Menkes Budi Gunadi Sadikin Kejar Pemenuhan Kebutuhan Dokter Spesialis di RSUD

Guna mengejar kekurangan dokter spesialis di fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan pihaknya akan memenuhi kebutuhan tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Des 2022, 09:00 WIB
Diterbitkan 12 Des 2022, 09:00 WIB
Dokter
Ilustrasi alat-alat dokter. (Sumber foto: Pexels.com)

Liputan6.com, Jakarta - Guna mengejar kekurangan dokter spesialis di fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan pihaknya akan memenuhi kebutuhan tersebut.

"Jadi rumah sakit umum daerah pasti akan aku isi, fasilitasnya aku isi, dan SDM-nya aku kasih beasiswa, beasiswanya bisa fellowship," kata Menkes Budi Gunadi dalam kunjungannya ke RSUD Dr Moewardi, Solo, Sabtu, 10 Desember 2022.

Percepatan pemenuhan dokter spesialis dilakukan dalam masa jabatannya yang tersisa 1 tahun 11 bulan.

“Supaya lebih cepat karena waktu saya (sebagai Menkes) tinggal 1 tahun 11 bulan,” ungkapnya.

Upaya pemenuhan dokter spesialis dan fasilitas penunjang dilakukan sebagai bentuk transformasi sistem kesehatan Indonesia. Hal itu sesuai mandat dari Presiden RI Joko Widodo untuk melakukan transformasi kesehatan besar-besaran.

Dokter spesialis yang menjadi prioritas pemenuhan di RSUD adalah spesialis penyakit yang menjadi penyebab kematian terbanyak di Indonesia.

Dokter spesialis tersebut antara lain spesialis onkologi untuk penyakit kanker, spesialis jantung dan pembuluh darah, spesialis neurologi untuk penyakit stroke, serta spesialis nefrologi untuk penyakit ginjal.

Budi Gunadi menginisiasi adanya transformasi di bidang kesehatan dengan menetapkan ada 6 jenis transformasi yang akan dilakukan, yakni transformasi Layanan Primer, Layanan Rujukan, Sistem Ketahanan Kesehatan, Sistem Pembiayaan Kesehatan, SDM Kesehatan, dan Teknologi Kesehatan. 

Pemenuhan dokter spesialis di RSUD merupakan bagian dari transformasi layanan rujukan. Transformasi ini akan dimulai dengan tiga penyakit penyebab kematian paling tinggi di Indonesia yaitu penyakit jantung, stroke, dan kanker.

 

Fokus pada Penanganan Jantung

Dalam hal penyakit jantung, diketahui tidak semua provinsi memiliki rumah sakit dengan fasilitas untuk pemasangan ring di jantung.

Data saat ini dari 34 provinsi yang bisa melakukan operasi pasang ring hanya 28 provinsi. Kalau pasien tidak bisa dipasang ring maka tindakan berikutnya adalah bedah jantung terbuka. Ini jumlahnya turun lagi dari 28 provinsi hanya 22 provinsi yang bisa.

Dikatakan Budi Gunadi, pihaknya punya target bahwa rumah sakit di seluruh provinsi pada 2024, harus bisa melayani penyakit jantung, stroke, dan kanker. Akses layanan dan standar layanan tertentu untuk jantung, stroke, dan kanker harus rata tersedia di seluruh provinsi.

 

 

Transformasi SDM Kesehatan

Setiap rumah sakit dengan dokter yang berprestasi, akan dipertemukan dengan dokter dari negara lain untuk menjalin kerja sama. Sedangkan dokter-dokter yang terbaik dari luar negeri akan didatangkan ke Indonesia untuk meningkatkan kapasitas dokter Indonesia.

Pemenuhan dokter spesialis ini juga sejalan dengan transformasi SDM Kesehatan. Pasalnya, jumlah dokter standarnya 1 per 1000 penduduk. Sementara kebutuhan di Indonesia masih belum terpenuhi ditambah lagi dengan distribusi yang belum merata.

Akselerasi Jumlah Dokter

Pemerataan SDM Kesehatan yang berkualitas diperlukan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui academic health system.

Academic health system merupakan sebuah model kebijakan yang mengakomodir potensi masing-masing institusi ke dalam satu rangkaian visi yang berbasis pada kebutuhan masyarakat.

Konsep ini merupakan integrasi pendidikan kedokteran bergelar, dengan program pendidikan profesional kesehatan lainnya yang memiliki rumah sakit pendidikan atau berafiliasi dengan rumah sakit pendidikan, sistem kesehatan, dan organisasi pelayanan kesehatan.

“Kebutuhan dokter harus diperbanyak, harus ada akselerasi dan 10 tahun terakhir ini akselerasinya sangat lambat. Jadi ini harus dipercepat baik dokter umum maupun dokter spesialis,” ucap Budi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya