Liputan6.com, Jakarta Saat ini belum ada tata laksana spesifik untuk manajemen klinis infeksi dengue. Padahal, demam berdarah dengue alias DBD masih menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia dan dunia. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan menyebabkan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) yang tinggi.
Maka dari itu, upaya pencegahan infeksi tetap menjadi hal utama dalam tata laksana secara umum. Apalagi tingkat infeksi dengue pada anak dan dewasa muda masih sangat tinggi.
Baca Juga
“Infeksi dengue merupakan tantangan kesehatan masyarakat yang signifikan, terutama di daerah tropis dan subtropis di dunia. Walaupun angka kematian ini cenderung menurun, tapi angka insidensi dan angka kematian absolut sesungguhnya sangat tinggi,” kata Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Anak di FK-KMK UGM, Prof. dr. Eggi Arguni, di Yogyakarta, Kamis, 10 April 2025.
Advertisement
Eggi menambahkan, diagnosis dan terapi infeksi dengue hingga saat ini hanya bersifat suportif atau simptomatik. Anak dengan infeksi dengue tanpa warning sign dapat dirawat jalan dengan pemberian edukasi yang adekuat kepada orangtua. Sedangkan penggunaan obat-obatan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) harus dihindari karena dapat memicu perdarahan.
“Karena belum tersedia obat antivirus yang spesifik, maka terapi cairan masih merupakan terapi utama untuk dengue,” ujarnya.
6 Solusi Inovatif Penanganan Infeksi Dengue
Berangkat dari masalah ini, Eggi menyampaikan beberapa solusi inovatif dalam penanggulangan infeksi dengue, yakni:
Pengendalian Vektor dengan Metode Inovatif
Pertama, menggunakan metode pengendalian vektor yang inovatif, berkelanjutan, dan berbasis bukti juga harus didukung untuk dikembangkan lebih lanjut.
Teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia yang didukung oleh masyarakat dan pemerintah daerah dapat menjadi metode pelengkap dalam pengendalian vektor dengue, apabila model implementasi dalam skala luas dapat dikembangkan.
Pengembangan Alat Diagnostik
Kedua, pengembangan penciptaan alat diagnostik yang sensitif dan terjangkau untuk mendeteksi infeksi dengue sedini mungkin serta kesinambungan pengadaan barang diagnostik menjadi kebutuhan klinik yang bekerja di layanan primer.
“Pengembangan panduan tatalaksana klinis terintegrasi dengan memerhatikan faktor komorbid dan kondisi khusus juga selayaknya selalu diperbarui,” kata Eggi.
Advertisement
Pengembangan Vaksin Dengue
Ketiga, adanya pengembangan kandidat vaksin dengue dan upaya untuk memasukkan vaksin dengue sebagai vaksin program imunisasi nasional akan menjadi langkah besar dalam upaya pencegahan dengue pada anak di Indonesia.
Surveilans Dengue Secara Komprehensif
Keempat, penguatan surveilans dengue yang komprehensif dan real time sehingga sedini mungkin dapat mengidentifikasi potensi wabah dan merespon dengan cepat.
Tingkatkan Keterlibatan Komunitas
Kelima, peningkatan keterlibatan komunitas dalam upaya penanggulangan dengue yang berkesinambungan sangat penting. Mengingat, wilayah Indonesia sangat luas dan terdiri dari beragam suku dengan karakter masyarakat yang beragam.
Perdalam Pengetahuan tentang Patogenesis Dengue
Terakhir, pengetahuan tentang patogenesis dengue membuka pintu bagi pengembangan penelitian bidang molekuler genetik, tidak hanya untuk virus dengue, tapi juga genetik pasien.
“Molekul target di endotel dan mediator kimia yang berperan dalam fenomena kebocoran plasma dapat digali lebih mendalam,” pungkasnya.
Infeksi Dengue Tidak Bisa Diselesaikan dengan Satu Cara Saja
Infeksi dengue tidak dapat diselesaikan dengan satu cara saja, sambung Eggi. Berbagai upaya pencegahan dan penatalaksanaan harus diupayakan secara terintegrasi.
Apabila semua cara ini dilakukan, maka bisa menekan angka kematian anak akibat dengue.
“Bersama-sama, mari kita capai target zero dengue death, mari kita ciptakan masa depan generasi mendatang yang lebih sehat,” pungkasnya.
Advertisement
