Meski Antibodi Masyarakat Meningkat, Epidemiolog Tetap Ingatkan Tantangan XBB.1.5

Tantangan menghadapi XBB.1.5 yang merupakan Subvarian Omicron Baru

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 06 Jan 2023, 14:00 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2023, 14:00 WIB
Penurunan Kasus COVID-19 di Indonesia
Warga berolahraga saat car free day di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (4/12/2022). Menurut Kementerian Kesehatan, mayoritas masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi terhadap COVID-19 baik melalui infeksi maupun lewat program vaksinasi virus corona. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Hasil survei serologi menunjukkan hasil menggembirakan, tapi epidemiolog tetap mengingatkan masyarakat soal tantangan subvarian baru XBB.1.5 dengan kemampuan infeksinya yang tak bisa diremehkan.

Survei serologi yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM UI) pada 2022 itu menyebutkan bahwa kadar antibodi di Indonesia sudah meningkat.

“Dari 444 unit per ml menjadi 2 ribuan unit per ml, ini menggembirakan ya, bagus,” kata epidemiolog sekaligus peneliti kesehatan global dari Griffith University Australia Dicky Budiman kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Kamis (5/1/2023).

Pencapaian ini menandakan bahwa program vaksinasi primer maupun booster efektif. Strategi pemberian vaksin heterolog atau mix yang diterapkan di Indonesia efektif membangun modal imunitas.

“Ini penting karena ini yang bisa menjawab secara ilmiah kondisi perbaikan termasuk penurunan kasus, keparahan, termasuk kematian.”

Namun harus diingat, lanjut Dicky, survei serologi ini meski hasilnya menggembirakan, tapi dalam konteks COVID-19 tetap belum mencapai target yang diharapkan. Antibodi yang diharapkan adalah yang sifatnya tahan lama dan tetap terjaga.

“Ini yang belum bisa kita alami dari vaksin yang saat ini digunakan.”

Terlebih, fakta riset terkini menunjukkan bahwa subvarian baru XBB.1.5 bisa menembus antibodi yang terbentuk dan menyebabkan infeksi baru atau infeksi ulang. Meski tidak meningkatkan keparahan atau kematian, setidaknya orang yang terinfeksi tetap bisa menularkan virus ke orang sekitar.

“Artinya, di tengah kabar baik dari hasil serologi ini, kita harus ingat bahwa tantangan XBB.1.5 begitu efektif menyebabkan sebagian yang terinfeksi masuk rumah sakit bahkan ada yang meninggal contohnya di AS.”

Dengan kata lain, hasil serologi tidak bisa menjadi satu-satunya andalan. Maka dari itu, program pencegahan infeksi yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tetap harus dijalankan baik oleh individu maupun lingkungan.

Kemampuan Infeksi XBB.1.5

Ahli epidemiologi Dicky Budiman
Ahli epidemiologi Dicky Budiman. Foto: Dokumentasi pribadi.

Sebelumnya, WHO menyatakan bahwa ada subvarian baru dari COVID-19 yang disebut XBB.1.5.

XBB.1.5 merupakan subavrian Omicron yang paling menular ketimbang berbagai varian sebelumnya. Dicky pun menyampaikan hal apa saja yang perlu diwaspadai dari subvarian ini.

Dicky mengungkapkan XBB.1.5 memiliki potensi meningkatkan kapasitas infeksi.

“Adanya potensi XBB.1.5 untuk meningkatkan kapasitas menginfeksi pada jenis sel yang memiliki tingkat ACE2 yang bahkan lebih rendah,” ujar Dicky.

“Ini akan meningkatkan kemampuan virus menginfeksi sel sekaligus potensi keberadaan yang lebih lama dalam sel tubuh,” tambahnya.

Tetap Waspada Walau PPKM Dicabut

Hadirnya XBB.1.5 menunjukkan bahwa masyarakat tetap harus waspada. Terutama pasca pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Setelah PPKM dicabut, sebagian orang tidak lagi memakai masker dan tindakan pencegahan penularan COVID-19 lainnya. Padahal, pandemi belum berakhir.

Hal ini tak mengejutkan bagi Dicky Budiman. Ia melihat pengabaian dilakukan bahkan oleh orang yang pernah terinfeksi COVID-19 dan tahu betapa beratnya kondisi tersebut. Sebagian dari orang yang terinfeksi juga mengalami kerusakan permanen pada tubuh.

“Tapi pengabaian pencegahan tetap dilakukan hanya karena mereka tidak dapat melihat akibat mikroskopis dalam tubuhnya saat ini dan akibat jangka panjang nanti,” kata Dicky.

“Apa yang tidak terlihat, bukan berarti tidak ada,” tambahnya.

Kecenderungan COVID-19

Dicky pun menyinggung soal kecenderungan COVID-19 saat ini, ia memperkirakan pandemi sedang menuju status hiperendemik.

“Sepertinya kita pada akhirnya menuju status hiperendemik dan pada kondisi penyakit yang menurunkan kualitas kesehatan masyarakat dalam jangka panjang.”

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), hiperendemik diartikan sebagai kemunculan suatu penyakit secara terus menerus di suatu wilayah geografis tertentu dan terjadi dalam intensitas tinggi.

Padahal, selama ini banyak pihak yang menyatakan ingin segera memasuki endemi. Meski endemi bukan berarti aman dan bagus, kata Dicky.

Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya