkatan kasus Dengue. Kasus paling banyak terjadi pada golongan umur 14-44 tahun sebanyak 38,96 persen dan 5-14 tahun sebanyak 35,61 persen,” kata Maxi Rein di Jakarta, Kamis (22/9).

Penambahan kasus berasal dari 64 kabupaten/kota di 4 provinsi, kata Maxi, diantaranya Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Timur.

Kabupaten/Kota yang mencatat kasus DBD tertinggi diantaranya Kota Bandung dengan 4196 kasus, Kabupaten Bandung sekitar 2777 kasus, Kota Bekasi dengan 2059 kasus, Kabupaten Sumedang sekitar 1647 kasus, dan Kota Tasikmalaya dilaporkan sebanyak 1542 kasus.

Dirjen Maxi mengungkapkan pihaknya terus melakukan upaya pengendalian dan pencegahan yang masif dan simultan dengan melibatkan seluruh pihak baik tingkat pusat maupun daerah.

Pada 6 September lalu, Kemenkes melalui Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular telah mengirimkan surat kepada seluruh Kepala Daerah di Indonesia mulai dari tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota, meminta agar Dinas Kesehatan meningkatkan kewaspadaan dengan aktif melakukan pengendalian Dengue lebih dini, caranya :

Melakukan upaya pencegahan dan pengendalian melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus di tempat – tempat umum dan tempat – tempat institusi untuk mencapai Angka Bebas Jentik > 95 %.

“Gerakan ini sebaiknya dilakukan sebelum masa penularan atau peningkatan kasus terjadi,” ujar Dirjen Maxi.

“Pelaksanaanya bisa dilakukan pada titik terendah untuk menekan peningkatan kasus atau Kejadian Luar Biasa (KLB) pada saat musim penularan atau musim penghujan,” imbuh Maxi. 

 

Surveilans sebagai Kewaspadaan Dini

Selanjutnya, memperkuat surveilans Dengue/DBD yang dapat dimonitor sebagai alat untuk melakukan kewaspadaan dini terhadap peningkatan kasus serta melakukan respon cepat penanggulangan kejadian luar biasa (KLB).

Melakukan pengendalian vektor secara terpadu baik kegiatan program yang dilaksanakan maupun unit atau sektor yang terlibat (pemerintah, swasta, masyarakat).

Meningkatkan deteksi dini infeksi Dengue di puskesmas dengan memeriksa pasien suspek dengue menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT) Antigen Dengue NS1 atau RDT Combo. Rapid tersebut dapat digunakan pada suspek Dengue mulai hari 1 – 5 kejadian demam.

Melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) terhadap setiap kasus Dengue baik suspek (presumtive) Dengue, probable, confirmed.

 

 

Revitalisasi POKJANAL DBD

Membentuk atau merevitalisasi kembali Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) Dengue/DBD di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.

Kegiatan penanggulangan Dengue/DBD dimasukkan dalam kegiatan perencanaan daerah dan memperkuat regulasi penanggulangan Dengue/DBD baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan sampai kepada tingkat desa/kelurahan.

Penganggaran kegiatan program yang memadai secara berkesinambungan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam penanggulangan Dengue/DBD.

Tetap memperhatikan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 dalam setiap kegiatan pencegahan dan pengendalian DBD.

“Upaya pengendalian sejak dini ini, kami harapkan bisa dilaksanakan secara terpadu, masif, total, berkesinambungan dan tepat sasaran agar kasus DBD bisa kita tekan,” kata Dirjen Maxi.

Edukasi Sederhana DBD pada Masyarakat

Terakhir, Maxi juga meminta agar Dinas Kesehatan aktif melakukan sosialisasi dan edukasi secara sederhana kepada masyarakat seputar tanda, gejala, upaya pencegahan dan penanganan DBD untuk menemukan penderita sedini mungkin serta mengurangi resiko kematian akibat Dengue.

“Penyebarluasan informasi kepada masyarakat tentang tanda dan gejala Dengue sangat penting agar tidak terjadi keterlambatan di masyarakat untuk menangani penderita dan keterlambatan dalam hal rujukan penderita ke fasyankes,” pesan Maxi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya