Liputan6.com, Jakarta - Kasus pemerkosaan siswi TK di Mojokerto, Jawa Timur oleh tiga anak SD umur 8 tahun menjadi catatan hitam kekerasan anak di Indonesia.
Kriminolog Haniva Hasna menjelaskan cara menciptakan lingkungan pergaulan yang aman bagi anak guna mencegah kasus kekerasan seksual serupa kembali terjadi.
Baca Juga
Perempuan yang juga seorang pemerhati anak dan keluarga itu mengatakan bahwa lingkungan pertemanan bisa memengaruhi perilaku, bahasa, dan perkembangan anak.
Advertisement
Umumnya, anak akan mencontoh hal-hal yang dilakukan orang di sekitar mereka. Anak juga memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba hal baru.
“Karena itu, agar anak tidak menjadi pelaku pelecehan seksual, pastikan anak berada di lingkungan yang positif,” kata kriminolog yang karib disapa Iva kepada Health Liputan6.com belum lama ini.
Lingkungan yang dimaksud bukan hanya lingkungan pertemanan di sekitar rumah, tapi juga di sekolah. Orangtua dapat bekerja sama dengan pihak sekolah untuk mengidentifikasi pelecehan dan meresponsnya secara tepat.
“Minta pihak sekolah untuk melindungi siswa dari pelecehan seksual.”
Pemantauan hubungan anak dengan teman sebayanya juga penting. Teman anak dapat diundang ke rumah untuk memantau secara langsung kondisi pertemanan mereka. Amati kesehatan mental masing-masing anak, perhatikan mana yang berpotensi menyimpang mana yang berpotensi menjadi korban.
Selanjutnya, tingkatkan rasa percaya diri anak serta kuatkan konsep dirinya agar memiliki kemampuan bersosialisasi tapi tetap mampu melawan perilaku buruk yang ditemui.
Jalin kedekatan dan keterbukaan dalam hal apapun sehingga anak tidak segan menceritakan pengalaman kesehariannya. Bila hal ini terjadi, maka orangtua akan mudah mendeteksi kondisi anak apakah dalam kondisi aman atau tidak dalam pertemanannya.
Cegah Anak Jadi Pelaku Kekerasan Seksual
Iva juga menyebutkan beberapa langkah untuk mencegah anak jadi pelaku kekerasan seksual. Cara-caranya adalah:
- Menjalin kedekatan keluarga. Ketika kebutuhan kasih sayang terpenuhi, anak merasa disayang sehingga tidak menyalurkan kebutuhannya dengan perilaku negatif.
- Edukasi seksual, tujuannya adalah agar anak memahami batasan-batasan privasi mengenai tubuhnya sendiri maupun tubuh orang lain. Pendidikan seks pada anak juga diperlukan agar anak bisa memahami dampak yang terjadi jika ia melewati batasan-batasan tersebut.
- Pantau penggunaan gawainya, apa saja yang ditonton dan seberapa lama. Bantu manajemen waktu antara penggunaan gadget dan interaksi dengan lingkungan sekitar.
- Perhatikan peer group-nya, apakah memberikan pengaruh positif atau negatif.
- Latih untuk melindungi diri dan berani menolak atas sikap yang tidak pantas baik yang dilakukan oleh orang terdekat maupun orang asing.
Advertisement
Kunjungan Menteri PPPA
Sabtu lalu (28/1), korban mendapat kunjungan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (PPPA RI), Bintang Puspayoga.
Tak hanya menemui korban, Menteri Bintang Puspayoga juga mengunjungi 3 anak SD tersangka pemerkosaan siswi TK tersebut.
"Kami berterima kasih kepada seluruh pihak, baik Bupati, dinas pengampu isu perempuan dan anak, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), kepolisian, serta para pendamping atas komitmennya dalam menangani kasus kekerasan seksual yang korban dan pelakunya yang masih berusia anak ini," ujar Bintang di Kabupaten Mojokerto pada Sabtu, 28 Januari 2023.
Dalam keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Senin (30/1), disebutkan bahwa kunjungan Bintang untuk menemui korban, lalu mengajak bermain dan berbincang sejenak.
"Korban masih aktif dan ceria karena tidak mengetahui kondisi kekerasan seksual yang dialaminya. Visum et repertum telah dilaksanakan dan dapat dijadikan pijakan proses penyidikan lebih lanjut," kata Bintang.
Pendampingan Pelaku
Sementara itu, ketiga pelaku anak yang berumur 8 tahun, saat ini sudah didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Mojokerto.
"Telah dilakukan asesmen dan pemberian edukasi kepada ketiga pelaku anak SD. Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, mereka telah mengakui bahwa perbuatannya salah dan berjanji tidak akan mengulanginya kembali," Bintang menambahkan.
Lebih lanjut, menurut Bintang, pelaku anak juga diduga disebabkan pola pengasuhan orangtua yang kurang memerhatikan kebutuhan perkembangan anak.
"Selain itu juga kurangnya kemampuan kita sebagai orang dewasa memberikan edukasi terhadap anak-anak," kata Bintang.
Pelaku pertama dalam kasus ini melakukan tindakan kekerasan seksual akibat melihat konten pornografi di telepon genggam milik orangtuanya. Sedangkan dua pelaku lainnya diajak oleh pelaku pertama tanpa mengetahui bahwa yang dilakukannya merupakan hal yang salah.
Advertisement